Mohon tunggu...
Riris Rismawati
Riris Rismawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung Kelas BIB LPDP

IRT yang memiliki 5 org anak laki-laki (menuju 6 InsyaAlloh), bekerja, kuliah S2 MPI, suka membuat cerpen dan sudah membuat beberapa buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah Senja

6 Juni 2024   11:35 Diperbarui: 6 Juni 2024   11:42 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat itu aku memang memiliki keberlimpahan harta, apapun yang aku mau ayah dan ibu selalu memberikan, tapi hatiku merasa hampa, justru ketika aku bersama dengan bu isah aku merasakan ketenangan. Karena itu aku memutuskan untuk memperdalam ilmu agama.

Ketika lulus SMA aku berkata kepada orang tuaku bahwa aku ingin mempelajari ilmu agama, aku mau pesantren, tetapi mereka tidak setuju, akhirnya mereka memasukan aku ke universitas swasta yang menurut mereka bagus, di kampusku waktu itu tidak ada mata kuliah agama Islam, karena memang universitas tersebut berlandaskan agama yang lain, tetapi aku tidak dipaksa untuk mengikuti kegiatan keagamaan mereka.

Di kampus  itulah aku berkenalan dengan Mirna, dia kakak tingkatku, dia juga beragama Islam, dia memakai hijab, aku senang sekali bisa bertemu dengannya. Mirna mengajakku untuk mengikuti kajian setiap akhir pekan, disanalah aku terus memperdalam Islam. Sampai akhirnya aku lulus kuliah.

Setelah lulus, ayah dan ibuku sering mengomentari pakaian ku, karena saat itu aku sudah memakai baju yang lebih tertutup lagi, aku selalu memakai celana panjang atau rok panjang dengan baju yang juga berlengan panjang.

Sampai suatu hari aku memberanikan diri berbicara kepada ayah dan ibuku bahwa aku ingin mengenakan jilbab, ayah dan ibuku marah, menurut mereka berjilbab itu berarti terlalu fanatik dengan agama, nanti malah seperti orang-orang yang pada akhirnya menjadi teroris. Saat itu aku sedih bercampur marah kepada orang tuaku, aku sampaikan kepada mereka bahwa menutup aurat itu wajib. Tetapi mereka tidak mau mendengarku.

Sejak saat itu aku sering mengurung diri di kamar, aku sedih dan malu jika mau keluar rumah, karena aurat ku masih belum bisa aku tutup. Aku teringat bu Isah, beliau yang mengajarkan aku pertama kali, aku sering berdo'a untuk ibumu mas, setelah kepergian Bu Isah sebenarnya aku sangat kehilangan.

"MaasyaAlloh, Ibu, Danti, mas juga sangat kehilangan beliau, dialah satu-satunya yang mas miliki saat itu, setelah kepergiannya, mas sebatang kara, mas merasa hidupku tak berguna lagi, tetapi mas teringat pesan ibu, "Jadilah orang yang berguna untuk sebanyak-banyaknya orang, jadilah cahaya ditengah gelapnya zaman ini", hanya itu yang ibu sampaikan kepadaku di detik-detik menjelang wafatnya. Setelah kepergiannya mas tinggal di pondok mengajar ngaji disana" Sahut ayah sambil menitikkan air matanya.

"Iya Mas, semoga beliau Alloh tempatkan dalam JannahNYA", sahut ibu.

Ibu kembali melanjutkan kisah hidupnya, "Suatu hari, di hari minggu pagi Mirna mengajakku untuk mengikuti kajian, aku bingung saat itu bagaimana aku bisa keluar rumah tanpa menggunakan jilbab, aku sampaikan kegelisahanku pada Mirna, lalu Mirna memberiku ide untuk aku keluar rumah dengan menggunakan baju olah raga dan topi, tapi aku bekal baju dan jilbab, nanti aku bisa berganti pakaian di toilet masjid. Aku mengikuti ide Mirna, aku merasa sangat bahagia bisa menghadiri kajian itu.

Waktu itu menjelang Idul Adha, kajian nya tentang kisah teladan Keluarga Ibrahim, dalam kajian itu digambarkan bagaimana kesabaran Ibrahim, istrinya Hajar dan anaknya Ismail, dan bagaimana kuatnya mereka memegang kebenaran, aku malu dengan diriku saat itu, selama kajian aku terus meneteskan airmata.

Setelah kajian berakhir, aku memeluk Mirna dan berterima kasih kepadanya karena sudah mengajakku untuk mengikuti kajian ini. Sejak saat itu aku memutuskan untuk berjilbab, walaupun orang tuaku tidak menyukai nya. Aku pulang ke rumah dengan masih menggunakan jilbab, sebenarnya aku takut mereka marah, tapi aku ingin meraih keridhoanNya, aku ingin seperti Hajar yang bergantung hanya kepadaNYA, dengan ucapan Bismillah aku masuk ke rumah...".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun