Mohon tunggu...
Danang Risdiarto
Danang Risdiarto Mohon Tunggu... -

Abdi Negara, Mahasiswa Pascasarjana Kajian Stratejik Ketahanan Nasional Universitas Indonesia. Twitter: @Risdiarto. E-mail: risdiarto@gmail.com. Facebook & Path: Danang Risdiarto

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasionalisme dalam Perkembangan Geopolitik Indonesia

3 Januari 2017   12:06 Diperbarui: 3 Januari 2017   12:14 2652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara pandang suatu bangsa memandang tanah air dan beserta lingkungannya menghasilkan suatu wawasan nasional. Hal tersebut selanjutnya menjadi pandangan atau visi bangsa dalam menuju tujuannya. Namun tidak semua bangsa memiliki wawasan nasional. Inggris adalah salah satu contoh bangsa yang memiliki wawasan nasional yang berbunyi “British rules the waves”. Ini berarti tanah Inggris bukan hanya sebatas pulaunya, tetapi juga lautnya.

Secara konsepsional Wawasan Nusantara merupakan wawasan nasionalnya bangsa Indonesia. Perumusan Wawasan Nusantara itu merupakan salah satu konsepsi politik dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Wawasan nasional dari bangsa Indonesia yang terdiri dari daratan, laut dan udara diatasnya dipandang sebagai ruang hidup (lebensraum) yang satu atau utuh. Pandangan bangsa Indonesia didasarkan kepada konstelasi lingkungan tempat tinggalnya yang menghasilkan konsepsi Wawasan Nusantara. Jadi Wawasan Nusantara merupakan penerapan dari teori geopolitik bangsa Indonesia.

Prinsip geopolitik bahwa bangsa Indonesia memandang wilayahnya sebagai ruang hidupnya namun bangsa Indonesia tidak ada semangat untuk memperluas wilayah sebagai ruang hidup. Salah satu kepentingan nasional Indonesia adalah bagaimana menjadikan bangsa dan wilayah negara Indonesia senantiasa satu dan utuh. Kepentingan nasional itu merupakan turunan lanjut dari cita-cita nasional, tujuan nasional maupun visi nasional.

Daoed Joesoef dalam tulisannya berpendapat bahwa karena faktor urgensi politik strategis, kebijakan Indonesia selalu dikaitkan dengan perkembangan global dunia internasional. Hal ini pada akhirnya juga mempengaruhi geopolitik yang mengakibatkan Indonesia ikut terlibat dalam pergolakan dikawasan Pasifik, termasuk kawasan Laut Cina Selatan, yang itu juga berakibat pada kawasan laut terluar negeri ini yaitu Papua dan Maluku. Secara konstitutif kawasan tersebut sangat menentukan ketahanan nasional, artinya apabila kawasan tersebut dikuasai sama artinya menguasai kawasan tanah air lainnya, ibarat kata Papua dan Maluku merupakan “jantung” tanah air jadi ketika itu telah dikuasai maka “arteri” kawasan tanah air lainnya juga akan ikut dikuasai. Jadi siapa saja yang menguasai jantung arsipel Indonesia tersebut maka akan menguasi arteri seluruh negara. Oleh sebab itu maka pertahanan dan pembangunan tentunya tidak hanya dipusatkan dikawasan yang menjadi daerah pusat pemerintahan saja, namun juga daerah yang jauh dari kawasan pusat pemerintahan seperti Papua dan Maluku tetap harus diperhatikan sektor pertahanannya.

Indonesia dalam pandangan Daeod Joesoef dipandang sebagai negara dengan komposisi laut yang luas sehingga memerlukan ketahanan nasional yang cukup kuat sehingga kawasan- kawasan yang rawan untuk dikuasai tetap terjaga kedaulatannya. Selain itu gugusan kepulauan Indonesia yang amat banyak tersebar di lautan Indonesia juga memerlukan pertahanan. Hal tersebut diperlukan untuk mewujudkan suatu ketahanan nasional dengan kekuatan militer yang kuat  sehingga dapat tercipta ketahanan nasional tidak hanya di daerah- daerah yang dipandang menjadi pusat negara saja namun juga daerah yang jauh dari pusat negara. Daerah-daerah dan pulau-pulau terdepan Indonesia mempunyai peluang besar untuk lepas ataupun dikuasai negara lain sehingga pertahanan didaerah tersebut juga memerlukan perhatian khusus.

Teori yang umum tentang terjadinya bangsa menurut Ernest Renan adalah adanya sekelompok manusia yang ingin bersatu, “le desire d’etre ensemble”.Sedangkan Otto Bauer, seorang ahli ilmu politik yang lain, menambahkan persyaratan adanya unsur persatuan nasib.

Menurut Soekarno dalam pidato yang masyhur tentang “Lahirnya Pancasila” tahun 1945, kedua unsur itu saja tidak cukup. Harus ada satu unsur lagi, yaitu unsur tempat dimana kelompok manusia yang ingin bersatu dan kelompok manusia yang mempunyai persatuan nasib itu berpijak pada suatu tempat yang sama. Bangsa adalah persatuan antara manusia dan tempat, yaitu bumi di mana kakinya berpijak. Tempat itu adalah tanah air. Jadilah geografi itu satu makna politik, yaitu geopolitik yang menjadi landasan pembentukan bangsa.

Ide-ide tentang Pancasila, NKRI dan Negara Kepulauan, telah mendapatkan wadahnya dalam konsepsi geopolitik yang disebut Wawasan Nusantara. Secara konsisten Indonesia akan mempertahankan wujud seluruh laut, udara dan pulau-pulau Kepulauan Nusantara sebagai satu Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang merupakan Negara Kepulauan dengan kesatuan politik, ekonomi, sosial dan budaya serta pertahanan dan keamanan yang berlandaskan Pancasila.

Falsafah dan ideologi Pancasila merupakan kebijakan tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, yang apabila dihadapkan kepada tantangan untuk menumbuhkan, meningkatkan dan memelihara kesejahteraan dan keamanan yang adil dan merata di seluruh kepulauan Indonesia, menuntut diwujudkannya seluruh kepulauan Indonesia sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh, baik dalam aspek kewilayahan maupun dalam aspek dinamisasi sistem pemerintahan dan kemasyarakatan. Lahirnya sebuah konsepsi geopolitik yang khas di Indonesia, karena lahir dari falsafah dan ideologi Pancasila serta kondisi, posisi dan potensi wilayah Indonesia yang spesifik berwujud kepulauan dan terletak di jalan silang dunia yang vital.

Berbeda dari masa sebelum kemerdekaan, keragaman etnisitas yang dimiliki bangsa Indonesia kini tidak bisa disatukan oleh Islam sebagai agama mayoritas. Hal ini seakan membuktikan tesis Francis Fukuyama dalam The End of History and the Last Man, bahwa nasionalisme tidak lagi menjadi kekuatan signifikan dalam sejarah dunia. Ia melihat kian surutnya nasionalisme lama di negara-negara demokratis paling liberal dan paling maju di Eropa. Kalau pun mereka masih berpegang pada nasionalisme, itu lebih bersifat kultural ketimbang politik, karena lebih toleran.

Dengan demikian, nasionalisme baru mesti dimaknai sebagai penghargaan kepada seluruh masyarakat secara berkeadilan sebagaimana loyalitas yang telah diberikan kepada bangsa. Oleh sebab itu, kesadaran baru terhadap nasionalisme harus berjalan seimbang antara hak-haknya sebagai warga negara maupun warga masyarakat yang patut mendapatkan kesejahteraan, keadilan dan penghargaan kemanusiaan secara hakiki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun