Mohon tunggu...
Risma Ariesta
Risma Ariesta Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Arab IAIN Salatiga

Tertarik dengan penelitian terkait bahasa dan sastra. Senang menulis cerita mulai dari pengalaman nyata, sampai imajinasi di kepala.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Metode BISA sebagai Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di Era Revolusi Industri 4.0

1 September 2020   09:39 Diperbarui: 1 September 2020   09:27 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah Bahasa Arab di Indonesia

Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa tertua di dunia yang masih diucapkan hingga hari ini. Sedangkan awal mula masuknya bahasa Arab ke Indonesia sendiri, bermula dari sekitar abad ke-7 dan ke-8 masehi. Dimana, bukti material persebarannya terwujud dengan adanya tulisan pada nisan makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, Jawa Timur. Selain itu, akulturasi antara Arab dan Indonesia juga tercermin dalam beberapa bahasa yang diucapkan sehingga menjadi kata serapan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia.

Proses masuknya bahasa Arab ke Indonesia tidak seperti bahasa asing lainnya yang melalui hubungan politik, perdagangan, dan lain sebagainya. Melainkan, Bahasa Arab justru tersebar melalui syiar agama Islam yang mengharuskan setiap pemeluknya untuk beribadah menggunakan bahasa tersebut.

Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu pernah mengatakan,

,

"Pelajarilah bahasa Arab, karena sesungguhnya bahasa Arab itu termasuk bagian dari agama kalian." (Masbuqudz Dzahab, hal. 9 dan Idhahul Waqf wal Ibtida').

Proses masuknya bahasa Arab ke Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan masuknya agama Islam ke nusantara. Karena dalam tata cara beribadahnya sendiri, agama Islam mengharuskan umatnya untuk menggunakan bahasa Arab. Seperti dalam shalat, do'a, dzikir, dan lain sebagainya. Maka dari itu, sangat penting bagi seorang muslim untuk mempelajari bahasa Arab. Sebagaimana tertulis pula dalam sebuah hadist lain yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda :

, ,

"Cintailah bahasa Arab karena tiga hal, karena aku adalah orang Arab, karena Al-Qur'an berbahasa Arab, dan bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab." (HR. Thabrani).

Adapun jika dilihat dari sisi geografisnya, terdapat beberapa teori masuknya Islam ke nusantara. Seperti halnya Teori Gujarat yang dikemukakan oleh Snouck Hurgonje dan J. Pijnapel, Teori Persia yang dikemukakan oleh Hossein Djajadiningrat, serta Teori Arab atau Teori Mekkah yang diyakini berasal dari Arab langsung, yakni Mekkah dan Madinah. Semua itu tentu saja turut mendukung perkembangan bahasa Arab secara lebih luas di nusantara.

Dualisme Bahasa Arab

Dalam perkembangan Bahasa Arab dari waktu ke waktu, muncullah dua jenis bahasa, yakni fusha dan 'amiyyah yang lazim digunakan oleh kalangan bangsa-bangsa Arab atau para penuntut ilmu yang mempelajari bahasa Arab. Bahasa Arab fusha merupakan bahasa formal yang digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi maupun untuk kodifikasi karya-karya puisi, prosa, dan pemikiran intelektual. Dalam hal ini, penggunaan kaidah-kaidah baku secara internasional dijadikan sebagai aturan standard dalam bahasa Arab fusha. Dari sanalah, orisinalitas bahasa pun terjaga hingga sekarang.

Sedangkan penggunaan bahasa Arab 'amiyyah biasanya digunakan untuk komunikasi sehari-hari yang berkembang pesat di masyarakat umum menengah ke bawah. Selain itu, bahasa 'amiyyah juga cenderung memiliki kaidah tidak baku secara internasional. Maka dari itu, sebagian besar masyarakat Indonesia menamainya dengan bahasa pasaran karena dinilai "menyalahi" kaidah yang berlaku. Namun di kalangan linguis modern, bahasa Arab 'amiyyah ini diberikan sejumlah nama seperti: al-lughat al-'amiyyah, al-syakl al-lughawi al-darij, al-lahjat al-sya'i'ah, al-lughat al-mahkiyyah, al-lahjat al-'amiyyah, al-Arabiyyah al-'amiyyah, al-lughat aldarijah, al-kalam al-darij, al-kalam al-'alami, dan lughat al-sya'b.

Beberapa hal yang membedakan antara bahasa Arab fusha dengan bahasa Arab 'amiyyah di antaranya, bahasa Arab fusha tidak memiliki keterkaitan dengan kedaerahan maupun kabilah tertentu. Sedangkan, ciri mendasar bahasa 'amiyyah justru menonjolkan pada sisi kedaerahan. Seperti halnya bahasa 'amiyyah yang berkembang di Mesir, tidak sama dengan yang ada di Irak, Yaman, Sudan, dan lain sebagainya. Selain itu, bahasa fusha memiliki derajat yang lebih tinggi daripada dialek 'amiyyah yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini terbukti karena bahasa fusha biasanya diucapkan oleh kalangan terhormat, berpendidikan, dan berbakat. Bahkan kitab suci Al-Qur'an serta hadist Nabi Muhammad SAW hanya menggunakan bahasa Arab fusha.

Kemunculan bahasa Arab fusha disinyalir karena adanya pertemuan dan interaksi antar anggota kabilah-kabilah Arab melalui perjalanan, perdagangan, maupun festival seni dan sastra yang kemudian memunculkan sebuah lingua franca, yakni bahasa pergaulan bersama (al-lughat almusytarakah). Berangkat dari hal tersebut, lingua franca dijadikan sebagai media komunikasi bersama yang bertujuan untuk menilai kualitas karya para sastrawan yang ada saat itu. Adapun proses terbentuknya lingua franca ini ditengarai oleh dominasi dialek Quraisy terhadap dialek-dialek lain yang terjadi sejak zaman pra-Islam. Dialek Quraisy menjadi bahasa sastra lintas kabilah karena dinilai lebih tinggi dari dialek-dialek lain. Oleh karena itu, sebagian besar dialek dalam Al-Qur'an menggunakan dialek Quraisy, dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah yang terakhir pun berasal dari suku Quraisy.

Selain itu, dominasi dialek Quraisy pada zaman pra Islam juga terjadi karena Mekkah sebagai tempat tinggal kabilah Quraisy, merupakan pusat ibadah haji yang disakralkan pada waktu itu. Bahkan ketika Islam datang, Allah SWT menurunkan Al-Qur'an dalam bahasa bersama yang bertujuan untuk dimengerti oleh seluruh kabilah. Dominasi dialek Quraisy dalam Al-Qur'an didasarkan pada kesepakatan para linguis, seta sebuah hadits Nabi yang mengatakan bahwa jika terdapat perbedaan pendapat mengenai wahyu (ayat Al-Qur'an) yang hendak ditulis, maka hendaknya ditulis mengunakan dialek Quraisy. Karena menurut Rasul, Al-Qur'an ditulis dengan bahasa ini. Namun demikian, ternyata dalam Al-Qur'an sendiri terdapat berbagai dialek dari kabilah-kabilah lain seperti Hudzail, Tamim, Hamir, Jurhum, Midzhaj, Khaz'am, Qais Aylan, Balharits bin Ka'b, Kindah, Lakhm, Judzam, 'Aus, dan Khazraj Thayyi. Bahkan ada yang mengatakan bahwa di dalam Al-Qur'an, setidaknya terdapat lima puluh dialek.

Lantas seiring berjalannya waktu, mulai timbul sejumlah permasalahan dari masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Quraisy. Yakni, tidak seluruh masyarakat memiliki kesiapan serta kemampuan untuk mempelajari Al-Qur'an dalam dialek Quraisy secara baik dan benar. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya beberapa kesalahan serta penyimpangan bahasa ketika masyarakat menggunakan bahasa Arab fusha. Adapun istilah untuk praktik kesalahan dan penyimpangan berbahasa itu disebut dengan lahn.

Awal kemunculan istilah lahn dimulai setelah kedatangan Islam dan setelah bahasa Quraisy ditetapkan sebagai bahasa baku untuk Al-Qur'an. Diceritakan pula, pelaku lahn pertama kali pernah ditegur oleh Nabi Muhamad SAW. Namun praktik lahn bukannya berhenti sampai di situ, melainkan justru makin tak terelakkan. Penyimpangan dan pencampuradukan bahasa oleh masyarakat Arab kian banyak dilakukan setelah penaklukan ke luar jazirah Arab seperti halnya Romawi dan Persia. Berangkat dari hal tersebut, maka lahirlah bahasa 'amiyyah di tengah masyarakat Arab yang sampai hari ini masih dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari orang Arab.

Urgensi Pembelajaran Bahasa Arab di Era Revolusi Industri 4.0

Bahasa Arab merupakan bahasa internasional yang jumlah penuturnya kini telah mencapai sekitar 422 juta jiwa di seluruh dunia. Sebagian besarnya tentu saja berasal dari wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara. Di sisi lain, urgensi pembelajaran bahasa Arab dibutuhkan oleh 1.5 milyar umat Islam di muka bumi ini guna menjalankan ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah yang menggunakan bahasa Arab. Bahkan, PBB melalui UNESCO menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa kerja resmi PBB pada 18 Desember 1973 yang lalu. Pada tahun 2010, UNESCO menetapkan tanggal 18 Desember sebagai World Arabic Language Day (al-Yaum al-'alami li al-Lughah al-'Arabiyah), atau Hari Bahasa Arab se-Dunia.

Adapun di Indonesia sendiri, lembaga yang memberikan pembelajaran bahasa Arab secara intensif sejak sebelum zaman penjajahan hingga zaman teknologi seperti sekarang ini ialah pondok pesantren, baik konvensional maupun modern. Tujuan dari adanya lembaga pesantren ini, guna meregenerasi para ahli ilmu, alim, dan ulama dalam memahami persoalan-persoalan agama yang biasanya sumber ilmunya berasal dari bahasa Arab.

Namun demikian, tidak semua orang Islam memiliki kesempatan atau bahkan kemauan untuk belajar di pondok pesantren. Oleh karena itu, biasanya mereka cenderung tahu bahasa Arab hanya dari Al-Qur'an maupun hafalan ketika shalat, dzikir, atau do'a saja tanpa memahami kaidah-kaidah yang terdapat di dalamnya. Bahkan, beberapa di antaranya justru menganggap bahwa bahasa Arab itu menyeramkan, susah dipelajari, serta momok yang sulit ditaklukkan.

Maka, harus ada inovasi dari pengajar bahasa Arab untuk menghadirkan pembelajaran bahasa Arab yang terintegrasi, dan mampu menyentuh lebih banyak orang yang ingin belajar bahasa Arab. Sesuai dengan tantangan di era revolusi industri 4.0 ini, yang tak pelak mempengaruhi setiap aspek kehidupan, bahkan di bidang pembelajaran bahasa sekalipun.

Metode BISA, Belajar Islam dan Bahasa Arab

            Yayasan BISA merupakan salah satu lembaga yang bergerak di bidang pengajaran bahasa Arab berbasis online. Adapun BISA sendiri merupakan singkatan dari Belajar Islam dan Bahasa Arab yang dikemas dalam sajian website dan aplikasi android yang mudah diakses siapa saja, di mana saja. Yayasan BISA juga memiliki beberapa akun media sosial yang secara berkala memberikan informasi secara aktif terkait program-program dan segala sesuatu yang terkait dengan BISA.

Awal mula Yayasan BISA berdiri ialah pada akhir tahun 2013, yang program pembelajaran pertamanya dilakukan via grup Whatsapp. Cikal bakal dibuatnya lembaga ini awalnya karena pencetus terinspirasi dengan cara belajar online MEDIU (Al Madinah International University), beserta nikmat waktu luang yang dimiliki. Kemudian, Khairul Umam, S.T, B.A, selaku pencetus Yayasan BISA memiliki ide untuk membuat status di Facebook yang akhirnya ditanggapi oleh 44 ikhwan yang berminat belajar bahasa Arab. Angkatan pertama pun dimulai pada Desember 2013 yang bahkan metode, penjelasan, serta konsep pelajarannya belum dipikirkan sama sekali. Adapun untuk kriteria pesyaratan untuk menjadi peserta tidaklah terlalu sulit karena lintas usia, jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, maka kesempatan belajar bahasa Arab bagi masyarakat awam pun kian terbuka lebar.

Animo masyarakat untuk belajar bahasa Arab membuat pencetus BISA meneruskan pembelajaran bahasa Arab ini untuk angkatan kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Sedangkan per 2019 ini ada kurang lebih 37 angkatan yang telah menjadi alumni BISA melalui kuliah online. Dimana, para peserta dan pengajarnya tidak berada pada satu ruang dan waktu yang sama. Namun melalui inovasi pembelajaran bahasa arab yang terintegrasi, belajar bahasa Arab kini bukanlah momok yang menakutkan untuk ditaklukkan.

Adapun visi dari Yayasan BISA ialah, "Menjadi lembaga pendidikan dan dakwah Islam terdepan dalam mewujudkan generasi Islam berilmu dan beramal". Sedangkan misi yang ingin diraih oleh Yayasan BISA di antaranya, menyelenggarakan kegiatan Belajar Islam dan Bahasa Arab tanpa batasan waktu, usia, pekerjaan, dan jarak. Memasyarakatkan bahasa Arab di Indonesia untuk #IndonesiaMelekBahasaArab. Mendorong terwujudnya pendidikan Islam berkelanjutan yang tidak terbatas pada usia sekolah (SD-SMA) serta Kuliah (S1-S3) melalui pendidikan Islam berkelanjutan sesuai prinsip "Dari buaian hingga liang lahat" tanpa melihat latar belakang profesi. Serta mendakwahkan pokok aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits.

Metode BISA yang digunakan dalam pembelajarannya sengaja menggunakan kurikulum dan silabus yang disusun sedemikian rupa, sehingga sesuai untuk seluruh tingkatan pemahaman dan profesi. Terdapat pula beberapa syarat khusus sebelum mendaftar program ini. Yakni kemampuan membaca Al-Qur'an dengan hafalan minimal surat-surat pendek dalam Al-Qur'an. Ada beberapa program dari KULIAH BISA atau kelas online yang berlangsung selama 2 bulan dengan 8 kali pertemuan. Sedangkan, media yang digunakan untuk mendukung pembelajaran intensifnya ialah melalui grup Whatsapp. Waktu pelaksanaannya ialah masing-masing 90 menit yang dilaksanakan setiap minggu sore sekitar pukul 16.00 -- 17.30 WIB.

Lantas, apa saja yang dipelajari dalam program KULIAH BISA? Berikut adalah beberapa kurikulum pembelajaran yang disediakan oleh Yayasan BISA seperti halnya Belajar Ilmu Sharf (BISA), belajar Ilmu Nahwu (BINA), Nahwu Dengan Ilmu Akidah (NIKAH), Just One Day One Hadith (JODOH), dan Percakapan Bahasa Arab HIWARI. Semua fasilitas serta ilmu ini bisa didapatkan secara keseluruhan maupun salah satunya saja dengan program yang berbeda. Adapun selain program-program tersebut, ada juga program tahsin, tahfidz, dan lain sebagainya.

Selain itu per 2016 yang lalu, lembaga pembelajaran bahasa arab BISA juga menyediakan kelas offline atau tatap muka, yakni BLC (BISA Learning Centre) dan Pesantren Kosan (Pesantren Mahasiswa/I UI dan sekitarnya). Pada dasarnya, seluruh program pembelajaran bahasa Arab dan Al-Qur'an yang dirancang oleh lembaga BISA ini cocok untuk usia dewasa, para orang tua, remaja, bahkan anak-anak. Selain itu, terdapat cabang-cabang Yayasan BISA yang telah hadir di 19 kota se-Indonesia.

Untuk pengajarnya sendiri, Yayasan BISA mengadopsi sistem MLM (Multi Level Mudarris), dimana para alumnus program BISA sebelumnya bisa menjadi musyrif/ah (pembimbing) untuk angkatan selanjutnya. Dengan menerapkan sistem tersebut, maka Yayasan BISA sendiri dapat menampung kuota peserta yang lebih banyak pada setiap angkatannya. Sehingga, semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya pembelajaran bahasa Arab di era revolusi industri 4.0 ini.

Pentingnya mempelajari bahasa Arab ialah karena bahasa arab adalah kunci untuk memahami agama Islam dengan sempurna. Yayasan BISA hadir sebagai salah satu solusi bagi para generasi milenial yang hendak belajar bahasa Arab, namun tidak bisa masuk lembaga pesantren untuk mengikuti pembelajaran intensif. Namun dengan menggunakan metode BISA, para peserta memiliki kesempatan yang sama untuk belajar bahasa Arab seperti santri di pesantren pada umumnya. Karena kurikulum maupun kitab-kitab yang dikaji dan dipelajari dalam program BISA turut mengadopsi dari pesantren yang dikemas secara modern sehingga menarik minat generasi milenial untuk bersemangat dalam belajar Bahasa Arab.

Dengan demikian, masalah generasi milenial untuk belajar bahasa Arab kian dipermudah dengan adanya sistem yang terintegrasi secara online. Maka, harapannya tidak ada lagi alasan bagi para pembelajar bahasa Arab yang mengatakan bahwa belajar bahasa Arab itu susah. Sebenarnya, hanyalah kemauan diri untuk terus berproses dan berprogres yang harus senantiasa diperbaharui dan dipraktekkan dalam pembicaraan sehari-hari.

Tantangan pembelajaran bahasa Arab di era revolusi industri 4.0 terjawab dengan adanya sistem yang terintegrasi serta kurikulum dan silabus yang sangat mudah dipahami untuk kalangan orang awam, yang bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan non formal di pesantren.

NB : Artikel ini telah menjadi juara dua dalam lomba menulis yang diadakan oleh ITHLA DPW III Jawa Tengah pada tahun 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun