Bila ditelisik lebih jauh lagi dari aspek budaya, problem semacam ini akan menjadi tangisan haru dimana salah satu suku dipedalaman Kalimantan yakni Suku Dayak berkeyakinan bahwa adat telah mengatur bagaimana memanfaatkan kayu di hutan, dan pengambilan kayu dalam jumlah masif, ternyata bertentangan dengan hukum adat Sungai Utik.
Inilah hal paling mendasar yang kemudian mampu menjaga kelestarian hutan mereka, sayur dan ikan selalu ada di Kalimantan pada saat itu dibandingkan fenomena kontradiksi terjadi hari ini harga sembako melambung tinggi membuat masyarakat harus menahan seleranya demi kebelangsungan hidup disbanding pemangku kebijakan dengan lauk paukpun dimanjakan pada meja makan.Â
Kemudian lagi di Papua, sungai yang letaknya di Kabupaten Jaya Wijaya, tepatnya lembah Baliem ini memiliki panjang sekitar 60-80 km dengan lebar kira-kira 15-20 km menjadi sumber penghidupan sejak zaman nenek moyang mereka dan tak pernah mengeluh polusi perusahaan seperti saat ini.Â
Di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara kayu dimanfaatkan untuk membangun rumah tradisional untuk berlindung dan dimanfaatkan tidak berlebihan. Daun serta tumbuhan merambat dijadikan media permainan tradisional laying layang, begitupun daerah lain di Indonesia tidak pernah mengaharapkan lingkungannya dirusak karena budaya dalam kehidupannya telah tertananam sejak dulu dan membekas hingga kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H