Pati hanya satu dari sekalian banyak kasus yang muncul di media. Pemilik mobil rental dari Jakarta hendak mengambil sendiri mobilnya yang tidak pulang-pulang, lalu diteriaki orang. Massa kemudian mengeroyok tanpa ampun.
Kasus orang tidak ada salah, diteriaki maling lalu dihakimi massa bukan sekali dua kali terjadi. Tidak jarang berakhir kematian atau rumah sakit. Kejadian diMengeroyok begitu saja gara-gara satu teriakan yang belum diverifikasi. Kok, orang bisa sekejam itu?
Di konteks massa atau kumpulan banyak orang, otak sering kali macet, tidak bisa digunakan. Tidak ada rasionalitas kritis di massa. Kumpulan orang-orang yang emosional seperti aliran air bah, ikut saja bagian depannya, yang selalu mengarah pada tempat lebih rendah dan merusak yang menghadangnya. Luapan emosi massa juga cenderug begitu. Merusak.
Apalagi bila sebagian kecil warga sudah memiliki pengalaman buruk dengan kriminalitas dan kemudian menjadi pengetahuan bersama akibat pemberitaan. Ada semacam norma di masyarakat bahwa warga mesti mengambil caranya sendiri untuk menyelesaikan kriminilitas. Semacam vigilantisme, main hakim sendiri atau bertindak sebagai hakim, padahal bukan.
Makanya, dalam emosi yang meluap-luap, bentuk penghakiman apapun bisa terjadi. Bahkan sesadis menyiram bensin dan membakar.
Lantas, sebagai warga perorangan bagaimana memecah luapan emosi itu sehingga penghakiman yang sadis tidak terjadi?
Perorangan artinya hanya segelintir dari massa. Apakah bisa melakuka sesuatu untuk mencegah tindakan main hakim sendiri?
Secara teoritis tidak mudah karena orang terjebak emosi massa yang sulit dikontrol. Belum lagi, waktu memutuskan tindakan pencegahan itu mesti cepat karena terlambat beberapa saat saja akibatnya akan fatal bagi korban.
Sulit tapi mungkin bisa dicoba. Intinya, yang perlu dilakukan adalah bersifat cepat, mengagetkan, dan fokus pada beberapa orang tapi yang dapat diamati oleh orang banyak. Jangan banyak berkata-kata, nasihat panjang lebar, berharap orang berpikir. Karena orang sulit berpikir. Otak neo cortex-nya sedang tidak bekerja. Massa tengah terjebak pada otak mamalia (emosi).
Yang mungkin bisa dilakukan:
1) Banjur atau siram wajah orang dengan air lalu teriak: ada polisi! Atau ada CCTV! Kena pasal nanti!
2) Bila tidak siap dengan air, dorong satu atau beberapa orang lalu teriakan yang di atas.
Saat penuh luapan emosi, orang perlu dikagetkan agar tersadar. Namun, kaget juga bisa membuat orang lebih emosi, makanya segera teriak pesan-pesan pendek tadi.
Jangan menyampaikan pesan-pesan dalam kalimat-kalimat panjang karena orang tidak akan bisa mencerna. Kekagetan orang karena disiram atau didorong hanya membuka celah sempit bagi pesan. Akal sehat terbuka walau sedikit dan sekelebat. Makanya, teriakan saja pesan berisi 1-2 kata.
Dengan tindakan langsung teramati seperti menyiram atau mendorong, dan kemudian berteriak orang-orang lain dapat mengamati pesan kita. Harapannya, akal sehat mereka pun terbuka, walau sekelabat.
Dalam luapan emosi massa, waktu bertindak mesti cepat. Teknik di atas belum pernah diujicoba secara serius. Â Mungkin ini karena saya berpikir cepat-cepat saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H