Mohon tunggu...
Riska Yunita
Riska Yunita Mohon Tunggu... Bankir - Karyawan Swasta

Be your own kind of beautiful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sanksi Sosial di Era Digital

23 November 2019   07:46 Diperbarui: 23 November 2019   07:53 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zaman yang terus berkembang menghadirkan era-era baru yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pada umumnya. Seperti saat ini, di mana teknologi khususnya jaringan internet semakin mumpuni dan melekat pada gaya hidup masyarakat masa kini. Media komunikasi, sarana pendidikan, sumber berita, media informatif, sarana hiburan, hampir seluruh pilar kehidupan masyarakat kini memanfaatkan internet sebagai bentuk adaptasi dari perkembangan zaman atau teknologi pada khususnya. Singkat katanya kita kini berada pada zaman di mana internet menjadi gaya hidup atau biasa disebut era digital.

Di era ini, terlihat jelas bagaimana gaya hidup masyarakat bervolusi. Semakin sulit melihat pemandangan seorang pria dewasa yang membaca koran di pagi hari ditemani secangkir kopi. Semakin sedikit majalah remaja yang terbit yang biasa dinanti setiap bulannya. Semakin ringannya tas siswa siswi tanpa buku-buku tebal dan peralatan perang lainnya. Semakin sepinya tanah lapang tanpa anak-anak yang bermain di sore hari.

Lihatlah bagaimana zaman mengubah gaya hidup kita sedemikian rupa. Era digital membuat berbagai hal semakin instan, praktis,dan mudah. Namun sadarkah kita bahwa tak hanya gaya hidup kita yang berubah, bahkan bagaimana cara berpikir kita pun ikut tergerus di dalamnya.

Di era ini, manusia dituntut untuk terus bisa belajar. Inovasi diharapkan selalu ada untuk bisa terus mengikuti zaman. Cara pikir yang instan diharapkan mampu menciptakan perkembangan teknologi yang akan berguna di masa depan.

Tak ada salahnya mengikuti cara pandang yang demikian. Namun tak semua hal bisa kita lakukan dengan cara pandang yang serba 'instan'. Ada hal yang membutuhkan waktu dan proses yang mungkin lebih panjang.

Kepraktisan di era digital membuat kita bisa mendapatkan informasi ataupun berita dengan lebih cepat dan mudah. Tak hanya melalui platform berita yang sudah digitalisasi bahkan media-media sosial yang menjadi pilihan media komunikasi masa kini menghadirkan berbagai hal yang ingin kita cari dan lihat sehari-hari.

Fitur yang lebih menarik membuat media sosial menjadi media yang lebih banyak dipilih oleh masyarakat terutama generasi milenial untuk mencari dan membaca informasi yang beredar. Namun sayangnya, masih kurangnya batasan dari apa yang bisa dituliskan atau diberitakan di media sosial membuat hal ini menjadi bumerang untuk kita sendiri. Kita tidak bisa memastikan  kebeneran dari apa yang diberitakan. Sudah sering ditemui kasus dimana berita hoax yang meresahkan tersebar begitu luas di masyarakat melalui media sosial.

Hal ini membuktikan bahwa belum semua orang mampu menggunakan media sosial secara baik dan benar. Menuliskan informasi tanpa berpikir dampak dan mencari kebenarannya adalah salah satu contoh efek negatif dari cara pandang yang 'instan'.  

Begitu pula pihak-pihak yang menyebarkannya. Menyetujui dan menyepakati informasi tanpa memahami dahulu isinya membuktikan betapa 'sederhananya' pikiran mereka.

Dewasa ini banyak yang memilih media sosial sebagai tempat mengungkapkan kasus-kasus yang meresahkan atau yang memprihatinkan. Tujuan utamanya tentunya adalah menginginkan pusat perhatian atau sebuah dukungan. 

Cara kerja media sosial membuat hal-hal demikian menjadi mudah dilihat dan diperhatikan dengan banyak orang. Hasilnya akan positif jika apa yang dimaksudkan adalah hal baik yang memang membutuhkan dukungan dan bantuan. Namun hal negatif juga bisa terjadi jika yang diberitakan sesuatu yang sensitif.

Masih ingatkah kalian kasus yang di duga penganiayaan siswi SMP di pontianak yang menjadi viral. Bagaimana berita tersebar luas di media sosial hingga melahirkan petisi untuk mendukung sang korban.

Berbagai kalangan ikut menyebarkan informasi dan mendukung petisi untuk korban. Namun seiring berjalannya waktu ketika kisahnya menjadi semakin viral, ceritanya pun semakin berkembang. Fokus berita tak hanya tentang mereka yang di duga pelaku penganiayaan. Kehidupan sang korban pun ikut menjadi bahan perbincangan.

Pihak-pihak lain semakin banyak bermunculan mengungkapkan hal-hal yang semakin pribadi tentang kehidupan entah yang diduga pelaku ataupun korban. Pada akhirnya semakin banyak berita yang tercipta dan kesimpulan yang dibentuk sendiri oleh pembaca. Entah seberapa banyak hal yang memang benar yang tersampaikan melalui cerita yang tersebar.

Menjadi pusat perhatian masyarakat dengan kisah memprihatinkan tentunya menjadi bentuk dari sanksi sosial tersendiri bagi mereka yang diduga sebagai pelaku.

Berbeda dari era dimana teknologi belum secanggih ini. Sanksi sosial yang didapatkan dari mereka yang melakukan tindakan meresahkan mungkin hanya diberikan oleh lingkungan sekitarnya atau kerabat dekatnya.

Namun tidak demikian di era digital saat ini. Dimana suatu kesalahan dapat menjadi pusat perhatian masyarakat luas. Menjadi bahan perbincangan dari mereka yang bahkan tak kita kenal. 

Pihak yang melakukan hal yang salah memang sepatutnya menerima sanksi atau hukuman atas konsekuensi tindakannya. Kasus yang memberikan bentuk hukuman pidana membuktikan dan mengingatkan kita perihal aturan yang berlaku di kehidupan. Namun tak hanya sampai disitu, ada konsekuensi lain yang kita harus hadapi di masyarakat lingkungan tempat kita tinggal. Ya, sanksi sosial.

Diberi label di masyarakat bahkan tak jarang di kucilkan adalah bentuk sanksi sosial yang biasa kita lihat di masyarakat. Namun era digital menghadirkan bentuk sanksi sosial yang lebih kompleks.

Bagaimana cerita kita diperbincangkan secara luas bahkan oleh mereka yang tak pernah kita kenal. Bagaimana ada pihak-pihak lain yang mudah sepaham meski tak tahu keaslian dan kebenaran ceritanya. Bagiamana mereka dengan mudah menyimpulkan sebuah cerita. Bagaimana berbagai pihak mulai ikut mengungkapkan perihal hal lain diluar cerita. Bagaimana dengan mudahnya identitas dan informasi pribadi kita dapat disebarkan secara membabi buta.

Sekejam itulah sanksi sosial yang kini diciptakan masyarakat di era digital. Tak pandang bulu dan tak kenal ampun.

Namun pernahkah kita berpikir apakah memberikan sanksi sosial yang demikian adalah efek jera yang paling benar? Apakah kita sudah tepat sasaran? Terlepas kisah yang diceritakan adalah benar dan nyata adanya. Apalagi jika itu hanya fitnah belaka, bukankah artinya kita sudah merusak kehidupan seseorang?

Manusia tidak hidup sendirian. Ada orang tua yang melahirkan mereka. Ada keluarga yang bersamanya. Ada pasangan yang mendampinginya. Ada anak yang menjadi tanggung jawabnya. Ketika kita memberikan sanksi sosial kepada satu manusia artinya kita mempengaruhi kehidupan orang lain disekitarnya.

Pada dasarnya, sanksi sosial adalah konsekuensi dari tindakan mereka yang melanggar aturan. Namun yang memprihatikan adalah cara pandang masyarakat kita pada umumnya. Kita terlalu mudah tergiring pada satu cerita yang banyak mengumpulkan massa. Kita terlalu mudah sepaham tanpa meluangkan waktu mencari tahu kebenaran. Kita telalu mudah ikut bicara meski sebenarnya tak tahu asal usul cerita. Kita terlalu mudah menyimpulkan tanpa memikirkan dampaknya di masa depan.

Sungguh miris melihat masyarakat kita yang memiliki pola pikir yang demikian. Terbiasa dengan cara pandang yang 'instan'. Tidak lagi memikirkan proses dan efek jangkan panjang. Semakin tidak manusiawi dalam berkata. Hilangnya rasa kemanusiaan yang membutakan hati dan pikirannya.

Seorang anak dibawah umur yang ayahnya adalah seorang koruptor belum tentu tahu apa yang dipakai dan dimakannya setiap hari adalah hasil uang haram. Yang salah adalah ayahnya. Lalu mengapa sanksi sosialnya juga berdampak kepada sang anak yang tak tahu apa-apa. Yang  bahkan belum mengenal luas tentang dunia. Yang kisah ayahnya menjadi rekam jejak tidak mengenakkan untuk masa depannya kelak.

Yakinkah kita sudah tepat sasaran ketika memberi sanksi sosial terutama di era digital saat ini? 

Seperti yang saya sampaikan di atas, tak ada salahnya tentang memberi sanksi sosial terhadap mereka yang melakukan kejahatan. Namun bisakah kita memiliki cara  pandang yang lebih bijak? Cara pandang untuk tidak lebih menjatuhkan mereka yang sedang jatuh. Cara pandang yang tidak menyamakan seluruh anggota keluarga kriminal adalah kriminal.

Mari kita melatih diri untuk berpikir panjang. Memikirkan apa yang akan kita ungkapkan atau tuliskan. Memikirkan apa dampak dari sikap kita untuk masa depan. Sadarlah bahwa satu ucapan kita bisa mempengaruhi kehidupan seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun