Sebelum menjawab, terlebih dahulu kita ambil contoh satu mata pelajaran yaitu matematika di SMA. Kita semua memakai kurikulum yang sama dengan Standar Kompetensi (SK) maupun Kompetensi Dasar (KD) yang sama pula.
Tetapi, tidak semua di antara kita merasa telah memahami seluruh kompetensi walaupun di dalam raport nilai sudah melampaui batas minimal. Setiap guru di kelas juga tidak mengajar dengan metode yang sama sehingga jika ada sekolah yang diajarkan matematika dengan metode maupun fasilitas yang memudahkan maka proses belajar dirasa berhasil tuntas.
Sedangkan, anak  yang bersekolah di daerah tertinggal belum tentu memiliki kemampuan yang sama sehingga dapat dikatakan proses belajar belum tuntas seperti halnya pada kasus praktikum tadi.Â
Adapun menurut hasil tes Programme for International Student Assessment (PISA) 2015, yang menempatkan pelajar Indonesia pada peringkat ke-62 dari 70, bahwa Bangsa Indonesia tidak mengalami kemajuan yang berarti sejak mengikuti tes ini pada 2003.
Betapa tidak, 75% murid Indonesia gagal mencapai kemampuan dasar matematika, meski selama lima belas tahun terakhir alokasi anggaran negara untuk pendidikan meningkat berlipat ganda namun dapat dikatakan double for nothing.
Sedangkan, menurut sebuah hasil penelitian pendidikan pada 2016 yaitu Research on Improving Systems of Education (RISE) mengindikasikan bahwa salah satu penyebab rendahnya kualitas pengajaran di Indonesia berkaitan dengan pembelajaran tuntas.
Yang dimaksud dengan pembelajaran tuntas adalah proses belajar mengajar yang mengisyaratkan murid untuk menguasai secara baik seluruh Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran. Â
Pada kenyataannya, anak yang berhasil menjuarai sebuah olimpiade atau kompetisi di tingkat internasional merupakan anak yang diberi fasilitas 'mewah' sehingga mereka mendapatan pembelajaran tuntas.
Bayangkan saja jika seluruh anak mendapatkan pembelajaran tuntas tidak menutup kemungkinan peringkat Indonesia dalam ketuntasan belajar akan meningkat dan menjadi tolak ukur keberhasilan Indonesia mengejar ketertinggalan.Â
Memang banyak faktor yang menjadi penyebab ketidak-merataan dan tidak tuntasnya proses belajar mulai dari kualitas guru, sarana dan prasarana, hingga menyangkut biaya pendidikan.
Pemerintah dalam hal ini telah melakukan berbagai upaya hingga mengeluarkan kebijakan sistem zonasi untuk mendorong pemerataan pendidikan, namun hal tersebut masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat karena dianggap tidak adil dan membatasi hak untuk menentukan lingkungan sekolah.Â