Masalah kepercayaan terhadap birokrasi telah mendapat perhatian akhir-akhir ini dan memicu perdebatan global yang signifikan. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi merupakan fenomena luas yang tidak bisa diabaikan begitu saja.Â
Ketika mempertimbangkan reformasi birokrasi, penekanan utama terletak pada pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem birokrasi.Â
Kepercayaan tersebut dapat diperoleh dengan menjamin tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi, yang dapat dicapai melalui restrukturisasi organisasi, penyempurnaan proses bisnis, serta penerapan disiplin yang lebih ketat dan pengelolaan Sumber Daya Manusia yang lebih baik.
Menurut Agus Dwiyanto (2011), kepercayaan dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu kepercayaan politik dan kepercayaan sosial. Kepercayaan politik terbentuk ketika individu mengevaluasi efektivitas, keadilan, dan integritas lembaga pemerintah dan para pemimpinnya. Ketika masyarakat mempunyai persepsi positif terhadap institusi pemerintah, pejabat publik, dan kebijakan yang diterapkan, tingkat kepercayaan mereka akan tumbuh secara alami.Â
Oleh karena itu, reformasi birokrasi diharapkan dapat menjadi solusi efektif untuk memulihkan kepercayaan publik dengan meningkatkan kredibilitas institusi pemerintah, kebijakan, dan pejabatnya. Keberhasilan reformasi birokrasi diukur melalui kemampuan birokrasi publik dalam memberikan nilai tambah terhadap efisiensi nasional, kesejahteraan rakyat, dan keadilan sosial, serta kemampuannya menjadi agen.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah yang disebut dengan kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi mencakup persepsi dan penilaian masyarakat terhadap kredibilitas, integritas, dan efektivitas lembaga tersebut.Â
Gagasan ini sejalan dengan konsep kepercayaan politik Blind, yang menyoroti hubungan antara kebijakan publik dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Diakui bahwa implementasi kebijakan publik dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat secara signifikan. Dalam ranah reformasi birokrasi, tercapainya tingkat kepercayaan masyarakat sangat bergantung pada tercapainya peningkatan kepuasan masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan melalui penerapan struktur organisasi yang disederhanakan, penyempurnaan proses bisnis, serta peningkatan disiplin dan pengelolaan sumber daya manusia.
Penting untuk disadari bahwa kepercayaan publik merupakan konsep yang kompleks, dipengaruhi oleh beragam faktor. Perbaikan pada satu aspek saja tidak selalu secara otomatis meningkatkan kepercayaan secara keseluruhan. Diperlukan upaya terpadu dan konsisten untuk mencapai serta mempertahankan tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap birokrasi. Jika hal itu tidak dilakukan, kepercayaan publik akan semakin menurun.
Baru-baru ini, kasus mengenai imigran Rohingya membuat kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi semakin menurun. Masyarakat mulai geram karena lambannya tindakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini. Rohingya sendiri merupakan kelompok etnis muslim yang tadinya tinggal di Myanmar selama berabad-abad lamanya. Mereka adalah kaum minoritas, dikarenakan penduduk Myanmar mayoritas memeluk agama Buddha. Hal itu yang membuat pemerintah Myamar menyangkal kewarganeragaan Rohingya dan mengecualikan mereka dari sensus penduduk tahun 2014. Pemerintah menganggap bahwa Rohingya adalah imigran ilegal Bangladesh. Selama di Myanmar, Rohingya menjad populasi terbesar disana dengan jumlah penduduk sekitar 1 juta jiwa pada awal tahun 2017. Sebagian besar warga Rohingya hidup di negara bagian Myanmar yaitu Rakhin.
Pada 16 November 2023, 249 pengungsi Rohingya tiba di Bireuen Aceh. Mengetahui kedatangan mereka, masyarakat pun ramai-ramai menolaknya. Penolakan yang dilakukan oleh warga Aceh lantaran tidak ada tempat penampungan dan juga memiliki kesan buruk dari pengungsi Rohingya.Â