Mohon tunggu...
Dewa ayuRiska
Dewa ayuRiska Mohon Tunggu... Lainnya - csr

hobby traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Adat di Bali Sangat Perlu Ditinjau dari Perspektif Pendidikan Agama Hindu

23 Juni 2022   11:30 Diperbarui: 23 Juni 2022   11:33 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejarah kehidupan umat manusia tidak pernah sunyi dari konflik, mulai dari konflik suku , adat sampai kepada konflik agama. Ketika adat sudah menjadi identitas etnis tertentu, maka ia akan menjadi sebuah tradisi yang melembaga. Di mana tradisi adalah kebiasaan sosial yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialisasi. 

Tradisi menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah menurut warga masyarakat. Konsep tradisi itu meliputi pandangan dunia yang menyangkut kepercayaan tentang masalah kehidupan dan kematian serta peristiwa alam dan makhluknya, atau konsep tradisi itu berkaitan dengan sistem kepercayaan.

Adat dan agama adalah ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dilepaskan satu sama lain. Keduanya saling terkait dan tampaknya memainkan peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. 

Dinamika agama dan kehidupan yang lintas budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia tampaknya memberikan kontribusi dalam menuju kehidupan yang harmonis dan damai, dan apabila tidak diantisipasidengan baik dapat menimbulkan riak-riak, gejolak dan bahkan disintegrasi bangsa. 

Bagaimana hendaknya disikapi persoalan ini dalam kehidupan masyarakat sehingga berbagai komponen bangsa ini dapat dilakukan sinergitas dalam upaya memperkuat tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam ajaran agama Hindu yang dilaksanakan memiliki karakteristik yang sangat khas. Kekhasan itu terletak dari adat dan budaya keagamaan yang melandasinya. Karenanya, aktualisasi ajaran yang ditransformasikan melalui pendidikan agama Hindu yang diterapkan terimplementasi dan terkolaborasi dengan kekhasan setempat. 

Konflik adat dan agama di tinjau dari  pendidikan agama Hindu agar memperhatikan hal-hal yang sangat esensial yang sesuai dengan peningkatan iman dan takwa (sraddha dan bhakti),   sebagai kontribusi dalam rangka mengentaskan dekadensi moral dan efek negative lainnya dengan memahami  Brahmavidya (Teologi) dan menggali nilai-nilai ajaran susila Hindu untuk membina kerukunan hidup berbasis ajaran Hindu. 

Untuk membangun kerukunan sesuai ajaran Hindu, yang dalam penyajiannya dikembangkan ke dalam bentuk kajian menelusuri urgensi kerukunan dalam membangun masyarakat yang damai,  dengan menggali sumber historis, sosiologis, politik, dan filosofis dalam membangun kerukunan  dalam adat dan agama.

Kecenderungan umat beragama berupaya membenarkan ajaran agamnya masing-masing, meskipun ada yang tidak paham terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam agama yang dia bela tersebut. Namun semangat yang menggelora kadang kala telah merendahkan orang lain yang tidak sepaham dengannya meskipun berasal dari satu agama. Harus diakui keyakinan tentang yang benar itu didasarkan pada Tuhan sebagai satu-satunya sumber kebenaran. 

Pluralitas manusia menyebabkan wajah kebenaran itu tampil beda ketika akan dimaknakan. Sebab perbedaan ini tidak dapat dilepaskan begitu saja dari berbagai referensi dan latar belakang orang yang keyakininya. Mereka mengklaim telah memahami, memiliki, bahkan menjalankan secara murni terhadap nilai-nilai suci itu.

Perkembangan konflik adat dan agama di Bali akhir akhir ini terjadi karena degradasi moral yang memandang bahwa hukum adat lebih tinggi dari hukum positif sehingga mengabaikan Ajaran agama yang dianut seperti yang telah terjadi di beberapa desa adat yang ada di Bali, dengan mengedepankan hukum adat setempat berupa kesepakatan (perarem) mengenakan sangsi adat kepada salah satu warganya sehingga terjadi pengerusakan yang digunakan untuk sarana upacara dalam rangkaian upacara adat istiadat.

Dalam permasalahan tersebut sudah terjadi suatu konflik adat yaitu salah satu warga mendapatkan sangsi adat karena melanggar aturan adat (awig-awig) atau prerarem (kesepakatan diluar awig- awig) dan dalam perjalanan waktu warga yang kena sangsi adat tersebut dilarang menggunakan pasilitas desa adat dan karena tidak mengindahkan sangsi tersebut yaitu salah satunya tidak boleh menggunakan pasilitas adat untuk memasang  kelengkapan sarana upacara keagamaan maka terjadi suatu konflik yang mengarah kepada konflik agama, karena warga dalam keadaan emosi melakukan pencabutan terhadap sarana upaca sebagai simbol suci agama tersebut, dan sehingga publik menilai bahwa atas pengerusakan tersebut terjadi menimbulkan permusuhan, dan penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Menyikapi permasalahan tersebut  konflik adat dan agama bisa diminimalisir dengan meningkatkan pemahaman ajaran agama dan pembinaan kelembagaan terhadap adat itu sendiri dengan Konsep maitri  selalu bersahabat dengan siapapun, 

Konsep Karuna sebagai wujud cinta kasih diwujudkan dengan saling membantu dalam melakukan suatu tidak ada muncul sikap bersaing untuk menjadi pribadi yang paling hebat  dan Konsep Mudita dengan melakukan kegiatan sharing/diskusi  agar terbangun suasana yang semakin hangat, terbangun rasa simpati dan empati saling memotivasi satu sama lain  walaupun berasal dari latar belakang sosial, ekonomi, maupun agama yang berbeda Selanjutnya konsep Upeksa yang bermakna toleransi  sikap saling mengerti ketika ada perbedaan. Kemudian dalam pendidikan agama hindu untuk mengelola konflik adat dan agama sangat penting di terpakan ajaran Tat Twam Asi yant termuat Dalam Chandhogya Upanishad VI.8.7 tersurat sebuah Maha Vakya atau semboyan utama yaitu Tat Twam Asi yang merupakan nilai yang sangat luhur, yang dapat kita gunakan sebagai pedoman dalam membangun sebuah kehidupan yang rukun dan damai.  

Tat Twam Asi mengandung arti bahwa 'itu adalah engkau, engkau adalah dia'. Kata 'itu' bermakna sebagai Brahman atau Sumber segala kehidupan. Sedangkan kata 'engkau' adalah merupakan Atman atau jiwa yang menghidupi semua makhluk. 

Dengan demikian dapat kita maknai bahwa jiwa yang bersemayam dalam setiap manusia adalah berasal dari sumber yang sama yaitu Brahman atau Tuhan sendiri.  Ajaran Tat Twan Asi merupakan dasar dari Tata Susila Hindu di dalam usaha untuk mencapai perbaikan moral. Susila adalah tingkah laku yang baik dan mulia untuk membina hubungan yang selaras dan seimbang serta rukun di antara sesama.

Dari Maha Wakya Tat Twam Asi ini pula, kita diharapkan mampu untuk bercermin diri bahwa sebenarnya kedudukan sebagai sesama manusia adalah setara, itu adalah engkau, dan engkau adalah dia juga. Wasudaiwa Kutumbakam, bahwa kita semua adalah bersaudara. Rukun Agawe Santosa, Crah Agawe Bubrah. Rukun akan menjadikan kita kuat dan kokoh, sedangkan pertengkaran akan menimbulkan kekacauan dan kehancuran.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun