Pengalaman saya bukan hanya soal keponakan. Bagian teras depan tempat kami lumayan luas. Sehingga kami sewakan ke orang lain untuk usaha rental motor. Penyewa dan penjaga rental adalah sekumpulan anak-anak mahasiswa. Tetapi sayangnya luar biasa joroknya. Tumpukan sampah dibuang begitu saja di bawah pohon.
Satu kali saya pernah membongkar tumpukan tanah dan daun di situ, ternyata isinya tumpukan bermacam-macam. Mulai dari sampah kecil seperti wadah sisa pasta gigi, plastik minuman sachet, kertas-kertas dan plastik kresek sampai ada celana pendek kumal tumpuk brek di disitu.
Saya terus-terusan jadi heran. Mengapa orang-orang muda ini, bersekolah sampai tinggi-tinggi tetapi tidak berinisiatif membentuk sebuah kebiasaan baik. Peduli kebersihan lingkungan kan hal sederhana.
Begitupun keponakan dengan teman-temannya. Terkadang ketika Natal atau tahun baru kumpul-kumpul, banyak mahasiswa duduk di teras belakang. Saya pun tidak keberatan. Â
Sayangnya di pagi hari hasilnya sampah di halaman berserakan di mana-mana. Dus makanan, bungkus permen, botol plastik. Padahal saya menyediakan ember besar untuk tong sampah. Kok tidak kelihatan ya?
Sekali lagi. Kalau keluar kata-kata instruksi untuk membersihkan barulah semua akan bergerak. Tetapi kalau tidak ya malahan....nggak bakalan dikerjakan. Yang ada selesai kumpul-kumpul pulang ke kos masing-masing dengan "tanpa beban". Ini lho yang saya sebut mental pesuruh.Â
Ada lagi masalah pulang kelewat malam, atau hari-hari kongkow di rumah saya sampai lewat waktu yang wajar (laki-laki dan perempuan lho ya). Jika dibiarkan sungguh tidak akan ada perubahan. Ya... semaunya sendiri.Â
Akhirnya satu kali saya tegur keras. Kalau mau bebas silakan kos atau kontrak sendiri. Terpaksa, tetapi hasilnya manjur. Nggak ada kongkow-kongkow di rumah sampai dini hari.
Ternyata ketika curhat ke salah satu teman guru, ceritanya pun tak jauh berbeda. Anak-anaknya di rumah meskipun sudah mahasiswa, apa-apa mesti disuruh untuk sekedar membantu pekerjaan rumah. Kalau tidak ya cuek saja.Â
Ini belum lagi oknum mahasiswa yang bergaya pergaulan bebas, di banyak kos-kosan yang saat ini sangat minim pengawasan dari pemiliknya.
Persoalan-persoalan tadi membuat saya berpikir-pikir. Ternyata Pendidikan Tinggi tidak semerta-merta identik dengan berkarakter atau berkebiasaan baik. Saya bicara mahasiswa lho, bukan lagi anak-anak atau siswa saya yang remaja.