Mohon tunggu...
Mochamad Riski Wardana
Mochamad Riski Wardana Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Bagong merupakan sapaan akrab dari pria asal Kota Malang ini. Sejak kecil dia tertarik dengan dunia kepenulisan, mulai dari menceritakan kembali cerita apa yang telah dia baca sampai saat ini memututskan untuk membuat artikel opini. Dia tertarik dengan hal hal yang berbau investigasi dan kriminologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Mahasiswa Burjo-is sebagai Penggerak Dinamika Intelektual Bangsa

19 April 2023   15:40 Diperbarui: 13 Agustus 2023   23:09 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam menuntut ilmu, pasti tidaklah cukup apabila hanya mengenyam pendidikan dasar dan juga pendidikan menengah. Seseorang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi apabila ingin memperdalam ilmu yang diminatinya. Seseorang yang menempuh pendidikan pada perguruan tinggi disebut dengan mahasiswa. Dalam penerapannya, kehidupan belajar mengajar antara siswa dan mahasiswa cenderung berbeda. 

Jika siswa akan diingatkan tiap kali belum mengerjakan tugasnya, lain hal dengan mahasiswa. Mahasiswa dituntut untuk mengerjakan segalanya secara mandiri, mulai dari mengerjakan tugas, berkelompok, dan lain lain. Hal itu demikian karena mahasiswa telah memiliki pemikiran yang berkembang sehingga mampu membedakan mana yang baik dan mana pula yang buruk.

Bicara soal pemikiran, mahasiswa tidak lekang dari yang namanya pemikiran kritis. Sebab setiap hari mereka dihadapkan pada teori teori yang membuat pola pikir mereka berkembang. Dari yang awalnya menganggap suatu hal secara umum menjadi memperkirakan keungkinan kemungkinan yang dapat terjadi. Masing masing mahasiswa tentunya memiliki pemikiran dan pandangan yang berbeda dalam menyikapi suatu permasalahan. 

Hal itu disebabkan karena perbedaan landasan teori/landasan pemikiran yang sedari awal mereka konsumsi. Pemikiran pemikiran tersebut melahirkan sebuah karakter atau sebuah jati diri pada mahasiswa. Yang mana tiap tiap mahasiswa tentunya memilikki karakter dan kepribadian yang berbeda pula tergantung bagaimana cara dia mengkombinasi antara dasar pemikiran dengan kondisi psikologis saat itu. 

Dari sekian banyaknya karakter, ada satu karakter yang dimilikki oleh sebagian besar mahasiswa. Bahkan karakter ini menjadi identitas wajib atau perlambangan bagi mahasiswa, terdapat anggapan bahwa apabila mahasiswa tidak memilikki karakter ini maka tidak dapat dianggap sebagai mahasiswa.

Karakter tersebut adalah empati terhadap kebijakan kebijakan negara. Kita semua sering mendengar bahwa mahasiswa kerap melakukan unjuk rasa. Tindakan tersebut merupakan bentuk kritisasi kepada pemerintah selaku penentu kebijakan. Apabila terdapat kebijakan yang tidak sesuai atau malah merugikan rakyat, maka barisan mahasiswa-lah yang akan menjadi garda terdepan perjuangan sekaligus penyambung lidah rakyat agar kebijakan tersebut dapat diinterupsi.

Mahasiswa sebagai golongan intelektual akan menampung aspirasi dari masyarakat, aspirasi tersebut akan mereka susun sehingga dapat diusulkan kepada pemerintah. Namun tak jarang tindakan mulia mahasiswa seperti ini malah dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan juga aparat keamanan. Tentunya hal itu disebabkan oleh tindakan anarkis yang dilakukan oleh mahasiswa yang mana dapat menghilangkan esensi dari kegiatan unjuk rasa.

Karakter empati terhadap negara dapat ditemukan pada masing masing individu mahasiswa. Namun secara khusus banyak ditemukan pada mahasiswa "Burjo-is". Mahasiswa "Burjo-is" adalah golongan mahasiswa yang menggantungkan hidupnya dari burjo (Warung kecil yang biasanya menjual makanan untuk mahasiswa, biasanya ada di sekitar kampus serta menu yang dijual adalah bubur kacang ijo dan mie instant). 

Dengan kata lain, mahasiswa "Burjo-is" adalah mahasiswa yang sering membeli atau berlangganan makanan di sebuah warung dekat kampus. Kata "Burjo-is" merupakan plesetan dari istilah status sosial yang dikemukakan oleh tokoh Perancis yakni Borjuis (Golongan ekonomi atas) dan Proletar (Golongan ekonomi bawah). 

Istilah mahasiswa"Burjo-is" sendiri populer di kalangan mahasiswa daerah Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta sebagai satir penggambaran dua kehidupan mahasiswa yang saling bertolak belakang. Antara mahasiswa yang hedon dengan mahasiswa yang bahkan untuk makan sekali saja sudah bersyukur.

Namun artikel ini bukan untuk membahas status sosial maupun kondisi ekonomi mahasiswa, melainkan untuk mengangkat apa yang ada di dalam tubuh seorang mahasiswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun