Dalam permasalahan tersebut sudah terjadi suatu konflik adat yaitu salah satu warga mendapatkan sangsi adat karena melanggar aturan adat (awig-awig) atau prerarem (kesepakatan diluar awig- awig) dan dalam perjalanan waktu warga yang kena sangsi adat tersebut dilarang menggunakan pasilitas desa adat dan karena tidak mengindahkan sangsi tersebut yaitu salah satunya tidak boleh menggunakan pasilitas adat untuk memasang  kelengkapan sarana upacara keagamaan maka terjadi suatu konflik yang mengarah kepada konflik agama, karena warga dalam keadaan emosi melakukan pencabutan terhadap sarana upaca sebagai simbol suci agama tersebut, dan sehingga publik menilai bahwa atas pengerusakan tersebut terjadi menimbulkan permusuhan, dan penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Menyikapi permasalahan tersebut  konflik adat dan agama bisa diminimalisir dengan meningkatkan pemahaman ajaran agama dan pembinaan kelembagaan terhadap adat itu sendiri dengan Konsep maitri  selalu bersahabat dengan siapapun,Â
Konsep Karuna sebagai wujud cinta kasih diwujudkan dengan saling membantu dalam melakukan suatu tidak ada muncul sikap bersaing untuk menjadi pribadi yang paling hebat  dan Konsep Mudita dengan melakukan kegiatan sharing/diskusi  agar terbangun suasana yang semakin hangat, terbangun rasa simpati dan empati saling memotivasi satu sama lain  walaupun berasal dari latar belakang sosial, ekonomi, maupun agama yang berbeda Selanjutnya konsep Upeksa yang bermakna toleransi  sikap saling mengerti ketika ada perbedaan. Kemudian dalam pendidikan agama hindu untuk mengelola konflik adat dan agama sangat penting di terpakan ajaran Tat Twam Asi yant termuat Dalam Chandhogya Upanishad VI.8.7 tersurat sebuah Maha Vakya atau semboyan utama yaitu Tat Twam Asi yang merupakan nilai yang sangat luhur, yang dapat kita gunakan sebagai pedoman dalam membangun sebuah kehidupan yang rukun dan damai. Â
Tat Twam Asi mengandung arti bahwa 'itu adalah engkau, engkau adalah dia'. Kata 'itu' bermakna sebagai Brahman atau Sumber segala kehidupan. Sedangkan kata 'engkau' adalah merupakan Atman atau jiwa yang menghidupi semua makhluk.Â
Dengan demikian dapat kita maknai bahwa jiwa yang bersemayam dalam setiap manusia adalah berasal dari sumber yang sama yaitu Brahman atau Tuhan sendiri. Â Ajaran Tat Twan Asi merupakan dasar dari Tata Susila Hindu di dalam usaha untuk mencapai perbaikan moral. Susila adalah tingkah laku yang baik dan mulia untuk membina hubungan yang selaras dan seimbang serta rukun di antara sesama.
Dari Maha Wakya Tat Twam Asi ini pula, kita diharapkan mampu untuk bercermin diri bahwa sebenarnya kedudukan sebagai sesama manusia adalah setara, itu adalah engkau, dan engkau adalah dia juga. Wasudaiwa Kutumbakam, bahwa kita semua adalah bersaudara. Rukun Agawe Santosa, Crah Agawe Bubrah. Rukun akan menjadikan kita kuat dan kokoh, sedangkan pertengkaran akan menimbulkan kekacauan dan kehancuran.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H