"Keputusanku untuk berjilbab dan menikah denganmu tidak pernah aku sesali mas, bahkan aku bersyukur, karena bagiku, apa yang aku pilih ini lebih berharga daripada kekayaan dunia", lanjut ibuku, setelah itu ibu terdiam.
Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi, ibuku mengakhiri ceritanya, dan mengajak ayahku untuk sholat tahajjud bersama, dan aku melihat mereka berdua sholat tahajjud di tengah rumah dengan beralaskan tikar lusuh sebelum sejadah digelar. Aku bangga dengan mereka dan aku berdo'a dalam hatiku, Ya Alloh berikanlah kebahagiaan kepada kedua orang tuaku dan masukanlah mereka ke dalam surgaMU kelak.
Aku bersyukur memiliki orang tua seperti mereka, mereka selalu menjadi rumah tempatku kembali.
Tak terasa, air mataku ikut menetes, aku jadi mengerti mengapa aku dan saudara-saudaraku tidak pernah berkunjung ke rumah nenek, ibu selalu bilang kalau rumah nenek jauh, "insyaAlloh nanti kalau sudah ada waktu dan ongkosnya kita ke rumah nenek ya". Aku terharu mendengar kisah perjalanan ibuku, aku semakin menyayangi nya.
Aku juga terharu dengan kisah hidup ayah, beliau orang yang tegar, hidup sebatang kara tdk membuatnya kehilangan arah. Ayah selalu mengajarkan kami untuk senantiasa taat kepada Alloh, melaksanakan ajaran agama dengan baik.
Aku ingin sekali bertemu dengan Bu Isah, nenekku dari ayah. Aku membayangkan beliau adalah sosok wanita tangguh dan sholihah... MaasyaAlloh
Aku juga ikut mendo'akan nenek dan kakek ku dari ibu, semoga mereka semua mendapatkan cahaya hidayahNYA.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H