Mohon tunggu...
Risa Suryanti
Risa Suryanti Mohon Tunggu... Psikolog - Clinical Child Psychologist

konseling anak dan remaja

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Anak Sering Mengulang Kalimat Orangtua? Wajar atau Warning?

8 Juni 2023   11:23 Diperbarui: 8 Juni 2023   11:35 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"adek mau makan apa?"  

"makan apa"

"iya.. adek mau makan apa?"

"makan apa"

 

Pernahkah kita mendengar respon anak yang mengulang atau meniru ucapan kita?

Sering kali kita jumpai anak-anak yang mulai berkembang kemampuan bahasanya  cenderung meniru atau mengulang kalimat dari orang-orang sekitarnya. Mereka sekedar meniru tanpa memahami arti ucapan tersebut. Fase meniru atau mengulang kalimat orang dewasa sangatlah wajar. Terutama untuk anak-anak yang kemampuan bahasanya sedang berkembang. Para ahli sepakat bahwa meniru atau mengulang kata/kalimat adalah bagian dari perkembangan bahasa. Kemampuan meniru atau mengulang ini akan berkurang sampai usia antara 2 atau 3 tahun seiring dengan perkembangan bahasa anak-anak.

Bagaimana kalau anak masih meniru atau mengulang kata sampai usia > 3 tahun ?

Orang tua perlu melakukan observasi mendalam terkait kebiasaan anak dalam meniru atau mengulang kalimat tersebut. Seseorang yang mengulang kata, frasa, atau suara yang ia dengar dari orang lain kita sebut sebagai echolalia. Kondisi ini bisa menjadi red flag apabila terjadi di usia lebih dari 3 tahun. Dalam developmental psychopatology, echolalia merupakan salah satu gejala dari Autism Spectrum Disorder (ASD).

Echolalia pada anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD).

Echolalia adalah bentuk pengulangan ucapan yang sangat spontan, tidak disengaja, dan mudah diserap.  Sekitar 75% anak dengan ASD mengalami periode echolalia. Echolalia merupakan salah satu gangguan bicara yang menonjol pada anak ASD. Dahulu echolalia mungkin dianggap sebagai perilaku negatif, stereotip, dan tidak mempunyai makna. Namun saat ini echolalia merupakan sebuah tanda kesulitan bahasa yang dialami anak-anak dengan ASD. Ini sekaligus sebagai sebuah tanda positif adanya perkembangan bahasa. Penelitian banyak membuktikkan bahwa echolalia merupakan cara anak dengan ASD mengembangkan kemampuan bahasa fungsional.

Robert (dalam Dodd, 2005) menjelaskan bahwa ASD menggunakan echolalia sebagai

1. Strategi koping.

2. Sarana membantu pemahaman.

3. Sarana memulai atau mempertahankan kontak sosial.

4. Sarana meminta, menolak, memprotes.

5. Memperoleh bahasa dari lingkungan.

Ada dua jenis echolalia yang umumnya dialami oleh anak dengan ASD yakni

1. Immediate echolalia

ASD dengan jenis echolalia ini mengulang perkataan atau suara yang baru saja didengar.

Misalnya, saat orangtua mengatakan “waktunya makan”, anak justru ikut mengatakan “waktunya makan” ketimbang langsung makan sebagaimana perintah orang tua.

2. Delayed echolalia 

Sesuai namanya, ASD dengan jenis echolalia ini mengulang perkataan atau suara beberapa saat setelah ia mendengarnya.

Lamanya jeda waktu antara yang didengar dan diucapkan bisa beberapa menit atau bahkan setahun setelah ucapan tersebut ia dengar. Kata-kata ini pun bisa diucapkan kapan saja dan di mana saja.


Bagaimana mengatasi echolalia?

Meski banyak ahli mengatakan bahwa echolalia merupakan sebuah tanda positif dari perkembangan Bahasa anak dengan ASD, kondisi tersebut tentu dapat mengganggu pembelajaran dan interaksi sosial penderitanya.

Konsultasi dengan dokter saraf anak, psikolog, dan terapis wicara untuk mengurangi intensitas echolalia serta meningkatkan kemampuan bahasa anak dengan ASD.

Sumber

Dodd, S. (2005). Understanding Autism. Australia: Elsevier.

Patra, K. P., & Jesus, O. D. (2023). Echolalia. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun