Mohon tunggu...
Risma Ariesta
Risma Ariesta Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Arab IAIN Salatiga

Tertarik dengan penelitian terkait bahasa dan sastra. Senang menulis cerita mulai dari pengalaman nyata, sampai imajinasi di kepala.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Metode BISA sebagai Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di Era Revolusi Industri 4.0

1 September 2020   09:39 Diperbarui: 1 September 2020   09:27 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun jika dilihat dari sisi geografisnya, terdapat beberapa teori masuknya Islam ke nusantara. Seperti halnya Teori Gujarat yang dikemukakan oleh Snouck Hurgonje dan J. Pijnapel, Teori Persia yang dikemukakan oleh Hossein Djajadiningrat, serta Teori Arab atau Teori Mekkah yang diyakini berasal dari Arab langsung, yakni Mekkah dan Madinah. Semua itu tentu saja turut mendukung perkembangan bahasa Arab secara lebih luas di nusantara.

Dualisme Bahasa Arab

Dalam perkembangan Bahasa Arab dari waktu ke waktu, muncullah dua jenis bahasa, yakni fusha dan 'amiyyah yang lazim digunakan oleh kalangan bangsa-bangsa Arab atau para penuntut ilmu yang mempelajari bahasa Arab. Bahasa Arab fusha merupakan bahasa formal yang digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi maupun untuk kodifikasi karya-karya puisi, prosa, dan pemikiran intelektual. Dalam hal ini, penggunaan kaidah-kaidah baku secara internasional dijadikan sebagai aturan standard dalam bahasa Arab fusha. Dari sanalah, orisinalitas bahasa pun terjaga hingga sekarang.

Sedangkan penggunaan bahasa Arab 'amiyyah biasanya digunakan untuk komunikasi sehari-hari yang berkembang pesat di masyarakat umum menengah ke bawah. Selain itu, bahasa 'amiyyah juga cenderung memiliki kaidah tidak baku secara internasional. Maka dari itu, sebagian besar masyarakat Indonesia menamainya dengan bahasa pasaran karena dinilai "menyalahi" kaidah yang berlaku. Namun di kalangan linguis modern, bahasa Arab 'amiyyah ini diberikan sejumlah nama seperti: al-lughat al-'amiyyah, al-syakl al-lughawi al-darij, al-lahjat al-sya'i'ah, al-lughat al-mahkiyyah, al-lahjat al-'amiyyah, al-Arabiyyah al-'amiyyah, al-lughat aldarijah, al-kalam al-darij, al-kalam al-'alami, dan lughat al-sya'b.

Beberapa hal yang membedakan antara bahasa Arab fusha dengan bahasa Arab 'amiyyah di antaranya, bahasa Arab fusha tidak memiliki keterkaitan dengan kedaerahan maupun kabilah tertentu. Sedangkan, ciri mendasar bahasa 'amiyyah justru menonjolkan pada sisi kedaerahan. Seperti halnya bahasa 'amiyyah yang berkembang di Mesir, tidak sama dengan yang ada di Irak, Yaman, Sudan, dan lain sebagainya. Selain itu, bahasa fusha memiliki derajat yang lebih tinggi daripada dialek 'amiyyah yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini terbukti karena bahasa fusha biasanya diucapkan oleh kalangan terhormat, berpendidikan, dan berbakat. Bahkan kitab suci Al-Qur'an serta hadist Nabi Muhammad SAW hanya menggunakan bahasa Arab fusha.

Kemunculan bahasa Arab fusha disinyalir karena adanya pertemuan dan interaksi antar anggota kabilah-kabilah Arab melalui perjalanan, perdagangan, maupun festival seni dan sastra yang kemudian memunculkan sebuah lingua franca, yakni bahasa pergaulan bersama (al-lughat almusytarakah). Berangkat dari hal tersebut, lingua franca dijadikan sebagai media komunikasi bersama yang bertujuan untuk menilai kualitas karya para sastrawan yang ada saat itu. Adapun proses terbentuknya lingua franca ini ditengarai oleh dominasi dialek Quraisy terhadap dialek-dialek lain yang terjadi sejak zaman pra-Islam. Dialek Quraisy menjadi bahasa sastra lintas kabilah karena dinilai lebih tinggi dari dialek-dialek lain. Oleh karena itu, sebagian besar dialek dalam Al-Qur'an menggunakan dialek Quraisy, dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah yang terakhir pun berasal dari suku Quraisy.

Selain itu, dominasi dialek Quraisy pada zaman pra Islam juga terjadi karena Mekkah sebagai tempat tinggal kabilah Quraisy, merupakan pusat ibadah haji yang disakralkan pada waktu itu. Bahkan ketika Islam datang, Allah SWT menurunkan Al-Qur'an dalam bahasa bersama yang bertujuan untuk dimengerti oleh seluruh kabilah. Dominasi dialek Quraisy dalam Al-Qur'an didasarkan pada kesepakatan para linguis, seta sebuah hadits Nabi yang mengatakan bahwa jika terdapat perbedaan pendapat mengenai wahyu (ayat Al-Qur'an) yang hendak ditulis, maka hendaknya ditulis mengunakan dialek Quraisy. Karena menurut Rasul, Al-Qur'an ditulis dengan bahasa ini. Namun demikian, ternyata dalam Al-Qur'an sendiri terdapat berbagai dialek dari kabilah-kabilah lain seperti Hudzail, Tamim, Hamir, Jurhum, Midzhaj, Khaz'am, Qais Aylan, Balharits bin Ka'b, Kindah, Lakhm, Judzam, 'Aus, dan Khazraj Thayyi. Bahkan ada yang mengatakan bahwa di dalam Al-Qur'an, setidaknya terdapat lima puluh dialek.

Lantas seiring berjalannya waktu, mulai timbul sejumlah permasalahan dari masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Quraisy. Yakni, tidak seluruh masyarakat memiliki kesiapan serta kemampuan untuk mempelajari Al-Qur'an dalam dialek Quraisy secara baik dan benar. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya beberapa kesalahan serta penyimpangan bahasa ketika masyarakat menggunakan bahasa Arab fusha. Adapun istilah untuk praktik kesalahan dan penyimpangan berbahasa itu disebut dengan lahn.

Awal kemunculan istilah lahn dimulai setelah kedatangan Islam dan setelah bahasa Quraisy ditetapkan sebagai bahasa baku untuk Al-Qur'an. Diceritakan pula, pelaku lahn pertama kali pernah ditegur oleh Nabi Muhamad SAW. Namun praktik lahn bukannya berhenti sampai di situ, melainkan justru makin tak terelakkan. Penyimpangan dan pencampuradukan bahasa oleh masyarakat Arab kian banyak dilakukan setelah penaklukan ke luar jazirah Arab seperti halnya Romawi dan Persia. Berangkat dari hal tersebut, maka lahirlah bahasa 'amiyyah di tengah masyarakat Arab yang sampai hari ini masih dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari orang Arab.

Urgensi Pembelajaran Bahasa Arab di Era Revolusi Industri 4.0

Bahasa Arab merupakan bahasa internasional yang jumlah penuturnya kini telah mencapai sekitar 422 juta jiwa di seluruh dunia. Sebagian besarnya tentu saja berasal dari wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara. Di sisi lain, urgensi pembelajaran bahasa Arab dibutuhkan oleh 1.5 milyar umat Islam di muka bumi ini guna menjalankan ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah yang menggunakan bahasa Arab. Bahkan, PBB melalui UNESCO menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa kerja resmi PBB pada 18 Desember 1973 yang lalu. Pada tahun 2010, UNESCO menetapkan tanggal 18 Desember sebagai World Arabic Language Day (al-Yaum al-'alami li al-Lughah al-'Arabiyah), atau Hari Bahasa Arab se-Dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun