Jabatan? Bukan idaman saya tuh....hehehe
Maaf, saya itu orangnya lumayan anti mainstream. Mungkin karena sejak kecil dibiasakan memiliki gaya saya sendiri. Harapan sosial itu penting tetapi bukan tujuan. Karena bahagia itu letaknya ada dalam diri sendiri bukan pada semata pendapat umum.
Mungkin juga karena saya introvert ya...cukup berenergi dengan mengolah diri saya sendiri dan tidak harus selalu mengambilnya dari pengakuan orang atau  lingkungan di luar saya.Â
Para motivator kebanyakan  akan mengatakan bahwa anda harus menjadi luar biasa. Jangan jadi biasa-biasa saja. Setelah jadi kuli, naikklah jadi mandor, setelah jadi mandor naikklah jadi kontraktor.Â
Atau jangan jadi guru BK terus, jadilah koordinator BK. Setelah itu jadilah Wakil kepala Sekolah, lanjut jadi Kepala sekolah. Belum puas? Jadilah Pengawas Sekolah. Â Syukur-syukur jadilah kepala Dinas.Â
Ya  monggo-monggo saja bagi yang berminat. Kalau saya lebih suka menikmati dan fokus pada posisi pekerjaan saya sekarang ini. Saya pikir itu sebuah pilihan bebas. Kalau jabatan akan membuat saya terlalu super sibuk kuadrat sehingga tidak punya lagi waktu untuk hobi apalagi keluarga atau malah kehilangan jati diri saya. Mendingan nggak usah. Itu kata saya. Terserah apa kata anda.Â
Mungkin juga karena kultur saya Guru. Budaya kerja di sekolah pasti berbeda dengan anda yang bekerja di perusahaan. Saat anda menyandang profesi sebagai Guru, hari itu juga anda sudah punya jabatan. Yakni jabatan fungsional.
Memang tidak dilihat secara posisi tinggi rendah dalam struktur organisasi, Tetapi lebih kepada fungsinya, yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas pokok dalam organisasi. Jadinya...sudah punya jabatan kan...?
Tetapi pastinya yang dimaksud jabatan bagi banyak orang itu adalah posisi-posisi tertentu yang menunjukkan status atau strata sosial yang lebih tinggi. Baik di lingkungan pekerjaan atau bisa jadi di  masyarakat.Â
Saya bukan alergi jabatan. Tetapi bagi saya jabatan itu amanah. Itu pemberian atas dasar kepercayaan, bukan sesuatu yang harus dikejar.Â