"Ayahmu tidak salah, memang belajar di luar negeri sana bakal lebih bagus, kau akan bertemu dengan orang yang hebat, jenius" aku menjawab tenang.
"Tapi aku tidak lagi melihatmu, aku tidak bisa menasihatimu lagi" aku tertawa pelan mendengarkan ucapannya barusan.
"Sekarang sudah canggih, bisa telpon, handphonemu juga pasti lebih bagus dariku"
Entah kenapa dia mengatakannya sekarang, lihatlah matahari sedang cantik-cantiknya, Mentari senja menyentuh wajahku, angin sore menggelitik rambutku. Indah.
"Berarti kamu mengiyakan tawaranku?" wajahnya tiba tiba kembali ceria.
 Aku mengerti maksudnya, disaat aku mengatakan bisa telponan, tandanya aku bersedia menjadi pacarnya.
"Ya" jawabku pendek.
"Hahahahaha, terimakasih"
Setelah ucapannya itu, kami berdua diam sibuk menikmati senja saat itu, indah sekali melihat dari atas sini.
Sepuluh menit menikmati pemandangan, dia memecah lamunanku.
 "Tenang saja, walau aku tidak berada disisimu untuk menemanimu, aku akan selalu ada di setiap keluh kesahmu" jawabnya manis.