"Ah, jadi nggak semangat belajar Bu...soalnya jamnya sering kosong. Nggak pernah dijelaskan. Tetapi disuruh mengerjakan tugas terus".
Segala macam pertanyaan atau pernyataan yang seringkali menguji kesabaran, juga terkadang menggelitik hati, bahkan mengusik nurani.Â
Generasi zaman sekarang, jika usianya setingkat SMP sampai SLTA, sepertinya bukan lagi masuk generasi milienial. Melainkan mungkin sudah generasi Z, generasi alpha atau apalah, intinya mereka generasi baru, yang juga besar dengan fasilitas dan cara pikir milenial.Â
Sebagai guru atau pendidik dalam arti luas yakni orang tua, seringkali kita kewalahan menghadapi cara bepikirnya yang kritis. Selalu mempertanyakan segala sesuatu, bahkan menantang cara pikir orang yang lebih dewasa.
Sebenarnya juga kita tak perlu kaget. Mungkin banyak juga andil kita membentuk itu. Makanan mereka sehari-hari serta teknologi informasi. Dan coba ingat-ingat kita pernah "kasih makan" apa lagi mereka ini? Hehehe...
Menanggapi sikap kritis siswa masa kini, tentunya tidak dapat lagi dengan melayangkan penghapus kayu di langit-langit kelas. Seperti zaman saya dahulu. Atau selalu dengan kata-kata sakti "Pokoknya..!", jangan-jangan yang terjadi kita malah dimusuhi.Â
Saya pribadi beranggapan jika siswa berani bersikap dan berkata kritis menandakan kalau dia nyaman. Atau mungkin ada hal yang memang perlu dibenahi. Tetapi intinya mereka berani mengatakan apa adanya tanpa ada rasa terintimidasi. Bukankah itu yang namanya merdeka belajar?
Mengajak siswa bersikap kritis dan apa adanya kadang bukan hal mudah. Menawarkan berpendapat di kelas atau tawaran untuk menanggapi materi atau permasalahan yang disajikan, seringkali menjadi monopoli beberapa orang saja. Selebihnya memilih pasif.Â
Sebagai guru, saya merasa perlu mendorong siswa untuk berani memberikan pendapat pribadinya atau hasil pemikirannya. Berikan kesempatan kepada semua anak, kalau perlu satu persatu, terutama mereka yang "jarang tampil".
Sikap kritis siswa perlu saya hargai, jangan ditekan tetapi perlu diberi arahan. Siswa senang kalau diberikan alasan logis. Jika ditampilkan fakta-fakta atau teori yang ilmiah. Bahkan pengalaman pibadi guru atau orang lain yang nyata tetapi bermakna.Â
Mereka sudah tak mempan diberi kata "Pokoknya...!", kalau saja begitu, di hadapan kita sekilas mereka melakukan apa yang kita inginkan. Tetapi "di belakang" mereka melakukan pemberontakan.Â