Saya  kenal seseorang yang mengesankan. Sebutlah Pak Metmet (sengaja bukan nama asli). Mantan karyawan di  tempat saya bekerja. Kebiasaan saya mendekati Pak Metmet bukanlah tanpa ada maunya. Biasanya soal pengajuan pinjaman (hehe) yang selalu beliau layani dengan sebaik dan seramah mungkin.Â
Sering-sering juga  pertanyaan humor yang ringan terlontar ketika wajah saya muncul di balik pintu ruang kerjanya  dengan sedkit cengar-cengir. Secepat sapaannya saya selalu yakin, dia tahu apa yang saya mau ....  hmmm....
Posisi beliau memang teramat penting. Sederet urusan soal gaji pegawai yang menjamin mengebulnya asap dapur  kami sehari-hari, sampai layanan pendukung  dalam  mengakses hutang di Bank,  yang sejujurnya jadi salah satu pilar yang menopang kehidupan sebagian pegawai negeri semacam saya ini.Â
 Tinggal relatif dekat dari gubuk kecil saya. Karena searah,  bukan sengaja jika hampir  setiap pulang kerja beliau dan sepeda motornya selalu lewat di jalan depan rumah kami. Ada saja yang selalu dia perhatikan dan hal itu menjadi bahan obrolan renyah ketika bertemu saya keesokan harinya. Memasuki masa purna tugas sebagai ASN beberapa waktu yang lalu,  sosoknya menjadi sangat jarang saya temui. Tetapi setiap candaan, obrolan, dan keramahan beliau tersimpan rapi dalam memori saya.
Apa sih yang menarik dari sosoknya selain yang telah saya ceritakan? Penampilan luar Pak Metmet : bercelana cingkrang, atau beberapa dari  teman mengatakan dengan istilah bahasa  Jawa  congklang atau katok congklang, disingkat KC (terjemahan : celana panjang menggantung di atas mata kaki). Jidatnya kehitaman , dan jenggotnya menjuntai.Â
Saya dua kali hadir sebagai undangan dalam resepsi pernikahan dua orang putri beliau. Cukup unik dan tak begitu lazim karena antara undangan  laki-laki dan perempuan dipisahkan tempatnya. Tiba bersamaan di meja penerima tamu untuk mengisi buku tamu, setelah itu saya dan suami berpisah. Tempat jamuan makan di resepsi itu dibedakan  antara laki-laki dan perempuan.Â
Sehingga ketika saatnya ingin pulang, saya urungkan niat untuk  masuk mencari suami di tempat jamuan para lelaki. Saya terpaksa menghubungi suami lewat handphone, hanya untuk mengatakan ayo kita pulang. Hahaha sungguh pengalaman luar bisa unik bagi saya.Â
Saya banyak heran, mengapa sosok penampilan luar dan gaya macam Pak Metmet ini kerap dikait-kaitkan dengan kelompok radikal atau kaum ekstrem, yang katanya suka membuat teror. Â Saya berbeda agama dan keyakinan dengan beliau, bergaul selama kurang lebih 10 tahun, dan hampir 30 tahun beliau mengabdikan dirinya di lembaga kami.Â
Saya sama sekali tidak pernah melihat atau merasakan bentuk gangguan apapun yang ia timbulkan. Selain seorang pribadi yang penuh keramahan  dan pelayanan seperti yang saya ceritakan sebelumnya.Â
Cukup ramai tanggapan publik terhadap pernyataan menteri agama Kabinet Indonesia Maju yang baru. Yang terhormat Bapak Fachrul Razi. Baru kemarin ulasannya saya saksikan dalam siaran di sebuah televisi swasta.Â
Saya tidak ingin menyimpulkan bahwa beliau hendak  menyenggol kaum yang dianggap radikal dengan menghimbau ASN untuk tidak pakai celana cingkrang dan cadar.Â