Wasiat tersebut, disampaikan ajudan Soeharto, Mayjen Suryo kepada Hamka pada 16 Juni 1970. Isinya, Soekarno meminta agar Buya Hamka bersedia untuk mengimami shalat jenazahnya.
Tanpa pikir panjang, Buya pun berangkat menuju Wisma Yaso, ia kemudian menunaikan wasiat terakhir Soekarno dengan menjadi Imam shalat jenazah mantan Presiden Republik Indonesia yang pertama tersebut.
Padahal, hampir dua tahun lamanya Buya Hamka ditahan atas perintah Soekarno. Buya ditahan pada rentang tahun 1964-1966 dengan tuduhan pelanggaran Undang-Undang Anti Subsversif Penpres No.11 1963 dengan dugaan melakukan perencanaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Selain itu, buah pikirannya yang dicetak dalam beberapa bentuk buku dilarang peredarannya oleh pemerintah.
Hal tersebut juga merupakan bentuk akumulasi dari serangan Lekra melalui Harian Bintang Timur oleh pihak Kiri yang dipimpin oleh Pramoedya Ananta Toer kepada orang-orang yang bersebrangan dengannya termasuk Buya Hamka.
Buya Hamka sendiri tak pernah menaruh dendam kepada Pram dan Soekarno. Taufiq Ismail menyebut, Buya bahkan tak pernah setuju dengan pelarangan buku milik Pramoedya Ananta Toer sebab Pram, kata Hamka mengusung filsafat hidup yang didasari oleh cinta.
Sementara untuk Soekarno, Irfan Hamka menyebut ayahnya justru menganggapnya sebagai anugerah. untuk itu, Buya merasa tak perlu menaruh dendam atas kejadian tersebut.
"Dendam itu dosa, saya menganggap ini adalah karunia, sehingga saya bisa menyelesaikan tafsir 30 juz Alquran dari dalam penjara," kata Buya.
Buya Hamka memang kerap kali melontarkan kalimat yang menenangkan hati, baginya kata-kata yang lemah dan beradab dapat melembutkan hati dan manusia yang keras
Kebesaran jiwa Buya Hamka dari kisah-kisah yang saya tuliskan di atas adalah alasan mengapa buya adalah ulama yang kharismatik. Darinya kita bisa belajar banyak bagaimana merelakan jiwa yang terkoyak karena disakiti, disembuhkan hanya dengan kata memaafkan. Ia tak pernah melahirkan dendam sebab dendam hanya akan membusukkan hati dari dalam, mengundang tamu tak diundang bernama Setan yang membisikkan hati agar melakukan hal-hal yang tak ada kebaikan-kebaikan di dalamnya sedikitpun.
Hamka mengisahkan perlawanannya dengan Setan dalam bukunya, Tasawuf Modern. Hampir satu jam lamanya terjadi perang hebat dalam batinnya antara perdayaan iblis yang menghasutnya untuk mengiris lengannya dengan silet saat dituduh menjadi mata-mata Malaysia dan iman yang telah dipupuk berpuluh-puluh tahun.
"Alhamdulillah, perdayaan setan itu kalah dan dia pun mundur, saya menang," kenang Hamka dalam bukunya itu.