Mohon tunggu...
Riska Eka Agustina
Riska Eka Agustina Mohon Tunggu... Administrasi - Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan

Statistisi Ahli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memotret Fenomena Pekerja Anak

9 September 2022   08:01 Diperbarui: 11 September 2022   13:45 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Tiga anak yang masih mengenakan seragam sekolah mengemis di Jalan Asia Afrika, Jakarta, Rabu (19/3). Pengemis anak masih banyak dijumpai di tempat-tempat umum dan jalanan di Ibu Kota. (Foto: KOMPAS)

Sementara yang dimaksud dengan pekerja anak yang perlu dihindari adalah menjadikan anak sebagai pekerja tetap dengan jam kerja 14 jam atau lebih per minggu, menimbulkan bahaya fisik ataupun psikologis, serta menghambat pendidikan dan perkembangan mental atau fisik.

ILO menyebutkan bahwa keluarga yang mempekerjakan anak dalam jangka pendek akan memperoleh tambahan penghasilan, tetapi mereka mengorbankan pendapatan jangka panjang. 

Oleh karena itu, ILO menyerukan Hari Sedunia Menentang Pekerja Anak setiap tanggal 12 Juni. Komitmen masyarakat global untuk menanggulangi pekerja anak bahkan telah dilakukan sejak tahun 2002 dan diperkuat dalam SDGs Tujuan 8.7 yang berbunyi mengambil tindakan segera dan langkah-langkah efektif penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA).

Pada tahun 2025 untuk mengakhiri pekerja anak pada semua bentuk. Namun apakah tahun 2025 mendatang, dunia akan benar-benar bisa terbebas dari belenggu pekerja anak?

Aksi untuk mengakhiri pekerja anak tak akan berhasil hanya dengan melalui satu kebijakan. Namun dengan aksi yang sinergis dan terus-menerus dilakukan, tentu akan dapat memberikan hasil yang maksimal dalam penghapusan pekerja anak. 

Untuk membalikkan tren peningkatan pekerja anak, diperlukan kolaborasi antara pemerintah dengan berbagai pihak, seperti dunia usaha, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat dalam meningkatkan pengawasan terhadap implementasi regulasi pekerja anak. 

Infrastruktur pendidikan dan guru juga perlu ditambah, terutama di wilayah-wilayah terpencil. Terkait dunia usaha, diperlukan tindakan untuk memperkuat pengawasan dan penegakan aturan di lingkup pasar kerja. 

Pemahaman orang tua dan masyarakat terhadap pentingnya pencegahan pekerja anak pun menjadi kunci untuk mengentaskan masalah pekerja anak. Masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengurai belenggu pekerja anak di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun