Aku menatap Karla dengan mata menusuk. Permintaan macam itu sungguh tidak mutu. Mana mungkin hal seajaib itu ada di dunia kalau bukan hanya hasil rekayasa adik perempuanku satu-satunya itu.
“Beneran. Dia pesan klepon,” wajahnya masih menampakan raut muka polos.
Aku menggertakan gigi. Ini alien darimana yang kehilangan arah hingga nyasar ke bumi. Aku berjalan ke depan toko dengan langkah panjang. Mendongakan kepala, memandang plakat besar yang menandai toko kami. Mungkin saja dalam semalam terjadi perubahan nama toko, siapa tahu bukan. Masih sama seperti yang kemarin. Fansa cake dan pastry.
Aku mendengus. Menghela napas berat. Kepalaku menggeleng pelan. Nama toko masih sama, mungkin hanya orang gila. Aku berjalan masuk kembali ke dalam toko.
“Dia pasti orang gila,” aku mengibaskan tanganku.
Aku masih bisa mendengar Karla mendengus tapi aku tidak peduli. Kakiku melangkah masuk kembali ke dapur.
“Kak...,” suara Karla kembali terdengar.
“Apa?”
“Dia menelepon lagi.”
“Huh?”
Karla menggelengkan kepala. “Dia memesan enam kotak klepon dengan enam varian rasa.”