Hallo teman-teman, sebelum menulis, izinkan saya memperkenalkan diri. Saya Risky Astya Rini mahasiswi program studi ilmu komunikasi di Universitas Ahmad Dahlan. Salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Di tulisan kali ini saya akan membahas tentang film The Social Dilemma dan tentang media sosial, baik dari sudut pandang, potensi, maupun kekurangan.
Media sosial menjadi salah satu platform digital yang sangat populer di berbagai kalangan masyarakat dunia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Mudahnya akses internet, dan perkembangan teknologi yang melahirkan perangkat canggih membuat masyarakat sangat mudah mengakses berbagai konten di media sosial. Namun sebenarnya, media sosial bagaikan pisau bermata dua yang juga memiliki sisi positif dan sisi negatif.
The Social Dilemma merupakan film dokumenter yang dibumbui dengan sedikit drama. Film ini menampilkan berbagai orang penting yang pernah bekerja di perusahaan internet besar seperti Google, Facebook, Pinterest, Instagram, dan lainnya. dalam film ini mereka yang pernah bekerja di perusahaan internet mengungkapkan semua sisi gelap dari media sosial. Film ini juga bercerita efek dari beberapa perusahaan yang bergerak di bidang internet terutama media sosial akan pengaruhnya terhadap publik. orang-orang dibalik layar ini juga menyampaikan bagaimana media sosial bekerja sebenarnya. Bahkan, cara kerja media sosial saat ini membuat orang-orang yang membuatnya pun khawatir.Â
Karena dampak berkepanjangan yang terjadi dari penggunaan platform ini bisa merugikan banyak orang.
Penggambaran sisi buruk media sosial yang disampaikan oleh para pembuat platform ini seakan membuka mata kita bahwa internet dan media sosial memang tempat yang menyeramkan. Hal-hal yang ditampilkan banyak orang hanyalah permukaan saja, tanpa kita tahu apa yang terjadi dibaliknya. Media sosial memang bisa menjadi hiburan yang murah bagi masyarakat. Namun, penggunaanya harus tetap dibatasi dan diwaspadai karena berbagai hal negatif bisa saja merugikan.
Mereka yang dahulu bekerja di perusahaan-perusahaan media sosial mengungkapkan bagaimana data pengguna bisa dipakai untuk membuat sebuah model yang memprediksi aktivitas pengguna. Selain itu juga bagaimana perusahaan memaksimalkan perhatian pengguna agar menjadi profit dari periklanan dan menelusuri teknik manipulasi yang dipakai perusahaan media sosial untuk mencandu para pengguna. Menyentuh pada kenyataan bahwa kegiatan pengguna pada platform online itu diawasi, diukur, dicatat, dilihat, dan direkam. Perusahaan kemudia mengolah informasi ini untuk meningkatkan engagement, pertumbuhan, dan keuntungan iklan.
Film ini menyuguhkan realitas dari kehidupan masyarakat yang diperbudak dan dikendalikan oleh media sosial. Manusia sering mengabaikan potensi bencana yang mampu ditimbulkan media sosial. Potret mengenai masalah kesehatan mental, isu kapitalisme, perang budaya, hingga polarisasi politik merupakan efek nyata dari salahnya penggunaan media sosial. Film ini mengumpamakan manusia dalam menilai relitas dan virtualitas tidak ada kesepakatan dan kesepahaman tentang apa yang disebut sebagai kebenaran. Ini menjadi salah satu pemicu masifnya perkembangan berita palsu yang bahkan dapat menghancurkan populasi negara lain. Â
Media sosial menciptakan standar kehidupan yang tidak realistis. Saat membagikan konten di media sosial, beberapa orang akan mengunggah foto terbaik mereka untuk menciptakan impresi yang bagus. Ketika bermain media sosial, kita merasa terkoneksi dengan semua orang di internet. Seolah kita bisa menjangkau jrak yang sangat luas dalam waktu yang singkat. Akan tetapi, sisi lain dari hal ini adalah kita jadi punya standar kehidupan yang tidak realistis.
Pola opini publik yang meningkat dalam berbagai topik termasuk politik. Dampak lain yang dirasakan adalah adanya polarisasi opini di tengah publik. hal ini bisa kita lihat sendiri saat suasana menjelang pilkada atau pilpres di Indonesia. Kedua belah pihak calon akan menyuarakan opini masing-masing secara lantang. Secara tidak langsung, ada pihak-pihak yang mencoba menyerang atau melukai kelompok yang mempunyai pandangan yang berbeda. Hal ini membuat kita tidak punya kebebasan beropini di media sosial. Namun, yang perlu kita ketahui adalah bagaimana sistem algoritma di media sosial itu bekerja. Setiap klik yang kita buat akan mengarah kepada tontonan atau bacaan tertentu. Semakin tinggi intensitas kita mengkonsumsi sebuah konten, aka rekomendasi konten serupa juga akan terus dihadirkan. Inilah yang membuat danya polarisasi opini publik di media sosial.
Secara tidak sengaja kita telah dijebak untuk berlama-lama di media sosial yang sedang kita kases. Tanpa kita sadari, waktu kita lebih banyak terbuang percuma untuk hal-hal yang kalau kita tidak tahu pun, tidak akan merugikan atau berpengaruh besar dalam hidup kita. Bahkan kita secara tidak sadar jika sudah mengakses media sosial menjadi lupa dengan waktu.
Tanpa kita sadari, kita adalah produk yang dijual dan semua aktivitas kita dipantau. Saat kita scroll dan klik apapun di media sosial dan Google, maka mesin akan mempelajari perilaku kita. Semakin kita berlama-lama dengan media sosial, maka semakin banyak yang bisa dipelajari dari diri kita. Media sosial tahu konten dan apapun itu yang kita suka. Mereka tahu barang apa yang sedang kita cari dan yang akan kita beli. Mereka tahu kafe atau tempat wisata mana yang sedang kita cari. Data inilah yang dipakai untuk mempersonalisasikan konten yang muncul di akun media sosial kita dan juga jenis iklan yang muncul di situs web yang kita buka.