Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dan Ternyata Cinta

16 November 2020   10:57 Diperbarui: 16 November 2020   11:24 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Permisi.... Rokoknya, Kak. Produk luar negeri, baru masuk pasar Indonesia. Kakak bisa dapat harga diskon dan hadiah spesial kalau bersedia mengisi kuisioner kami," tawar gadis yang tiba-tiba ada di hadapanku. Ia memperlihatkan sebungkus rokok asal negeri Paman Sam kalau aku tak salah ingat.

"Maaf, Mba. Saya tidak merokok," balasku tanpa menatap wajahnya. Pandangku masih tertuju pada gawai, membalas chat salah satu prospekku.

"Mungkin Kakak bisa membeli untuk teman atau keluarga di rumah," tawarnya lagi dengan gigih.

"Maaf ya Mba, saya juga tidak suka kalau teman apalagi keluarga saya, berani merokok di depan saya. Jadi saya tidak akan sudi membelikan mereka rokok. Paham?" jawabku ketus, masih tanpa melihat wajahnya.

"Tolong saya Kak, beli sebungkus saja. Please.... Saya baru menjual sedikit hari ini. Masih jauh dari target," ujarnya memelas. Sial! Dia sebut-sebut kata target. Dia tidak tahu kalau hari ini aku mendapat SP karena tidak mencapai target minimal. Aku mengangkat wajahku menatap wajahnya yang memelas penuh harap padaku. Aku jadi tak tega menghancurkan harapannya. Tapi aku juga tak sudi membeli benda yang kubenci itu.

"Begini saja, beri saya satu alasan terbaik untuk membeli rokok yang kamu jual. Jika jawaban kamu memuaskan, saya beli satu bungkus. Ah, tidak.... Saya beli satu slop. Deal?" tawarku pada gadis berambut hitam lurus melewati bahu itu dengan tatapan menantang. Dia terdiam dan terlihat berpikir keras. Aku menatapnya dengan senyum penuh kemenangan. Ia tampak lebih cantik saat berpikir. Sekilas wajahnya mirip Isyana Sarasvati.

Hampir semenit kutunggu, tak ada jawaban. Kulihat ia memainkan seragam terusan merah marunnya sambil menunduk.

"Waktu habis. Jadi apa jawaban kamu?" tanyaku sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Aku merasa seperti Ahmad Dhani yang sedang mengaudisi peserta Indonesian Idol. Gadis itu lalu menghela nafas dan mengepalkan tangannya.

"Kalau kakak tidak membeli lalu saya dipecat karena tak mencapai target, saya tidak ragu lagi untuk menerima bayaran menjadi pemuas hasrat laki-laki. Sudah banyak teman-teman saya yang seperti itu. Bahkan sudah ada yang menawar dengan harga tinggi. Kakak tidak mau kan, hal itu terjadi?" jawab gadis bermata bulat itu dengan nafas menderu. Matanya balik menatap tajam ke arah mataku. Tak kutemukan celah dusta di matanya. Sepertinya ia serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun