"Mamaaa...." tangisnya.Â
"Iya Dek, nanti Mama pulang ya. Sekarang Merlyn dengan kaka dulu," tanpa sadar Ranny pun ikut terisak, sakit dan pedih perasaannya.
Ia tahu apa yang sedang terjadi dikeluarganya. Orang tuanya bertengkar hebat, Mama pergi entah kemana dan meninggalkan adik serta dirinya. Ia menunda segala kegiatannya dalam seminggu dan fokus untuk mengurus adiknya. Ia pun tidak masuk kuliah dan hanya meminta catatan dari teman untuk ia salin kembali.Â
"Tok .. tok .. tok," pintu terketuk. Saat itu sudah pukul delapan malam.Â
"Ranny .." panggil seorang laki-laki dari balik pintu.Â
Ranny pun membuka pintu "Afry" ucapnya.Â
Mereka berdua duduk di kursi depan rumah sambil mengawasi adik kecil Ranny yang berumur lima tahun.Â
"Ada apa kamu ke rumah Fry?," tanya Ranny pada kekasihnya.Â
"Hmm.. aku khawatir sama kamu. Kamu gak ada kabar, aku chat whatsapp pun kamu jarang balas. Aku telepon gak kamu angkat. Kamu begini sudah hampir dua minggu. Ada apa?," tanya Afry.Â
Ranny terdiam, menunduk, ia pun menangis sejadi-jadinya pada Afry seakan-akan sedang melepaskan semua beban yang berada dipundaknya. Air matanya tidak berhenti mengalir. Ranny mencoba berbicara, menceritakan segalanya namun tidak bisa, suaranya masih terbata-bata bahkan sulit untuk bernapas, sesak sekali rasanya.
Satu jam berlalu, Ranny sudah mulai merasa lebih tenang. Ia pun mulai menceritakan segalanya.Â
"Papa berantem lagi sama Mama dan Mama pun pergi gak tau kemana, sudah dua minggu. Aku menjaga adikku dirumah, mengurusnya dan aku sedang tidak mau diganggu makanya aku jarang jawab telepon dan balas chat kamu Fri" jelasnya sambil menghela napas panjang.Â