Logika pertama kali ditemukan oleh seorang filsuf yunani, Aristoteles, yang mendapat gelar dengan sebutan Guru Pertama. Aristoteles lahir pada tahun (384-322 SM) di Stagria, sebelah timur Makedonia. Kota Aristoteles biasa disebut 'stagri'. Nama ayahnya adalah Nikomaxia. Menurut sejarah ayah dari seorang filsuf berdarah yunani ini selain sorang tabib dari keluarga Asklepiades, dia juga adalah seorang ilmuan yang menulis dua buah karya buku, yang berjudul farmakologi dan fisika.
Menilik historis sejarah kaum muslimin menetapkan bahwa jumlah karya Aristoteles yang masuk ke dunia Islam sekitar 36 buah. Dari karya-karya tersebut kaum muslimin mencoba mengelompokannya menjadi empat bagian, yaitu logika, fisika, ketuhanan, dan etika.
Sebagai filsuf yang tersohor di bidang logika, Aristoteles memiliki beberapa buku yang memuat penjelasan logika, yang dimana oleh para pemikir Yunani menyebut buku-buku tentang logika yang ditulis oleh Aristoteles dengan sebutan Organon.
Kata Organon sendiri bermakna "alat". Dikatakan sebagai "alat", karena buku-buku yang di tulis Aristoteles merupakan alat yang sangat diperlukan dan dibutuhkan oleh setiap cabang ilmu lainnya. Hal ini dikarenakan buku-buku tersebut berisi aturan-aturan yang menjamin pikiran terlindungi dari kesalahan dan memperoleh kebenaran.
Kata Organon adalah sebutan atas ke-enam buku logika Aristoteles. Menurut historis sejarah, buku-buku tersebut ditulis oleh murid-muridnya. Diantara buku-buku tersebut ialah: Categories, De Interpretatione, Prior analytic, Posterior analytics, Topics, dan De Sophisticis Elenchis.
Dari ke-enam buku-buku yang membahas persoalan logika tersebut, kemudian oleh para pemikir Islam menerjemahkannya. Melihat kondisi atau historis sejarah, diperkirakan penerjemahan terjadi pada logika Aristoteles oleh para pemikir Islam karena banyaknya perdebatan yang terjadi pada persoalan-persoalan keagamaan antara kaum muslimin dengan pihak Yahudi dan Masehi. Karena minimnya daya kritis dan daya analisis yang mendalam dalam sistem berpikir umat muslim saat itu, sehinga kebutuh mereka pada filsafat Yunani sangat diperlukan---Karena pada saat itu Yunani sangat terkenal dengan Filsafatnya. Penyebab dari dibutuhkannya mempelajari logika Yunani ialah agar dalil-dalil dan pengurutan suatu proposisi bisa di susun dengan baik dan benar, sehingga hal itu dapat mengimbangi lawan yang juga memakai atau mengonsumsi Filsafat Yunani.
Selain dari faktor di atas, faktor lain yang kemudian membuat logika Yunani diterjemahkan ke dalam dunia Islam ialah karena ada kaitannya dengan kepercayaan dan pemikiran Iran yang masuk pada kaum Muslimin. Dimana orang-orang Iran dalam memperkuat kepercayaannya mereka memakai ilmu berpikir yang didasari pada filsafat Yunani. Menurut riwayat sejarah tokoh yang kemudian pertama kali menerjemahkan logika Yunani ke dalam dunia Islam ialah al-Muqaffa', yang didasari atas perintah al-Mansur. Diantara kemudian buku-buku yang diterjemahkan oleh al-Muqaffa' ialah: Categories, De Interpretatione, dan Prior analytic.
Terjemahan Logika Aristoteles
Sebagai sebuah diskursus keilmuan yang diterjemahkan dari Yunani ke dunia Islam, tentunya akan terdapat tokoh-tokoh yang kemudian memiliki peran besar dalam menerjemahkan logika Yunani ke dalam dunia Islam. Berikut adalah buku-buku logika Yunani karya Aristoteles yang diterjemahkan ke dalam dunia Islam:
1.Categories
Buku ini yang dalam dunia Islam diterjemahkan menjadi al-Maqulat. Dimana buku ini berisi sepuluh macam predikat (keterangan). Berikut adalah tokoh yang kemudian ada dibalik penerjamahan buku karya Aristoteles ini ialah Ishaq bin Hunein/Hunain bin Ishaq, yang kemudian dilanjutkan oleh Yahya bin Adiy---dengan adanya ulasan-ulasan dari Iskandar Aphrodisios. Selain adanya komentar dari Iskandar, juga ada komentar yang ditulis oleh Al-Farabi tentang Maqulat, dan Ibnu Sina menulis komentar tentang tujuan maqulat.
2.De Interpretatione (Tafsiran-tafsiran)