Mohon tunggu...
Riskawati
Riskawati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya suka menulis yang berkaitan dengan lingkungan atau apapun yang berkaitan dengan ilmu tanah dan lahan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pemekaran: Percepatan Pembangunan atau Eksploitasi Bentang Alam dan Lahan

22 Juli 2023   12:30 Diperbarui: 22 Juli 2023   12:39 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Secara fakta, aset bentang alam dan lahan terbesar Indonesia berada di wilayah Papua khususnya sumber daya mineral dan kawasan hutan. Berdasarkan beberapa sumber data terbuka seperti Geoportal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Minerba One Map Indonesia (MOMI) Kementerian ESDM, dan Sistem Informasi Geospasial (SIGAP) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang terkumpul hingga 2022 menunjukkan bahwa di Daerah yang menjadi lokasi pemekaran memiliki potensi mineral dan kawasan hutan yang luas seperti di Provinsi Papua Tengah dan Papua Selatan. 

Dari data ESDM di Provinsi Papua Tengah, setidaknya terdapat 57 titik potensi mineral logam (emas, nikel, pasir besi, perak, seng dan tembaga) yang berada di wilayah Mimika, Intan Jaya, Paniai, dan Nabire. Potensi kandungan emas primer terdeteksi tertinggi terdapat di 14 titik di wilayah Paniai dan kandungan perak tertinggi dengan 13 titik juga berada di wilayah Paniai, sementara potensi tembaga tertinggi terdapat di Mimika dengan 14 titik dan potensi emas primer di Intan Jaya terdapat di dua titik kemudian potensi mineral laiinnya berada wilayah lain.  Walaupun, hingga kini baru PT. Freeport Indonesia yang terdeteksi memiliki izin usaha pertambangan di wilayah tersebut yakni Mimika dan Paniai dengan total luas mencapai 121.132 Ha. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa diluar dari PT Freeport Indonesia, beberapa perusahaan sudah mengancang-ancang titik potensi mineral tersebut yang akan menjadi target profitnya.

Kemudian untuk kawasan hutan setidaknya tujuh perusahaan yang mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan. Jumlah dari pelepasan kawasan hutan itu mencapai 180.494 Ha. Izin pelepasan kawasan hutan itu tersebar di Deiyai, Dogiyai, Mimika, Nabire, dan Intan Jaya. Umumnya izin pelepasan kawasan hutan di peruntukan untuk garapan komoditas kelapa sawit. Sedangkan di wilayah pemekaran Provinsi Papua Selatan, berdasarkan data SIGAP KLHK, pelepasan kawasan hutan di beberapa Kabupaten kira-kira mencapai 715.482 Ha yang terdeteksi diwilayah Merauke, Boven Digoel, dan Mappi. 

Selanjutnya untuk wilayah-wilayah pembentuk Provinsi Papua Pegunungan Tengah dan Papua Barat Daya sampai saat ini belum secara nyata terlihat kandungan dan potensi alamnya selain kawasan hutan.

Meski dalih pemekaran adalah untuk kesejahteraan masyarakat namun potensi eksploitasi bentang alam dan lahan oleh para investor pengejar profit akan menjadi bayang-bayang kegelisahan dan keresahan oleh masyarakat setempat yang nantinya setelah melakukan ekploitasi lalu habis masa Hak Guna Usaha (HGU) mereka, maka masyarakat Papua akan di tinggalkan atau disisahkan bentang lahan yang rusak. Papua sendiri memiliki ekosistem terlengkap yaitu 84 % tutupan hutan. Selama 2001 - 2019, pulau Papua sudah kehilangan 2% hutan alamnya atau sekitar 748 ribu ha. Beberapa Riset lainya juga menaksir bahwa hingga 2036, angka kehilangan hutan tanah papua akan mencapai 4,5 juta Ha dari total luas hutan Papua dan Papua Barat yaitu 33.710.523,22 Ha (BPS, 2019). Angka taksiran tersebut akan bertambah pesat jika DOB sudah terbentuk. Lalu berapa juta Ha hutan Papua yang akan hilang jika pembangunan sudah dilakukan di beberapa DOB tersebut dan siapa yang akan peduli terhadap ini ?

Jika DOB ini memang perlu direalisasikan maka perlu adanya keterkaitan dan kolaborasi antara pemerintah dan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang research and development yang memiliki peran penting untuk menangani hal ini. 

Sesuai dengan hukum yang berlaku terlebih bahwa di pulau Papua sendiri adalah daerah otonom yang memiliki hukum adat, kemudian harus sesuai dengan neraca alam dan daya dukung dari bentang alam dan lahan sehingga tataguna lahan terorganisir dengan baik yang nantinya dapat berorientasi kepada proses berkelanjutan. Karena seyogyanya dalam pembangunan perlu memperhatikan 3 pilar keberlanjutan yaitu stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan yang dapat direalisasikan jika mempertimbangkan tiga aspek yaitu Ekonomi, Sosial dan Lingkungan (ecology). Secara umum, selama ini hanya dua aspek yang selalu diutamakan yaitu ekonomi dan sosial. Padahal ada yang tak kalah lebih penting dari kedua aspek tersebut yaitu lingkungan (ecology).

Oleh karena itu, pembangunan perlu mengarah untuk berkelanjutan karena pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia baik dari generasi sekarang maupun yang akan datang, tanpa mengeksploitasi penggunaan sumberdaya alam yang melebihi kapasitas dan daya dukung lahan. Jika eksploitasi dibiarkan begitu saja maka pembiaran menjadi resep untuk mengundang sikap tak peduli dan dampaknya terjadi pengrusakan. Sebab membiarkan pengeksploitasian adalah langkah yang akan merugikan dan pembiaran akan menyisahkan efek yang lama untuk disembuhkan dan untuk penyembuhannya pasti tidak bisa dipulihkan secara sempurna seperti sediakala karena selalu ada cacat yang membekas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun