2. Singkatan dan Akronim
Penggunaan singkatan atau akronim juga sangat umum di media sosial. Singkatan seperti "lol" (laugh out loud), "wkwk" (tawa), "bts" (behind the scenes), atau "ff" (follow for follow) adalah contoh yang sering dijumpai. Ini mempermudah pengguna dalam berkomunikasi dengan cepat, meskipun terkadang bisa mengurangi kejelasan jika tidak diketahui artinya.
3. Penggunaan Bahasa Indonesia yang Tidak Baku
Seiring dengan komunikasi yang lebih cepat dan praktis, banyak orang di media sosial yang mengabaikan aturan baku bahasa Indonesia, seperti penulisan yang salah ejaan, penggunaan kata yang tidak tepat, atau ketidaktepatan dalam struktur kalimat. Misalnya, banyak yang menulis "gak" untuk "tidak", "kak" untuk "kakak", atau bahkan menghilangkan beberapa huruf dalam penulisan kata.
4. Campuran Bahasa (Code Switching)
Di media sosial, sering kali ditemukan fenomena code switching atau percampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris atau bahasa daerah. Misalnya, seseorang bisa saja menulis, "Aku udah makan, let's go," atau "Nungguin banget, bener-bener deh." Hal ini mencerminkan pengaruh globalisasi dan keberagaman bahasa dalam komunikasi sehari-hari.
5. Bahasa Formal dan Informal
Meski banyak bahasa informal yang digunakan di media sosial, ada pula situasi di mana bahasa yang lebih formal dan baku diperlukan, seperti dalam akun-akun media sosial yang bersifat edukatif, profesional, atau resmi. Misalnya, akun pemerintahan atau perusahaan yang tetap menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah untuk memberikan informasi yang jelas dan profesional.
6. Emotikon dan Emoji
Selain kata-kata, penggunaan emotikon dan emoji juga turut memengaruhi cara berkomunikasi di media sosial. Emoji dapat menggantikan atau memperkuat ekspresi verbal, sehingga membuat percakapan lebih ekspresif meskipun menggunakan bahasa yang sederhana.
7. Bahasa Indonesia di Era Digital