Sore
Dengan muka ketakutan, Andi, seorang bocah berumur 10 tahun menemui Pak Kosim, satu-satunya guru yang masih setia mengajar di desanya. Guru-guru yang lain tidak pernah betah di desa ini. Maklum listrik belum masuk, belum lagi jaraknya yang jauh dari kota kecamatan. Dan jalan menuju desa hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 2 jam lebih.
Sebagai satu-satunya guru, Pak Kosim menikmati kehormatan dan penghargaan yang tinggi dari semua penduduk desa. Setiap ada masalah atau ada rencana acara, Pak Kosim selalu ditemui untuk diminta pendapatnya. Dan biasanya, Pak Kosim selalu memberikan jalan keluar terbaik buat setiap persoalan.
Dengan santai Pak Kosim memandang Andi yang tertunduk takut.
“Ada apa Andi?”
Andi sebagaimana anak-anak lain di desa sangat takut sekaligus hormat kepada Pak Kosim. Dengan suara kecil hampir tidak terdengar, dia melanjutkan kalimatnya, “Saya disuruh Bapak untuk menemui Pak Kosim, untuk minta nasehat.”
“Hmm, kamu nakal lagi? Berkelahi lagi?
“Ng…nggak Pak.”
“Terus kenapa?”
“Maaf Pak, saya…, saya tadi melempar kacang ke sungai, Pak,” lanjut Andi
Pak Kosim menghela napas. Dia ingat tadi pagi memang mengajarkan soal kelestarian alam dan pencegahan bencana, termasuk bencana banjir. Dia melarang keras anak-anak membuang benda apa pun ke sungai di sebelah sekolah.