Lingkungan dapat diartikan sebagai kesatuan yang mencakup segala sesuatu pada permukaan bumi dan langit, sebab air, tanah, udara, energy surya, mineral dan flora fauna merupakan aspek lingkungan.Â
Oleh karena itu hubungan manusia dengan lingkungan tidak dapat terpisahkan hingga topiknya tidak pernah selesai untuk diperbincangkan, menurut John Bellamy Foster dalam bukunya "MARK'S ECOLOGY MATERIALISM AND NATURE" menerangkan bahwa "Pertanyaan mengenai alam adalah pertanyaan yang sangat krusial dalam konjungtur perkembangan kapitalisme sekarang.Â
Perubahan iklim, maraknya bencana alam, hingga krisis lingkungan adalah sekelumit dari barisan permasalahan peradaban kontemporer yang sangat lekat dengan problem hubungan antara manusia dengan alam yang membutuhkan penjelasan marxis yang spesifik atasnya."Â
Dari argumen tersebut bila kita bersama lihat pada kehidupan nyata memang benar adanya bawasannya sudah sangat banyak dijumpai problem mengenai lingkungan atau disebut juga ekologi, demikian pula di Indonesia kita diperhadapkan dengan sekelumit perspektif bahwa upaya pelestarian dalam hal ini  konservasi mesti dilakukan pada lingkungan walaupun sebenarnya itu penting dan terindikasi bukan hal menguntungkan bagi masyarakat sekitar.
Pembahasan mengenai lingkungann telah dibahas deseluruh dunia dengan topik global warming bahkan kita sendiri tidak tahu bahwa selain global warming ada local warming mesti dipahami terlebih dahulu yakni ada konflik internal yang melatarbelakngi eksploitasi secara massif, argumen lain perlu kita sadari bahwa hilangnya dari  percakapan  publik akan pentingnya pelestarian tanpa pengrusakan sebelumnya artinya kita mencegah orang sakit sebelum infeksi pada tubuhnya, inilah argumen dasar bahwa upaya pelestarian itu disosialisasikan dan diterapkan sebelum terjadi kerusakan pada lingkungan bukan melakukan eksploitasi secara masif dan maju terdepan sebagai pahlawan aktivis lingkungan dengan upaya menyelamatkan sesuatu yang telah coba dimusnahkan. Maka lingkungan secara langsung dilanggar haknya atas dasar kebijakan pemerintah. Penguasaan lingkungan atas nama pembangunan ekonomi inilah adalah kajian kaum kiri diIndonesia sehingga dalam meningkatkan kemaslahatan umat manusia lewat pengetahuan lingkungan dan pemanfaatannya secara fungsional dan tak berlebihan.
Jangan heran bahwa dalam kurun waktu sejak tsunami Aceh 2004 yang menelan korban Jiwa hingga ... dengan rincian kerugian yang dialami Indonesia berkisar diangka 42,7 triliun rupiah, yang apabila dana sebesar ini digunakan untuk pembangunan infrastruktur diPapua berupa jalan trans Papua dengan rincian 22.719.46 km perawatan jalan serta 224.34 km buat pembangunan jalan baru dan jembatan, sehingga dapat dipastikan secara drastis akan meningkatkan perekonomian masyrakat Papua yang dilintasi jalan sepanjang itu.Â
Tidak sampai disitu bencana alam di Indonesia dating silih berganti terjadi, tercatat  Dalam kurun waktu 15 tahun, dari tahun 1990 hingga 2005, kerusakan hutan di Indonesia mencapai 28 juta hektar, terbesar kedua di dunia setelah Brazil yang mengalami kerusakan hutan 48 juta hektar Indonesia darurat bencana.
Secara tidak sadar bahwa bencana alam adalah hak lingkungan untuk murka terhadap kebijakan yang ada, proyek reklamasi masif dilakukan diseluruh wilayah Indonesia,Â
Beberapa contoh kawasan reklamasi di tanah air antara lain di teluk Jakarta yang menarik perhatian public karena proyek ini mengahabiskan dana triliunan rupiah dan menjadi pemborosan anggara negara, Reklamasi dilaksanakan juga di Pantai Talise Palu, Pantai Kenjeran Surabaya, Pantai Manado, Pantai Lamongan, Pulau Serangan Bali, Pantai Losari Makassar, Pantai Swering Ternate, dan Pantai Marina Semarang.Â
Jika dijumlahkan, ke-14 wilayah air tersebut akan menjadi daratan dengan luas 20.724 hektare atau setara dengan 40 kali lipat Luas hutan mangrove di pesisir pantai kota Kendari, Sulawesi Tenggara kurang lebih 367,5 hektare.Â
Kebakaran hutan di Kalimantan yang mengakibatkan turunnya populasi orang utan sebagai hewan dilindungi, dengang dalih tidak disengaja yang ternyata merupakan ulah perusahan koorporasi untuk perkebunan kelapa sawit, Kebijakan pemerintah lainnya adalah izin pertambangan dengan sangat mudah diperoleh asing, alasan sederhana investasi jangka panjang tanpa memikirkan kerusakan ataupun dampak ekologi yang akan muncul nantinya.
Bila ditelisik lebih jauh lagi dari aspek budaya, problem semacam ini akan menjadi tangisan haru dimana salah satu suku dipedalaman Kalimantan yakni Suku Dayak berkeyakinan bahwa adat telah mengatur bagaimana memanfaatkan kayu di hutan, dan pengambilan kayu dalam jumlah masif, ternyata bertentangan dengan hukum adat Sungai Utik.
Inilah hal paling mendasar yang kemudian mampu menjaga kelestarian hutan mereka, sayur dan ikan selalu ada di Kalimantan pada saat itu dibandingkan fenomena kontradiksi terjadi hari ini harga sembako melambung tinggi membuat masyarakat harus menahan seleranya demi kebelangsungan hidup disbanding pemangku kebijakan dengan lauk paukpun dimanjakan pada meja makan.Â
Kemudian lagi di Papua, sungai yang letaknya di Kabupaten Jaya Wijaya, tepatnya lembah Baliem ini memiliki panjang sekitar 60-80 km dengan lebar kira-kira 15-20 km menjadi sumber penghidupan sejak zaman nenek moyang mereka dan tak pernah mengeluh polusi perusahaan seperti saat ini.Â
Di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara kayu dimanfaatkan untuk membangun rumah tradisional untuk berlindung dan dimanfaatkan tidak berlebihan. Daun serta tumbuhan merambat dijadikan media permainan tradisional laying layang, begitupun daerah lain di Indonesia tidak pernah mengaharapkan lingkungannya dirusak karena budaya dalam kehidupannya telah tertananam sejak dulu dan membekas hingga kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H