Ada sulung lain yang hidupnya bukan hanya soal tanggung jawab semata. Namun tentang mengorbankan diri demi mimpi adik-adiknya. Mereka yang rela langsung bekerja setelah lulus SMA demi bisa membuat adiknya bisa bersekolah lebih tinggi dari mereka. Sulung yang menatap kelulusan adiknya seperti seorang orang tua yang bangga melihat anaknya.
Dan saya pribadi memiliki kisah sie sulung yang saya alami sendiri. Menjadi orang pertama yang selalu bergerak apapun kondisi yang terjadi pada keluarga. Lelah fisik dan psikis untuk bertahan apapun kondisinya. Hanya karena saya merasa bahwa saya adalah anak pertama dan saya yang bertanggung jawab atas semuanya tanpa pernah diminta.
Ada kalanya, kami para sulung, tidak bisa menjadi seorang anak seperti apa yang orang tua harapkan. Tekanan tentang harapan-harapan orang sejak kami lahir dunia adalah sesuatu yang saya rasa akan selalu ada ketika kata 'pertama' melekat pada kami. Tapi kami juga manusia. Kami juga tidak sempurna. Ada kalanya usaha kami pun tidak membawa kami pada harapan kedua orang tua. Namun setiap anak pasti memiliki kejayaan mereka sendiri dan beruntunglah mereka yang memiliki orang tua dengan pemikiran terbuka seperti ini.
Sekali lagi, kami juga manusia. Kami jelas tidak jauh dari salah. Kami mungkin tidak bisa menjadi pantuan terbaik untuk para adik-adik kami. Mungkin ada cela yang tak layak adik kami lihat dari kami. Terlepas tanggung jawab sebagai seorang sulung, kami juga tetap butuh teguran dan pengawasan meski kami dianggap panutan. Jangan ikuti apa yang kalian lihat salah dari kami. Tidak. Kalian tidak layak mengikuti kesalahan kami. Kalian harus hidup lebih baik dari kami. Itulah harapan kami.
Seorang anak dengan karakter yang ia miliki adalah bentuk dari apa yang ia dapati dan lihat sejak dini. Bagaimana ia menjalani kehidupan keluarganya adalah alasan utama dari bagaimana ia bertindak saat dewasa kelak.
Banyak orang berkata jika anak sulung adalah mereka yang sangat dibanggakan orang tua. Mereka yang paling keras kepala dikeluarga. Mereka dengan segala egoismenya.
Benar. Saya rasa memang kebanyakan seperti itu. Namun dibalik semua itu, kami adalah anak-anak yang hidup dengan belajar bersama orang tua kami. Kami yang menjadi saksi atas jatuh bangun kedua orang tua kami saat baru menjalani perannya sebagai orang tua.
Menghadapi segala pergolakan dalam keluarga untuk kali pertama menjadikan akhirnya orang tua merasa bangga saat melihat anak sulungnya kini telah dewasa dan memiliki kehidupannya sendiri. Mereka yang dipaksa hidup dengan belajar dari jatuh bangunnya orang tua saat belajar menjalani perannya sebagai orang tua menjadikan kepribadiannya lebih keras dibanding saudara yang lain. Mereka yang mengemban tanggung jawab atas apa yang terjadi pada kehidupan saudaranya kelak, menjadikan mereka sosok yang tegas pada pilihan dan jawaban mereka perihal hidup.
Keras kepala, egois dan tegas adalah beberapa hal yang akhirnya melekat pada kami. Namun dibalik semua jiwa yang keras itu, kami adalah anak yang mencintai dan meprioritaskan keluarga sebagai pilihan pertama kami. Kami yang selalu melihat keluarga sebagai hal yang pertama kali ingin kami lindungi. Kami yang dengan segala ego kami tetap melalukan apapun itu demi keluarga. Demi orang tua dan adik - adik kami. Kami para anak pertama yang berusaha menjadi pegangan ketika kami pun masih kesulitan untuk berdiri. Kami yang tak pernah berhenti belajar untuk menjasi sosok yang layak diikuti adik-adik kami.
Maafkan kami jika menjadi sosok yang sulit untuk dihadapi. Tak jarang terjadi pemberontakan atas tekanan yang kami hadapi. Dan rasa ego dimana seolah kami adalah orang yang paling mengerti.
Maaf jika harap kalian bukalah sosok kami yang sedang berdiri saat ini. Namun sampai kapanpun, kalian adalah sesuatu yang akan kami ingin lindungi dan cintai dengan cara kami sendiri. Mungkin kami bukanlah sosok lembut yang gemar mengungkap isi hati, namun kami adalah anak kuat yang akan berusaha selalu tegap berdiri.