Latihan 2: Latihan bersikap apresiatif dengan ganti lensa. Kalau ada siswa bandel, coba cari hal positif darinya. Jangan hanya melihat dengan kacamata negatif karena mudah menyulut emosi.Â
Terlambat - Masih bagus tetap masuk, meski rumah jauh, sibuk membantu orang tua dll.
Nyeletuk - Kelas jadi ramai, tidak hening seperti kuburan, perhatian masih di kelas
Tidak kerjakan PR - Masih bagus tetap masuk, siswa masih perlu bimbingan saya
Latihan 3: Kontrol nonverbal. Perasaan dan nonverbal orang itu berjalan beriringan. Kalau kita sedang emosi, wajah dan suara berubah. Di sini, emosi mempengaruhi nonverbal.
Untungnya, hubungannya berlaku simetris. Nonverbal juga mempengaruhi emosi. Makanya, walau kita sedang bete, bila kita paksa untuk tersenyum, nanti perasaaan akan berangsur berubah jadi lebih nyaman.
Coba latihan kontrol nonverbal, misalnya dengan mengubah melambatkan suara kita ketika kita mendapat "serangan" emosi. Atau coba kontrol nafas. Tarik nafas panjang, tahan, lalu keluarkan pelan-pelan. Atau genggam dan mainkan tangan kita. Atau senyum yang tulus.
Latihan 4: Pembunuh berdarah dingin. Adakalanya kita sudah tidak kuat menghadapi nakalnya anak. Tapi tetap, jangan marah. Tidak perlu emosi. Minta saja dia keluar kelas. Suruh menunggu di luar. Suruh pulang. Atau kalau dia tidak mau keluar, keluar saja dari kelas. Luangkan waktu bersantai mengatur emosi. Â Lalu laporkan ke kepela sekolah atau guru piket.Â
Santai saja. Tidak usah marah. Lakukan apa yang dipandang perlu dilakukan untuk menjaga kegiatan belajar mengajar tanpa gangguan. Lakukan tanpa baperan. Â
Bahkan sekurang ajar apapun siswanya, tidak usah emosi. Keluarkan saja dari kelas. Kasih nilai 0 besar. Beres. Sama sekali tidak ada gunanya emosi gara-gara perilaku siswa. Not worthed at all. Emang hidup hanya sekolah? Kan, masih banyak urusan yang perlu diurus. Â
Hmm, namun praktik tak semudah itu semua, kan?