Mohon tunggu...
Riska Yunita
Riska Yunita Mohon Tunggu... Bankir - Karyawan Swasta

Be your own kind of beautiful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Kamu Seorang Introvert?

23 Juni 2019   18:39 Diperbarui: 23 Juni 2019   19:08 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebih memilih memendam apa yang dirasakan soerang diri.
Apa kami seorang introvert?

Sering terlintas pertanyaan demikian ketika saya menemukan artikel terkait tipe kepribadian seorang introvert, ekstrovert atau ambivert. Menelaah satu persatu faktor  yang digolongkan sebagai ciri-ciri seorang introvert membuat saya bercermin tentang kepribadian saya sendiri.

Fakta yang saya temukan adalah ada hal yang sesuai dengan kepribadian saya ada yang tidak. Lalu jika kita hanya memiliki sebagian kecil ciri-ciri introvert apa artinya kita bukanlah seorang introvert? Apa artinya kita berada diantara kategori introvert dan ekstrovert atau  dikenal dengan istilah ambivert?

Saya rasa perlu pendalaman lebih lanjut untuk menjawabnya. Namun ada satu ciri yang saya rasa menjadikan sebagian orang menganggap diri mereka adalah seorang introvert terlepas apa itu menandakan mereka sepenuhnya seorang introvert atau bukan.

Cenderung menyimpan perasaan sendiri. Saya rasa banyak yang mengalami ini entah mereka adalah tipe pribadi penyendiri ataupun mereka yang mudah bergaul.

Jika pada dasarnya mereka adalah tipe pribadi yang penyendiri, tentu saja karakter yang demikian sudah melekat di dalamnya. Lalu bagaimana dengan pribadi yang suka bersosialisasi dan mudah bergaul? Mengapa tipe pribadi yang demikian memiliki sisi introvert tersebut?

Di sini saya bukanlah seorang ahli psikologi yang mampu memaparkan perihal kepribadian seseorang. Saya hanya ingin membagikan pemikiran kaum kami yang suka bersosialisasi namun memiliki sisi penyendiri tersebut.

Kami menikmati kehidupan sosial yang melibatkan banyak orang. Memiliki banyak teman, menghabiskan banyak waktu untuk berbagi cerita dengan orang sekeliling kami. Tapi pada dasarnya kami cenderung hanya menjadi pendengar dan pemberi saran yang baik di lingkungan tersebut.
Kami menikmati setiap cerita dan pengalaman yang dibagikan orang terhadap kami.

Mendengarkan kisah inspiratif yang membuat kami ikut termotivasi, ikut hanyut ke dalam cerita yang mungkin menguras hati, atau membuat kita berpikir keras untuk ikut memecahkan masalah yang mereka alami. Semakin banyak kisah yang kita dengar, semakin banyak kita belajar tentang pengalaman hidup seseorang, namun semakin banyak juga rasa khawatir yang membuat kami berpikir.

Ketika mendengar kabar bahagia dari seorang sahabat, rasanya kami ikut merasakan kebahagiannya itu. Melihat orang-orang yang kita cintai memiliki hal yang membuat mereka bahagia tentu membuat kita bahagia juga bukan?

Begitu juga sebaliknya. Ketika mereka mengalami hal yang buruk, rasanya kami ikut merasakan kesedihan itu. Dan inilah yang membuat kami memilih memendam perasaan kami sendiri ketika di sisi lain kami menikmati kisah-kisah sahabat kami dan cenderung menjadi tempat favorit dari orang-orang terdekat kami untuk membagi kisahnya setiap hari.

Terlihat ironi, namun itulah yang kami pikirkan. Merasakan kesedihan ketika mendengar kisah yang sedih. Kami tidak ingin mereka mengalami ini. Namun tidak masalah bagi kami ketika harus ikut merasakan kesedihan yang dialami orang terdekat kami.

Memikirkan bagaimana orang terdekat kami akan ikut merasakan sakit, kekecewaan, atau kegelisahan membuat kami takut untuk membagi kisah kami. Kami memilih memendamnya sendiri. Terutama ketika kami mengalami kesulitan atau  hal yang tidak menyenangkan. Tapi jika itu hal yang baik, kami dengan senang hati akan berbagi dengan orang-orang sekeliling kami.

Ada waktu di mana mereka sedang membagi kisah yang menyenangkan ketika kami sendiri sedang memiliki hari yang sulit. Rasanya tidak ingin kami merusak suasana hati menyenangkan kalian dengan sebuah kisah menyedihkan yang kami alami. Mungkin lain kali. Tidak hari ini. Begitu awalnya kami berpikir. Namun karena terlalu banyak kekhawatiran yang kami takutkan, pada akhirnya kami hanya akan memendamnya sendirian tanpa pernah membaginya.

Karakter kami yang demikian membuat kami terlihat selalu baik-baik saja. Tentu kami juga pernah mengalami kesulitan, tapi kami memilih memendamnya sendiri. 

Ada kalanya bahkan sahabat terdekat kami tak sepenuhnya tau apa yang kami alami karena kami memilih untuk memendamnya sendiri. Bukan karena kami tak nyaman berbagi, namun kami tak ingin membebani mereka yang kami cintai meski mungkin mereka tidak merasa demikian.

Memendam sebuah kesulitan seorang diri bisa saja memiliki dampak yang kurang baik bagi kami. Pada dasarnya dengan berbagi kisah kepada orang terdekat bisa membuat kami menemukan motivasi atau solusi atas apa yang kami alami, namun dengan tidak membagi kisah yang tidak menyenangkan hati membuat kami tak perlu merasa bersalah kepada mereka disekitar kami. Setidaknya meraka tak akan merasa sedih karena itulah alasan kami memilih memendamnya sendiri.

Untuk mereka yang bertanya-tanya mengapa kami tak bisa berbagi, satu hal yang ingin kami sampaikan dan pastikan untuk kalian tahu. Kami bukan merasa tak nyaman untuk membagi kisah kami, namun kami merasa lebih baik ketika melihat kalian yang disekeliling kami tersenyum karena kisah yang menyenagkan hati karena itu sudah cukup membuat kami ikut merasa bahagia ditengah kesulitan yang mungkin sedang kami alami. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun