[caption caption="source : Materi Nangkring BKKBN"][/caption]
Keluarga Sejahtera Bukan Soal Jumlah Anak
Sepeda motor bebek melintas di depan saya. Terdapat seorang laki-laki yang memboceng istrinya. Mungkin itu pemandangan yang biasa. Namun yang membuat luar biasa adalah diantara mereka ada 4 bocah kecil yang ikut bersama. Membonceng motor sambil sesekali tertawa. Entah karena sempit atau sedang menikmati perjalanan. Jika dikira-kira jarak dari bocah-bocah itu tidak lebih dari 3 tahun. Dua anak duduk di depan, dua yang lainnya dihimpit sang Ibu.
Pria itu memiliki 4 anak yang masih kecil-kecil. Yang terbesar baru masuk SD dan yang paling kecil belum genap 2 tahun. Pekerjaan pria itu adalah pedagang roti keliling. Setelah subuh ia pergi ke pabrik roti untuk mengambil roti-roti yang akan dijual. Kemudian, ia berkeliling komplek dengan sepeda motor. Menjelang pukul 7 ia pulang untuk menjemput anak terbesarnya. Ia mengantarkan sang anak ke sekolah. Sore hari, ia kembali berkeliling komplek menjajakan roti yang masih hangat.
Di sela-sela berdagang roti, ia pun masih sempat menemani sang Istri untuk membawa balitanya ke posyandu. Sekedar menimbang berat badan anak-anaknya. Pedagang roti itu adalah tetangga saya.
Apa yang menarik dari cerita saya diatas? Jika boleh saya tebak, pasti menarik di jumlah anak. Dengan hanya berprofesi sebagai pedagang roti, ia berani memiliki banyak anak. Yang cukup menarik karena jarak dari keempat anaknya berdekatan.
Kampanye pemerintah tentang 2 anak lebih baik sepertinya tidak terlalu berpengaruh pada Tono (bukan nama sebenarnya), sang pedagang roti. Saya melihat ia sanggup menafkahi keluarganya dengan baik. Anak terbesarnya saja bersekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu, yang kita tahu memiliki uang SPP tinggi.
Bina Keluarga Balita (BKB)
[caption caption="source: Materi Nangkring BKKBN"]
Mencermati kehidupan masyarakat yang masih menganut paham ‘Banyak Anak Banyak Rezeki’ bagi saya itu relatif. Saya tidak mengatakan setuju namun tidak pula menolak. Tapi lebih melihat kepada kesanggupan kepala rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarganya.
Saat ini, saya aktif sebagai kader posyandu. Salah satu program yang ada di Posyandu adalah Bina Keluarga Balita (BKB). Tiap bulan saya dan kader lain memantau perkembangan keluarga balita. Memang terkadang ditemukan kasus balita yang masuk dalam kriteria gizi buruk karena kurangnya asupan makanan bergizi. Setelah ditelusuri, orangtua balita memang kurang memiliki kemampuan untuk memberikan makanan bergizi (daging dan susu) pada balitanya. Padahal, jumlah balitanya hanya 1 atau 2.
Bandingkan antara Tono, pedagang roti yang memiliki 4 orang anak (3 terakhir adalah balita), dengan keluarga balita penderita gizi buruk yang padahal hanya memiliki 1 balita saja. Menurut saya, jelas jumlah anak tidak menjadi landasan menyikapi kesejahteraan sebuah keluarga.
Selain memantau perkembangan balita serta keluarganya, saya dan kader lain juga melakukan penyuluhan. Biasanya penyuluhan yang diberikan adalah tentang program Keluarga Berencana (KB), penyuluhan soal tumbuh kembang balita dan juga memberikan bimbingan soal pengasuhan balita. Banyak yang merasa terbantu dengan program Bina Keluarga Balita. Â
Kader memantau tumbuh kembang balita di lingkungan posyandu. Satu bulan sekali Posyandu diadakan. Dan semua balita yang hadir di Posyandu memliki KMS yang harus dibawa ke Posyandu. Dalam KMS, kami—para kader—menuliskan pertumbuhan tiap balita. Dengan grafik, kami pun tahu apakah balita itu sehat atau sebaliknya.
Permasalahan yang biasanya muncul pada balita adalah berat badan yang kurang hingga di bawah garis merah. Garis merah adalah ‘warning’ untuk anak yang mengalami gizi buruk. Jika sudah begini, maka orangtua akan diberi pengetahuan soal meningkatkan pertumbuhan sang anak.
Program BKB yang dijalankan oleh kader-kader posyandu memiliki tujuan:
- Memantau pertumbuhan dan perkembangan balita
- Memberikan penyuluhan seputar tumbuh kembang balita
- Mengurangi angka balita penderita gizi buruk
- Meningkatkan ketahana keluarga balita
Sampai saat ini, program BKB masih terus berjalan dengan baik. Tiap satu bulan, kami membuat laporan yang nantinya diserahkan pada dinas terkait.
Bina Keluraga Remaja (BKR)
Program ini bertujuan untuk memberikan arahan bagi keluarga yang memiliki anak remaja. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa akhir-akhir ini pergaulan remaja sudah sangat mengkhawatirkan. Sex bebas sepertinya sudah bukan hal yang tabu bagi remaja kita saat ini. Padahal, perilaku sex bebas yang dilakukan terlalu dini akan menyebabkan remaja kehilangan masa depannya, terutama remaja perempuan.
Arus liar seperti itu memang tidak bisa hentikan lajunya. Yang bisa kita lakukan sebagai orangtua adalah memproteksi mereka dengan ilmu dan kasih sayang. Orangtua harus banyak belajar bagaimana cara menghadapi anak remaja. Remaja tidak sama dengan balita. Perlu cara khusus ketika kita ingin mendiskusikan sesuatu. Terlebih ketika tema diskusinya soal masa depan mereka.
Program yang mengiringi BKR adalah GenRe (Generasi Berencana). Jika BKR fokus pada keluarga (orantua) yang memiliki anak remaja, GenRe fokus pada remajanya itu sendiri. Kegiatan GenRe berfokus pada;
- Kampanye penundaan usia kawin. Disini remaja diajak untuk lebih mengutamakan sekolah dan berprestasi.
- Penyediaan informasi kesehatan reproduksi.
- Promosi perencanaan kehidupan berencana. Seperti: kapan akan menikah, kapan akan punya anak, berapa jumlahnya, dan lain sebagainya.
GenRe juga membantu para remaja dalam melewati periode transisi remaja, seperti:
- Melanjutkan sekolah
- Mencari pekerjaan
- Membentuk keluarga
- Menjadi anggota masyarakat
- Mempraktekan hidup sehat
 Dengan Bina Keluarga Remaja dan GenRe, pemerintah berharap orangtua dan remaja bisa aware pada permasalahan seputar remaja yang mungkin akan terjadi. Dengan begitu, remaja Indonesia akan hadir sebagai remaja yang berprestasi dan membanggakan.
Bina Keluarga Lansia (BKL)
Sekarang, posyandu bukan hanya milik balita saja. Di posyandu tempat saya menjadi kader, para lansia memiliki jadwal sendiri untuk datang memeriksakan kesehatannya. Sama seperti balita, para lansia datang kemudian ditimbang berat badannya. Selain itu para lansia juga diukur tensi darahnya. Jika ada keluhan, paramedis yang hadir siap membantu.
Bina Keluarga Lansia ini bertujuan untuk menghadirkan lansia yang tangguh. Dalam artian lansia yang sehat secara fisik, mental, sosial, mandiri, aktif dan produktif. Para lansia juga diberikan keterampilan yang dapat membuat mereka makin produktif. Jika biasanya, lara lansia hanya duduk dirumah tanpa melakukan apa-apa, dengan program ini lansia diajak untuk memanfaatkan waktu yang ada untuk melakukan hal-hal yang produktif.
[caption caption="source:Materi Nangkring"]
Menurut data, proyeksi jumlah lansia pada tahun 2010 sebesar 18 juta jiwa, dan akan meningkat tajam sebesar 48,2 juta jiwa atau 167,2% pada tahun 2035. Dengan begitu, Indonesia masuk menjadi 5 besar Negara dengan jumlah lansia terbesar di dunia. Dan, Indonesia sudah mendekati aging population. Jika lansia yang ada di Indonesia menjadi lansia tangguh, artinya lansia pun bisa berkontribusi pada Negara. Oleh karennya, dengan adanya program Bina Keluarga Lansia ini, diharapakan para lansia bisa mandiri dan bukan menjadi beban Negara.
Transformasi Karakter Bangsa Melalui Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil yang ada di masyarakat. Keluarga juga merupakan pondasi awal terbentuknya bangsa ini. Setidaknya ada 8 fungsi keluarga, diantaranya:
- Fungsi Agama
- Fungsi Sosial Budaya
- Cinta dan Kasih Sayang
- Fungsi Perlindungan
- Fungsi Reproduksi
- Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
- Fungsi Ekonomi
- Fungsi Lingkungan
Dengan keluargan yang solid, maka lahirlah para generasi-generasi yang membanggakan. Program Pembangunan Keluarga kini telah dikampanyekan pemerintah. Tujuannya, menciptakan keluarga yang memiliki ketahanan dan kesejahteraan.
Pembangungan Keluarga dihadirkan untuk menjawab isu-isu strategis yang mencakup keadaan sepanjang siklus kehidupan manusia. Seperti: kematian bayi & balita, kematian ibu, rendahnya pola asuh balita dan anak, kesehatan reproduksi remaja rendah, penduduk lanjut usia meningkat, dan jumlah balita & anak meningkat.
Dengan adanya pembangunan keluarga, pemerintah berharap ada perubahan. Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang berkarakter santun, budi pekerti, ramah dan suka bergotong-royong, dan seharusnya karekater itulah yang bisa membuat bangsa ini lebih maju.
Karakter seperti itu hanya dapat dimulai dari keluarga. Jadi, jika menginginkan bangsa kita menjadi bangsa yang hebat, maka tugas kita mencipatkan keluarga menjadi keluarga yang hebat.
Mari, ciptakan keluarga yang hebat untuk bangsa yang hebat.
Â
Risalah Husna
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H