Jika kebetulan sedang ada pekerjaan di luar kota, di sela-sela menunaikan tugas kantor, jika ada waktu, biasanya saya menyempatkan diri untuk mengunjungi tempat-tempat ikonik, dari sekedar belajar sejarah suatu bangunan, berswa foto, hingga mencicipi kuliner khas daerah tersebut.
Bulan Juni 2018 ini saya kembali bersempatan untuk mengunjungi kota Medan, Sumatera Utara. Kalau saya tidak salah ingat, ini adalah kali keenam perjalanan saya untuk urusan pekerjaan di kota tersebut. Hampir semua tempat ikonik di kota Medan sudah saya kunjungi.Â
Tidak hanya kota Medan, beberapa kota di sekitarnya pun sudah pernah saya kunjungi, seperti bermotoran ke Kota Binjai, mencoba naik kereta ekonomi ke Kota Tebing Tinggi, dan juga mengunjungi pagoda Alam Lumbini di Berastagi, Kabupaten Karo.
Memang masih banyak lagi tempat wisata di Sumatera Utara yang belum pernah saya kunjungi. Beberapa tempat wisata memerlukan waktu tempuh yang tidak sebentar dari Kota Medan, sehingga sulit dikunjungi jika hanya memanfaatkan waktu luang di sela-sela pekerjaan. Harus menyiapkan waktu khusus untuk mencapainya. Di antaranya adalah Danau Toba.
Danau Toba dan Pulau Samosir adalah dua di antara beberapa tempat pertama yang melintas di kepala saya ketika pertama kali mendapat tugas ke kota Medan. Lima kali ke Medan sebelumnya, lima kali juga saya urungkan untuk mengunjungi dua tempat tersebut. Selain jarak tempuh yang tidak sebentar, saya pun belum terlalu hafal dengan medan perjalanannya.
Setelah mempelajari agenda kerja saya di Medan, akhirnya saya memutuskan, kali ini saya harus berkunjung ke Danau Toba!
Hari Selasa tanggal 5 Juni 2018 tidak ada agenda pekerjaan yang berarti. Selepas sahur di hotel tempat saya menginap, di kawasan Pasar Baru, Medan, saya segera bersiap-siap menuju Terminal Amplas sepagi mungkin dengan menggunakan ojek daring. Menurut blog yang saya baca sebelumnya, bus PO Sejahtera akan berangkat ke Parapat, Kabupaten Simalungun, setiap satu jam sekali, mulai pukul 06:00 pagi, sehingga saya pun mempersiapkan diri agar bisa berangkat dengan menggunakan bus keberangkatan yang pertama.Â
Namun, ternyata, hitungan saya meleset. Saya tiba di terminal 15 menit lebih lambat, dan bus pertama pun sudah melaju ke Parapat. Akhirnya saya menunggu bus keberangkatan yang ke-2 yang akan berangkat pukul 07:00 pagi. Empat puluh lima menit sia-sia karena saya salah perhitungan. Huft.
Jam tujuh pas, bus melaju menuju Parapat. Ketika tahu ongkos bus yang hanya Rp 40.000 rupiah, sejujurnya saya tidak terlalu berharap banyak dengan kenyamanan bus PO Sejahtera ini. Bus ekonomi tanpa pendingin ruangan ini memiliki kursi yang terbuat dari plastik, mengingatkan saya pada bus Damri di Kota Bandung yang sering saya tumpangi sewaktu kecil :)
Bus melaju dengan kecepatan sedang, melewati Tebing Tinggi, Pematang Siantar, hingga masuk ke Simalungun yang berbatasan langsung dengan Danau Toba. Jarak tempuh dari kota Medan ke Parapat, Simalungun yang berkisar +/- 90 Km menjadi lebih lama, karena bus sering berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang di perjalanan.
Setelah perjalanan lebih dari 4 jam, melewati hutan, samar-samar dari kejauhan saya melihat hamparan air yang luas. Saya pikir tidak lama lagi saya akan tiba di Danau Toba. Ternyata benar. Setelah bertanya kepada penumpang yang duduk di sebelah saya, hamparan air yang seperti laut tersebut adalah Danau Toba!