“Another summer day
Has come and gone away
In Paris and Rome
But I wanna go home……”
Potongan lirik Home - Michael Buble dan secangkir Latte hangat menyambut kedatanganku di sebuah coffee shop sederhana di pinggiran kota Bandung.
Sebenarnya, satu-satunya alasanku datang ke café ini bukanlah karena kopinya, melainkan tempat ini mampu mengahadirkan keindahan senja di bulan Oktober. Beruntung bagiku, mungkin salah satunya adalah hari ini
Aku rasa senja selalu berhasil membawa siapapun yang menikmatinya untuk menghadirkan sisi romantisnya, sisi melankolisnya. Dan, ketika itu terjadi, senja akan menghalau awan-awan, menyajikan lembayung kemudian bagian paling menyenangkan adalah, waktu yang mulai terasa melambat untuk berlalu, namun itu menenangkan.
“Another aeroplane
Another sunny place
I’m lucky, I know
But I wanna go home….”
Bertanya-tanya kepada diriku sendiri tentang kapan ya terakhir kali aku meluangkan waktu menikmati senja seperti hari ini? Tapi, tanpa bisa aku cegah, ternyata arah lamunan ini mampu menuntunku jauh sekali kembali ke sebuah cerita, di masa lalu.
Sebenarnya, untuk menuliskan kembali kisah ini cukup sulit rasanya karena apa yang aku coba tuliskan bukan hanya sekedar apa yang ingin aku sampaikan namun bagaimana perasaanmu ketika kamu (mungkin) membacanya nanti. Dan itu sempat membuatku berpikir satu dua kali.
2015
Kita sama sama tertawa. Sama sama menghela nafas panjang, nafas lega setelah berhasil menyusuri satu senja terbaik di sepanjang jalan Asia Afrika Bandung. Lucu jika aku ingat bagaimana ketidak-sengajaan antara kita membawa kita ke satu pertemuan untuk pertama kalinya di salah satu cafe di kota Bandung, dan akhirnya menuntun aku dan kamu ke banyak tingkatan rasa setelahnya.
Meyakini bahwa semua kebetulan yang terjadi di antara kita bukan hanya sekedar kebetulan biasa, melainkan satu skenario Tuhan.. akhirnya, kita memberanikan diri untuk terikat di dalam suatu komitmen, sambil berharap-harap cemas saat itu semoga saja, jarak di antara kita bukan menjadi sesuatu yang mampu menjatuhkan namun, menguatkan.
Ternyata, selain jarak, cara kita berkomunikasi sanggup untuk membawa hubungan ini sampai di tempat tercuram. Kita berada di jaman modern, di mana berkomunikasi bukanlah menjadi hal sulit jika dibandingkan dengan jaman Kakek-Nenek kita muda dulu.
Teknologi mampu mengikis jarak dengan slogan andalannya "mendekatkan yang jauh" melalui banyak cara, aplikasi messenger, media sosial, video call, dan masih banyak lagi.
Tapi, apakah teknologi benar-benar mampu meredam semua kesalahpahaman yang terjadi di antara kita? Apa teknologi benar-benar mampu menghadirkan masing masing dari kita saat salah satu dari kita mengalami hari yang sangat sangat sangaaaaat buruk? Mampukah teknologi menggantikan satu peluk hangat? Menggantikan satu genggam erat? Mampukah?
"Let me go home
It will all right
I'll be home tonight
Im coming back home..."
Kita....
Kita mungkin ter-koneksi oleh teknologi canggih, Tapi, apakah itu cukup mampu membuat kita semakin dekat? Sanggupkah membuat aku dan kamu benar-benar saling mengenal? Mampukah aku dan kamu bisa benar-benar saling mengisi? Saling melengkapi?
"Apakah teknologi benar-benar mampu mendekatkan yang jauh atau malah menjauhkan yang dekat?
Dan, puncak terburuknya..
Ketika semua tidak lagi berjalan sebaik yang kita inginkan, yang kita pikirkan, yang kita rencanakan. Ketika kita sudah sama-sama lelah untuk mengusahakan satu sama lain karena apapun yang kita coba lakukan untuk hubungan ini akan selalu berakhir dari satu amarah ke amarah yang lain, dari satu masalah ke masalah yang lain.
Bahkan, komunikasi menjadi satu satunya hal yang sangat membuat kita frustasi.
Kali ini.
Yang kita perlukan sepertinya memang hanyalah berhenti berbicara dan melepaskan satu sama lain.
"I’m just too far..
From where you are
I wanna come home.."
Langit senja telah berganti malam.
Begitupun perasaan ini.
Sadar bahwa cinta tidak sepenuhnya akan terasa manis, seperti namanya, juga malam yang tidak selalu menakutkan dengan gelapnya, karena hadir bintang-bintang.
Kita.. mungkin sedang melihat langit yang sama, di manapun kamu berada saat ini.
Kita.. mungkin sedang melihat tebaran bintang yang sama, di manapun kamu berdiri saat ini.
Tapi mungkin..
kita tidak bisa lagi menjalani hidup yang dulu sama-sama kita mimpikan.
Semoga semua selalu berjalan baik untuk kamu. Ini memang berat, bukan cuma untuk kamu, tapi juga untuk aku. Seperti gelap malam yang di penuhi tebaran bintang, aku percaya, akan selalu ada banyak pilihan yang bisa kamu pilih dan kemudian perjuangkan. Tentunya, semoga seseorang yang lebih baik, karena kamu berhak mendapatkannya.
"Let me go home
Im just too far from where you are
I wanna come home"
Satu tegukan terakhir untuk Latte di gelas ku sebelum menempuh perjalanan panjang pulang. Sambil tetap memandangi langit malam ini, dengan tebaran bintangnya.. Aku berakhir pada satu pemikiran.
Sepertinya,
Aku pun akan memilih satu bintang.
Bintang yang paling terang.
Bintang yang akan terus aku perhatikan sampai kemudian bintang-bintang lain disekitarnya akan perlahan menghilang dari pandang, sama seperti aku melihat kamu.
"Riska, masih di Little White?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H