Mohon tunggu...
Brigitta Riska Ratnasari
Brigitta Riska Ratnasari Mohon Tunggu... pustakawan -

mencintai apa yang akan menjadi profesi saya : pekerja informasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika 'Pergi ke Perpustakaan' Dijadikan sebagai Hadiah

17 November 2015   08:28 Diperbarui: 17 November 2015   08:43 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kalau kamu bisa dapat ranking 1, mama bakal ngasih apapun yang kamu minta”

“Nak, kalau kamu bisa jadi juara, papa akan ngajak kamu jalan-jalan”

‘Dek, nanti kalau kamu dapet nilai 100, ayah beliin kamu mainan baru ya, atau sepeda baru? Adek pilih yang mana?”

Mana yang sering Anda lakukan?

Sebagai pemicu semangat anak dalam meraih prestasi, sebagian besar orang tua akan memberikan iming-iming hadiah. Mainan baru, ponsel baru, baju baru, sepeda baru, dan apapun yang serba baru. Hal tersebut wajar karena sebuah hadiah merupakan wujud apresiasi kita terhadap anak-anak yang telah berusaha sedemikian rupa sehingga mereka bisa menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawab mereka dengan baik. Akan tetapi, pagi ini saya menemui sesuatu yang baru.

Di saat saya sedang memasukkan data buku induk ke dalam komputer, segerombol anak kelas 2 SD datang ke perpustakaan didampingi oleh seorang guru Matematika. Sembari anak-anak mengisi buku pengunjung, guru Matematika tersebut menjelaskan bahwa beliau mengajak murid-murid ke perpustakaan dan mengizinkan mereka membaca buku apapun yang diinginkan sebagai hadiah karena mereka berhasil mendapat hasil baik dalam ulangan Matematika. Apresiasi yang luar biasa, bukan? Lebih mengejutkan lagi, beberapa menit kemudian, guru Matematika tersebut mengambil salah satu buku, lalu membacakan isi buku tersebut kepada murid-muridnya. Buku itu berjudul Weird But True, buku yang berisi kumpulan pengetahuan mengenai fakta-fakta unik.

Dari situ, saya berpikir, bukankah yang dilakukan guru Matematika tersebut sungguh fenomena yang langka? Bukankan yang dilakukan guru Matematika tersebut sangatlah positif untuk meningkatkan minat baca anak?

Luar biasa.

Anak-anak mana yang tidak senang kalau pelajaran hari itu kosong? Anak-anak mana yang tidak bosan dengan suasana belajar yang monoton: di kelas, mendengarkan penjelasan guru, mengerjakan tugas, selesai. Selesai tanpa kesan. Tapi guru Matematika tadi memberikan suasana baru kepada para muridnya. Mereka dibebaskan dari pelajaran Matematika, tetapi bukan pembebasan secara liar. Beliau tetap membagi pengetahuan baru bagi mereka melalui buku dari perpustakaan. Lebih menggembirakan lagi karena ternyata para murid sangat antusias.

Mengajak anak ke perpustakaan dan membiarkan mereka membaca buku sebagai hadiah merupakan ide yang menarik dan memiliki banyak sisi positif.

Hadiah yang Hemat

Dengan mengajak anak ke perpustakaan sebagai hadiah akan meminimalisir pengeluaran, percayalah! Masih tidak percaya? Cobalah!

Menambah Pengetahuan Anak

Tentu saja! Bagaimana suatu buku tidak bisa memberikan pengetahuan bagi anak? Semua buku memiliki informasi yang pastinya menambah pengetahuan anak.

"Ah. ngajakin anak ke perpustakaan mah yang ada bikin anak ngantuk."

Itu karena orang tua juga tidak memahami bagaimana menjadikan perpustakaan sebagai tempat refreshing yang menarik dan tetap bermanfaat. Bayangkan, jelas saja anak tidak suka perpustakaan kalau orang tua tidak aktif mendampingi anak membaca. Dongengkanlah cerita bagi mereka, ambil buku yang dirasa cukup menarik, dan ceritakanlah isi buku tersebut. Tidak hanya buku fiksi saja yang bisa didongengkan untuk anak, buku non fiksi pun bisa, contohnya buku pengetahuan alam: ceritakan kepada anak bagaimana terbentuknya pelangi, tunjukkanlah gambar pelangi yang begitu indah, ceritakan beragam jenis binatang, cara hidupnya, dan tirukan suaranya. Dijamin, anak-anak pasti tertawa geli.

Ah, mana bisa rame di perpustakaan?!

Wah, kalau Anda masih dilarang berisik di perpustakaan, katakan saja ke pustakawannya: perpustakaan yang mengharuskan pemustaka duduk dan diam adalah perpustakaan kuno! Perpustakaan seharusnya memang dirancang untuk memuaskan segala bentuk keingintahuan para pemustaka. Apabila pemustaka dipaksa duduk dan diam, bagaimana keingintahuan itu dapat terjawab?

Jadi, bagi para guru dan orang tua yang ingin memberikan apresiasi kepada anak karena telah berhasil mendapatkan nilai yang baik, ajaklah mereka ke perpustakaan dan bacakan sesuatu yang menarik bagi mereka. Ubah perpustakaan menjadi tempat yang hidup dan menyenangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun