Mohon tunggu...
Ririn Fajrin Nur Rosyadi
Ririn Fajrin Nur Rosyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Penggemar Toppoki dan Penyuka Novel.

...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Yang Aku Inginkan

12 November 2021   21:13 Diperbarui: 12 November 2021   21:33 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin setiap orang selalu berpikir bahwa Ranny adalah seseorang yang ceria dan senang bergaul dengan siapa pun. Meski begitu, Ranny tipe orang yang tidak mempunyai banyak teman. Teman dekatnya bisa dihitung dengan jari. Ia menyukai keramaian, namun juga mencintai ketenangan. Sepi dan sunyi, begitulah lingkungan yang ia harapkan.

Saat ini Ranny masih aktif organisasi di kampusnya. Ia menjadi panitia diberbagai acara kampus, baik lingkup Fakultas mau pun Universitas. Setelah menghadiri rapat organisasi, biasanya ia bermain di kos teman dekatnya. Ya, ia lebih banyak menghabisakan waktu di kosan teman dan lingkungan kampus. Ranny menghindari pulang lebih awal, ia akan pulang ke rumah selarut mungkin. 

Handphone Ranny berbunyi. 

"Halo Pa, kenapa?," jawab Ranny saat mengangkat telepon dari Papanya.

"Kamu dimana?, cepat pulang. Papa butuh bantuanmu" jelas Papa cepat. 

Sesampainya di rumah, Ranny melihat keadaan sangat berantakkan, adiknya menangis dan beberapa barang berserakan di lantai, cermin yang berada ditembok, yang biasa ia gunakan setiap pagi pecah berkeping-keping. Ia mengernyit. 

"Ada apa ini?" teriaknya kaget. 

Papa bersiap pergi dan sudah menyalakan motor "Pa, jelasin ini kenapa?," paksa Ranny pada Papanya. 

Papa pun terdiam dan menunduk "Mama mu pergi, minggat gak tahu kemana," tak lama kemudian Papa pamit dan pergi dengan motor bututnya.

Adik Ranny terus menerus menangis tiada henti. Ranny kebingungan. 

"Mamaaa...." tangisnya. 

"Iya Dek, nanti Mama pulang ya. Sekarang Merlyn dengan kaka dulu," tanpa sadar Ranny pun ikut terisak, sakit dan pedih perasaannya.

Ia tahu apa yang sedang terjadi dikeluarganya. Orang tuanya bertengkar hebat, Mama pergi entah kemana dan meninggalkan adik serta dirinya. Ia menunda segala kegiatannya dalam seminggu dan fokus untuk mengurus adiknya. Ia pun tidak masuk kuliah dan hanya meminta catatan dari teman untuk ia salin kembali. 

"Tok .. tok .. tok," pintu terketuk. Saat itu sudah pukul delapan malam. 

"Ranny .." panggil seorang laki-laki dari balik pintu. 

Ranny pun membuka pintu "Afry" ucapnya. 

Mereka berdua duduk di kursi depan rumah sambil mengawasi adik kecil Ranny yang berumur lima tahun. 

"Ada apa kamu ke rumah Fry?," tanya Ranny pada kekasihnya. 

"Hmm.. aku khawatir sama kamu. Kamu gak ada kabar, aku chat whatsapp pun kamu jarang balas. Aku telepon gak kamu angkat. Kamu begini sudah hampir dua minggu. Ada apa?," tanya Afry. 

Ranny terdiam, menunduk, ia pun menangis sejadi-jadinya pada Afry seakan-akan sedang melepaskan semua beban yang berada dipundaknya. Air matanya tidak berhenti mengalir. Ranny mencoba berbicara, menceritakan segalanya namun tidak bisa, suaranya masih terbata-bata bahkan sulit untuk bernapas, sesak sekali rasanya.
Satu jam berlalu, Ranny sudah mulai merasa lebih tenang. Ia pun mulai menceritakan segalanya. 

"Papa berantem lagi sama Mama dan Mama pun pergi gak tau kemana, sudah dua minggu. Aku menjaga adikku dirumah, mengurusnya dan aku sedang tidak mau diganggu makanya aku jarang jawab telepon dan balas chat kamu Fri" jelasnya sambil menghela napas panjang. 

"Sayang, kenapa gak cerita. Aku akan berusaha selalu ada disamping mu kok. Semuanya akan baik-baik saja. Kalau butuh bantuan, hubungi aku ya," balasnya dengan tersenyum. 

Terjadi perbincangan panjang antara Afry dan Ranny, sehingga tak terasa sudah larut malam dan adiknya sudah tertidur di sofa depan Rumah. Afry pun pamit pulang dan berjanji akan kembali lagi.

** 

Malam itu Ranny sedang tidur, ia terbangun karena ada suara pria yang sedang mengobrol diruang tamu. 

"Sayang besok kamu ada waktu luang?," tanya Papa pada seseorang ditelepon. 

Ranny terpaku, ia tidak bisa lagi melanjutkan langkahnya. Ia pun mencoba mendengarkan dari balik pintu kamarnya yang berada tepat di samping ruang tamu. 

"Besok Mas jemput kamu ya dari kantor." Papa menutup teleponnya.

**
Pagi itu Ranny tidak merasa bergairah, seakan ada yang salah. Ranny segera menuju ruang tamu dan membuka handphone Papa. Tertera nama sayang dihandphonenya. Ranny tertegun. 

"Jelas ini bukan nomor Mama" gumamnya dalam hati sambil membuka setiap pesan masuk yang ada dihandphone Papa.
Kini Ranny tau, apa yang menyebabkan Mama pergi dan belum kembali hingga sekarang. Ranny tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya pasrah pada keadaan dan mencoba beradaptasi. Menangis pun sudah tak bisa, karena sudah sangat sering Papa dan Mamanya bertengkar namun Ranny baru tau kali ini alasan pertengkaran mereka. 

Ranny menelepon Afry namun tidak diangkat. Ia sedang ingin mencari udara segar dan meminta Afry menemaninya. Akhirnya ia memutuskan untuk kerumah Afry, tentunya dengan membawa adiknya. Sesampainya di rumah Afry, sepi sekali. Namun pintu depan terbuka, ia pun mengetuk pintu rumah Afry dan tidak ada jawaban. Akhirnya Ranny pun masuk ke rumahnya. 

"Ha..ha..ha jangan gitu dong yang," ada suara perempuan dari kamar Afry.

 Perlahan Ranny menghampiri kamarnya, untung saja adiknya tidak berisik. 

Deg ..!! jantung Ranny seakan berhenti, nafasnya sesak, darahnya seakan membeku, ia melihat Afry dan Siska sedang dalam satu kamar, saling bercumbu. 

"Kakak ..." suara Merlyn membuat Afry menengok dan terkejut Ranny sedang berdiri di depan pintu kamarnya.

**

Ranny hancur, kepercayaannya hilang pada pria, ia membenci pria, ia menganggap bahwa pria tidak bisa setia. Kedua laki-lakinya berkhianat.
** 

Satu tahun berlalu, Mama juga belum kembali ke rumah. Merlyn selalu ia bawa ketika beraktifitas dikampus baik saat sedang kelas mau pun rapat organisasi. Ia mulai bisa beradaptasi dengan keadaan. 

"Aulia,nitip Merlyn ya. Gue ada urusan" pintanya pada teman dekatnya dan Aulia mengiyakan permintaan tersebut. Ranny berdiri di pinggir jalan raya, tepat depan kampusnya. 

"Pak Dani dimana?, aku sudah tunggu dijalan ya" tanyanya pada seseorang ditelepon. 

Tak lama sebuah mobil hitam menghampirinya dan ia pun masuk ke dalam mobil tersebut. 

"Halo sayang," sahut si laki-laki dan mencium pipi Ranny. 

"Sudah antar isterimu Pak?," tanya Ranny. 

"Sudah, aman kok sekarang. Kita ke hotel ya. Sekalian aku mau kasih uang jajan.". 

"Mauuu.." jawab Ranny dengan manja kepada Dosennya itu. 

**

Kehancuran perasaan Ranny satu tahun lalu, merupakan kehancuran hidupnya. Perasaannya getir dan pahit terhadap laki-laki. Ia bersenang-senang sesukanya, meraup keuntungan dari para pria yang sudah berumur. Ya, ia berpindah - pindah dari satu pria ke pria lainnya. Memberikan kepuasan kepada setiap laki-laki dan menjadikan mereka kerbau yang dicocok hidungnya. 

**

by ririn

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun