Kalau begitu proses kredensialing di awal lah yang menjadi pertanyaan. Mengapa bisa rumah sakit yang sekiranya belum siap dari segi SDM dan kualitas peradministrasian bisa ditunjuk sebagai mitra BPJS?
Namun, berbeda dengan alasan yang dilontarkan Direktur Utama BPJS tersebut, salah satu kantor cabang BPJS mengatakan hal ini justru terjadi akibat adanya masalah keuangan terkait kecukupan aggaran akhir tahun dari kantor pusat.Â
Bahkan kantor BPJS cabang yang lainnya juga mengatakan bahwa keterlambatan ini tidak hanya dialami oleh rumah sakit di daerah tertentu saja, tetapi seluruh Indonesia. Jadi mana yang benar?
Fakta akibat pembayaran klaim yang menunggak
- Kegiatan operasional di beberapa RS terganggu. Seperti kehabisan stok obat dan tidak ada uang untuk membeli, implikasinya kepada tidak bisa membeli pelayanan yang optimal, kesulitan menggaji karyawan, dan keterbatasan dalam pengelolaan kegiatan operasional lainnya. Sebab, RS lebih membutuhkan dana cair untuk melakukan semua kegiatan itu.
- Cash-flow RS terhambat. Kalaupun pelayanan di rumah sakit belum terganggu, tetapi likuiditas keuangan rumah sakit tersebut sudah pasti menjadi korban. Sehingga mau tidak mau rumah sakit harus mengatur otak terkait pengaturan manajemen keuangannya agar tetap sehat. Upaya tersebut diwujudkan melalui beberapa pilihan alternatif yang dilakukan, yakni dengan mengandalkan cadangan modal yang masih dimilikinya, meskipun tidak akan bertahan lama. Atau dengan meminjam uang ke bank, meskipun ada biaya bunga yang nantinya harus ditanggung sendiri.
- Hampir 90% pasien rumah sakit swasta merupakan pengguna JKN, dan sekitar 80% pendapatan rumah sakit berasal dari pembayaran klaim BPJS Kesehatan. Nah, kira-kira berapa masalah yang akan timbul karena rumah sakit tidak punya biaya? Sehari atau dua hari memang belum menjadi masalah, tapi bagaimana jika kasusnya sampai berbulan-bulan?
- Beberapa RS terancam bangkrut, bahkan ada yang harus menghentikan operasinya sembari menunggu uang BPJS yang cair. Kasus ini yang pernah menimpa salah satu rumah sakit di Tangsel - RS Bunda Dalima dan 6 rumah sakit lainnya di sekitar Banjar dan Garut
- Beberapa RS memutuskan untuk tidak melayani pasien BPJS. RSU Sari Mutiara Medan dan RSUD Al Ihsan Bandung sempat terpaksa menghentikan pelayanannya terhadap pasien BPJS, padahal mayoritas pendapatannya berasal dari situ.
Jika hal ini terus menerus terjadi, akan semakin banyak bisnis rumah sakit yang menjadi korban. Terutama rumah sakit kecil di banyak daerah di Indonesia, di mana hal ini kemudian akan berdampak pada semakin berkurangnya provider yang menjadi mitra BPJS, alhasil akses pelayanan yang bisa diraih oleh peserta semakin terbatas. Kecuali BPJS mau mengimbangi dengan mengontrak provider-provider baru demi menjamin akses pelayanan kesehatan agar tidak terputus.
Solusi?
Tentu kekacauan ini harus segera dibenahi, diantaranya dapat melalui rerevisi regulasi terkait proses verifikasi program Jaminan Kesehatan Nasional.Â
klaim akan dibayar klaim paling lambat 15 hari kerja sejak berkas secara lengkap diterima atau sejak keputusan klaim telah ditentukan?
Selain itu perlu diperhatikan pula anggaran penyelenggaraan BPJS selama setahun penuh, jangan sampai sudah habis di awal dan dampaknya klaim-klaim di akhir tahun justru telat untuk dibayarkan karena anggarannya mandek.Â
Tentunya memang hal ini bisa disiasati dengan meminta subsidi pemerintah, tapi harus diperhatikan pula ketepatan waktunya.
Tetapi, jika kendala utamanya memang disebabkan akibat dokumen yang menumpuk, maka ada baiknya BPJS segera mewajibkan seluruh rumah sakit untuk menerapkan sistem digital klaim. Kabar baiknya, kini BPJS sudah mulai meluncurkan sitem verifikasi dan klaim digital atau yang dikenal sebagai Vedika, tetapi memang belum semua FKRTL menerapkannya.Â