Mohon tunggu...
Nurmarinda Dewi Hartono
Nurmarinda Dewi Hartono Mohon Tunggu... Freelancer - Ririn Marinda

Pendiam di dunia nyata, Menghanyutkan dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Lingkungan Hidup di Dompu: Perpaduan Krisis Moral dan Krisis Ekoliterasi

7 Januari 2024   12:35 Diperbarui: 7 Januari 2024   12:37 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lingkungan hidup merupakan interaksi kompleks antara komponen biotik dan abiotik yang memiliki hubungan timbal-balik. Apabila salah satu komponen tersebut hilang, maka akan menyebabkan ketidakesimbangan di antara hubungan tersebut. Manusia dan hewan tidak dapat bernafas apabila oksigen tidak dihasilkan oleh pepohonan. Begitupun pepohonan tidak dapat hidup tanpa air dan dipelihara oleh manusia. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan di bumi ini dapat terus berjalan karena keseimbangan lingkungan hidupnya.

 Semakin bertambahnya usia bumi, rupanya keseimbangan lingkungan hidup di dalamnya semakin terganggu. Faktor utamanya adalah hubungan manusia dan lingkungan yang tidak harmonis. Isu-isu kerusakan lingkungan hidup yang didengungkan secara global seakan hanya menjadi berita belaka. Manusia semakin fokus mengejar perkembangan teknologi saja. Nyatanya, perubahan yang dihasilkan oleh kemajuan zaman tidak hanya mengubah kehidupan manusia yang semula sulit menjadi mudah, namun juga mengubah alam yang dahulu subur permai menjadi cacat. 

Perubahan lingkungan terjadi dimana-mana tidak terkecuali di tanah Dompu. Kabupaten kecil di Nusa Tenggara Barat yang kini tengah berada dalam situasi krisis lingkungan hidup. Tidak heran, jika pernah mendengar cerita orang-orang zaman dahulu yang menggambarkan betapa asrinya daerah Dompu beberapa waktu silam. 

Air sungai yang masih jernih, gunung-gunung hijau dipenuhi kabut, hewan-hewan yang saat ini dilindungi masih sering ditemukan, dan mata air masih terjaga dalam lindungan akar-akar hutan. Saya pun sempat menjadi saksi betapa indah alam Dompu belasan tahun yang lalu. Betapa bangganya saya menunjukkan kepada dunia bahwa saya tinggal di daerah surgawi yang alamnya belum terjamah oleh pembangunan modern. Namun, beberapa tahun belakangan ini keindahan alam itu perlahan direnggut oleh tangan-tangan manusianya sendiri.

Hutan Gundul, Krisis Air Bersih, dan Sampah Plastik

Berbicara tentang perubahan lingkungan di Dompu, setidaknya ada tiga masalah yang dapat dilihat dengan mata telanjang: hutan gundul, krisis air bersih, dan sampah plastik. Masalah hutan dan gunung yang gundul mungkin membuat kita terngiang dengan penggalan lagu daerah: "Tiopu laona Nggahi Rawi Pahu, Kauna ngaha aina ngoho. Doro ra wuba fu'u ba oi. Dompo ra fati na waura mango. Waura kola ngoho ba dou". Bak sebuah ramalan, lagu tersebut sungguh menggambarkan keadaan Dompu saat ini. Semua pun setuju bahwa saat ini semakin sulit rasanya menemukan gunung hijau yang berkabut sejuk. Kini berubah menjadi hamparan tanah kering dihiasi bangkai-bangkai pohon yang tergeletak tak berdaya disusul dengan asap pembakaran yang  menyisakan abu hitam di tanah. 

Pohon-pohon yang menjadi paru-paru bumi, pemelihara air, dan penopang tanah itu dengan tega dimusnahkan oleh tangan-tangan tidak berperasaan. Padahal, dampaknya juga dirasakan oleh seluruh masyarakat tak terkecuali mereka yang ikut andil dalam penebangan hutan. Saat musim kemarau tiba, kita mengeluhkan betapa panasnya udara sekalipun di malam hari. Kemudian sungai-sungai mengering mengakibatkan debit air berkurang. Saat musim hujan, air yang melimpah justru bercampur dengan lumpur yang pekat. 

Bencana longsor dan banjir pun siap melanda hingga mampu menelan korban. Air hujan dapat bebas merdeka mengalir melalui apapun yang menghalanginya. Luapan air yang seharusnya dapat terserap ke dalam tanah dan disimpan untuk diolah secara alami menjadi air tanah, justru terbuang sia-sia ke laut dalam keadaan tercemar dan menimbulkan kerusakan yang lebih luas. 

Debit air yang berkurang menjadi penyebab PDAM menerapkan jadwal mati air setiap 2 hingga 3 hari sekali. Di musim hujan pun air yang keluar berwarna keruh pekat sehingga tidak layak dimanfaatkan. Salah satu akar permasalahan ini tentu karena mata air yang mengering dan tercemar sehingga tidak mampu disaring dengan sempurna. Krisis air bersih yang melanda Dompu selama bertahun-tahun ini tentu diperparah dengan maraknya kerusakan hutan yang menyebabkan kelangkaan air baku. Padahal, hutan berperan sebagai penampung air hujan yang menjamin ketersediaan air bersih. 

Tidak hanya masalah hutan dan air, masalah lain yang ikut memeriahkan kerusakan lingkungan di Dompu adalah sampah, utamanya sampah plastik. Permasalahan yang satu ini juga tidak lain karena minimnya kesadaran masyarakat bahwa sampah adalah masalah dan ancaman. Sampah yang didominasi oleh sampah plastik menghiasi jalan, pemukiman, sungai, pantai, bahkan di lahan yang gundul itu. Perilaku masyarakat yang suka membuang sampah rumah tangga tidak pada tempatnya juga masih terjadi. Banyak ditemukan tumpukan sampah di sepanjang sungai, sawah, drainase, dan tempat-tempat yang tidak lazim lainnya. Masalah ini yang akan memperparah banjir pada saat musim hujan. 

Kita tentu pernah mendengar bahwa sampah plastik tidak mudah terurai sebab memerlukan waktu kurang lebih 500 tahun, bukan ? Bila terurai pun, plastik akan terpecah menjadi mikroplastik yang dampaknya lebih membahayakan. Apabila mikroplastik sampai ke laut, biota laut disana akan terpapar sebelum akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Apalagi Dompu adalah daerah penghasil dan pengkonsumsi ikan laut yang cukup tinggi. Mikroplastik tidak dapat dicerna tubuh dan berbahaya karena dapat mengendap pada saluran pencernaan, pernapasan, dan organ-organ vital lainnya. Dalam jumlah yang banyak, mikroplastik dapat menyebabkan kanker hingga merusak perkembangan janin pada ibu hamil. Oleh sebab itu, permasalahan sampah plastik juga harus menjadi perhatian bersama.

Penurunan Moral

 Tidak terelakkan bahwa permasalahan lingkungan yang tengah dihadapi Dompu saat ini berawal dari ketidakpedulian, keserakahan, dan hilangnya rasa tanggung jawab terhadap lingkungan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa  permasalahan lingkungan merupakan implikasi dari penurunan nilai-nilai moral. Karena pada dasarnya moral mempengaruhi perilaku dan tindakan manusia tak terkecuali terhadap alam. Ketika manusia sudah tidak memiliki belas kasih terhadap alam, tentu perlu dipertanyakan moralitasnya. 

 Sebenarnya tidak ada yang salah dengan penanaman jagung dalam rangka peningkatan ekonomi daerah. Hanya saja, etika lingkungan hidup (environmental ethics) diabaikan dalam pelaksanaannya. Masyarakat harus disadarkan kembali bahwa perusakan lingkungan khususnya penggundulan hutan merupakan tindakan amoral. Kerusakan ini dapat berdampak hingga ke anak-cucu kita kelak, dan apakah kita ingin mewariskan alam yang rusak kepada generasi selanjutnya ? Untuk itu, menggunakan etika lingkungan dalam pembangunan daerah perlu dipertimbangkan. Hidup harmonis dan saling menguntungkan dengan alam tentu akan jauh lebih baik.

Sebagai orang yang beragama tentu kita harus menjunjung nilai-nilai agama yang sudah pasti melarang berbuat kerusakan. Oleh sebab itu, sebelum menghabisi pohon dan membuang sampah, kita perlu bermuhasabah bahwa tindakan tersebut termasuk dosa, apalagi dilakukan secara berlebihan dan penuh bangga. Setiap erbuatan kita akan menjadi tanggung jawab di akhirat kelak.

 

Rendahnya Ekoliterasi

Krisis moral terhadap lingkungan juga berhubungan dengan rendahnya ekoliterasi. Ekoliterasi atau melek lingkungan adalah kemampuan seseorang dalam memahami dan menyadari pentingnya lingkungan hidup. Ekoliterasi dapat mengembalikan fitrah manusia sebagai khalifah di planet bumi untuk menjaga ciptaan Tuhan yang telah dititipkan. Ekoliterasi memberi pengetahuan bahwa sejatinya manusia terkoneksi dengan alam semesta. 

Seseorang yang menyadari pentingnya hidup berdampingan dengan lingkungan tentu tidak akan merusak, justru menjaga. Namun saat ini masyarakat masih mengabaikan prinsip-prinsip ekologi dalam tindakan-tindakan yang dilakukan. Hal tersebut menjadi tanda bahwa ekoliterasi perlu digalakkan di samping literasi secara umumnya. Membangkitkan ekoliterasi dapat menjadi jalan awal bagi perbaikan lingkungan kita agar kesadaran untuk menjaga lingkungan hidup dapat tumbuh dengan sendirinya pada setiap individu. 

Solusi dan Harapan

Memberikan edukasi memang terdengar klise, namun merupakan upaya mulia yang dapat dilakukan. Peran dinas terkait, organisasi dan komunitas, hingga individu pemerhati lingkungan di Dompu harus terus menyuarakan isu lingkungan agar setara dengan isu lainnya. Kegiatan dan ekstrakurikuler bertema lingkungan hidup perlu diadakan di tiap jenjang sekolah untuk menanamkan ekoliterasi pada generasi penerus. Selain itu, kegiatan-kegiatan bertema lingkungan perlu diangkat secara terbuka dan menjangkau seluruh masyarakat, misalnya merayakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau Hari Peduli Sampah Nasional sebagai bentuk edukasi sekaligus campaign tidak langsung pada masyarakat. 

Acara atau event hendaknya memasukkan tema eco-friendly dan sustainable, misalnya tidak menyediakan air minum kemasan dan mewajibkan peserta membawa tempat minum sendiri. Membawa reusable bag serta wadah makanan dan minuman sendiri saat belanja juga merupakan solusi yang dapat dilakukan masyarakat. Didukung dengan kebijakan toko dan pedagang untuk menerapkan plastik berbayar atau menghilangkan kantong plastik. Agar lebih menarik, pembeli yang membawa wadah sendiri berhak mendapatkan diskon. 

Sosialisasi tentang Bank Sampah Mountrash Dompu harus digalakkan lagi agar semakin dikenal masyarakat. Apalagi jika memiliki pos di setiap kelurahan untuk memudahkan masyarakat menyalurkan sampah. Bank sampah diharapkan dapat mengubah persepsi tentang sampah yang semula dianggap kotoran menjadi sumber cuan. Selain itu, masyarakat bisa membiasakan diri  untuk memilah sampah.

Kebijakan yang tegas dari pemerintah daerah merupakan penguat upaya-upaya yang dilakukan. Pemerintah harus berpihak pada aspek lingkungan hidup yang berkelanjutan dalam setiap kebijakan dan program yang disusun, terutama dalam hal pertumbuhan ekonomi. Hentikan penggundulan hutan dan gunung untuk pembukaan lahan jagung secara besar-besaran. Pembatasan wilayah disertai dengan pengawasan yang ketat sangat diperlukan agar masyarakat tidak semena-mena. Tentu semua itu diawali dengan dialog kepada masyarakat untuk memberikan pengertian serta dampak dari perbuatan tersebut. Masyarakat yang sudah terlanjur dapat diajak untuk menanam kembali pohon di lahan yang gundul sebagai bentuk tanggung jawab. Jika masih melanggar, selanjutnya diwajibkan mengganti rugi sejumlah pohon yang ditebang. Bagaimanapun, tanpa adanya aturan dan tindakan tegas dari pemegang otoritas, masyarakat tidak akan jera. 

Pada akhirnya, tulisan ini merupakan bentuk kepedulian terhadap daerah Dompu khususnya pada isu ekologi. Tulisan ini berisi keresahan sekaligus harapan agar daerah tercinta ini tidak semakin tenggelam dalam kerusakan akibat ulah manusianya. Berdasarkan pandangan saya terhadap krisis lingkungan hidup di Dompu yang mencakup hutan gundul, krisis air bersih, dan sampah plastik, pada dasarnya merupakan kombinasi antara krisis moral dan krisis ekoliterasi. Ketika moralitas dikembalikan pada tempatnya dan ekoliterasi ditumbuhkan di tengah-tengah masyarakat, maka permasalahan lingkungan hidup dapat diselesaikan satu per satu. Sekali lagi, Dompu harus hijau kembali!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun