Apa ceritaku akan terlihat tidak nyata jika menuliskan hal yang tidak kurasakan?
Aku ingin segera pulang dan berada di depan perapian. Atau setidaknya meneguk anggur, karena aku benci kopi. Kekentalannya membuatku muak.
Seorang pelayan menemuiku di meja. Menyodorkan sebuah buku menu yang beberapa minumannya sudah kuhapal.
“Apa benar anda memesannya? Bukankah anda tidak suka kopi?” tanyanya setelah mendengarkanku menyebutkan apa yang ingin kupesan. Membuatku menghela nafas sejenak.
“Aku sangat suka kopi,” aku menjawabnya sambil berusaha tersenyum manis.
Pelayan itu ikut tersenyum, senyuman yang datar.
Haruskah aku menuliskan semuanya sesuai dengan diriku?
Namun, yang paling kubenci adalah ketiadaannya di sini. Lelaki itu kabur meninggalkanku. Orang yang biasanya menggengam tangan dingginku.
Seorang wanita melangkah menuju mejaku. Kami saling manyapa. Teman yang kutunggu itu datang tepat waktu. Aku basa-basi menanyakan kabarnya.
“Kamu baik-baik saja kan?” dia ganti bertanya namun, tatapannya kali ini benar khawatir.
“Aku tidak apa-apa.”