"Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, jika angkatan muda mati rasa maka matilah semua bangsa' -Pramoedya Ananta Toer-[caption caption="Pengenalan kampus untuk mahasiswa baru (sumber : Pers Mahasiswa PNUP)"][/caption]
Saya membuka tulisan ini dengan petikan kalimat diatas karena saya masih yakin dengan kekuatan orang-orang muda yang bebas dan terpelajar. Orang-orang muda yang disebut bung Karno mampu mengguncang dunia meski hanya berjumlah sepuluh orang, masih kurang tiga puluh delapan orang untuk mengguncang panggung *halah
Dunia kampus bergerak dinamis seperti hutan, banyak kejutan di dalamnya dan siapa yang mampu mengenali lebih cepat medan maka akan mampu bertahan hidup. Setelah mampu bertahan hidup, ada yang kemudian memilih untuk lebih cepat keluar dari hutan itu, dan ada pula yang masih tinggal sedikit lebih lama untuk menelisik lebih dalam, mencari hal-hal baru dan berusaha merubah lingkungan sekitarnya. Ada yang berhasil tapi tidak sedikit juga yang gagal.
Adek-adek unyu bergelar mahasiswa baru atau maba, biasanya akan menjadi korban empuk bagi kehidupan keras di kampus dan senior-senior yang suka tebar pesona dan sering menulis atau membaca tulisan berisi roman-roman picisan yang tujuannya apalagi kalau bukan untuk merayu adek-adek unyu yang masih suci, bersih, polos lugu dan tidak tahu apa-apa.
Tak jarang, orang-orang tua yang cemas dengan rayuan maut senior-senior kelas kakap di kampus tadi, rela meninggalkan pekerjaannya untuk mengantar anak-anaknya untuk masuk ke kampus di hari pertama kuliah, seperti mengantarkan sekumpulan anak-anak manja yang kuliah dengan modal rasa takut.
Kembali ke dunia kampus, bagi mahasiswa semester delapan seperti saya yang sementara dipusingi oleh skripsi dan dosen yang mempunyai ilmu kanuragan: menghilang saat dibutuhkan untuk bimbingan, mungkin bisa sedikit mengenalkan dunia kampus bagi adik adik maba.
Salah satu yang ingin saya kenalkan adalah Badan Event *eh Eksekutif Mahasiswa (BEM), lembaga tertinggi kampus yang punya tugas mengawal aspirasi mahasiswa ke tingkat birokrasi kampus dan mengawal kebijakan yang dikeluarkan pihak kampus
Lembaga otonom yang meminta ijin ketika akan menggunakan gedung kampus untuk musyawarah besar dan akan bubar ketika security kampus meminta untuk pulang karena ijin penggunaan bangunan telah habis ini, terkadang memilih presiden berdasarkan nilai akademis, bukan dari seberapa besar nyalinya.
Tentu, sangat tidak cocok untuk para pegiat lembaga bernyali yang biasanya berperawakan gondrong, suka tidur di kelas dan IPK Pas-pasan.
Tapi, ada pula para akademis yang suka berorganisasi, namun mereka biasanya akan malas jika diminta untuk menjadi presiden BEM. Tugas yang menumpuk dan sulitnya membagi waktu menjadi alasan klasik.
nah, hasilnya, program kerja disesaki dengan penyelenggaraan event-event seperti seminar cara meraih sukses, 40 hari menjadi kaya, cara meraih sukses dan kaya dalam 40 hari. hussssttt ngawur..
Di lingkungan intelektual seperti kampus perguruan tinggi, birokrat kampus seharusnya mendesak kita untuk memperbanyak diskusi dan membaca buku. bukan malah cemas dengan aktifitas kelembagaan dan menghasut adek-adek unyu dan lugu untuk muntah ketika berpapasan di koridor dengan para pegiat lembaga kampus.
Sebelum tambah ngawur, saya tutup tulisan ini dengan menyeruput kopi hitam buatan bu'de yang mulai dingin. Bagi adek-adek maba, selamat datang di dunia kampus, pilihan ada di tangan mungil kalian. mau jadi pegiat lembaga kampus silahkan.., kalau nggak mau ya juga nggak apa-apa.. Mari ngopi sambil diskus.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H