Peristiwa-peristiwa yang sangat berpengaruh bagi kemajuan Indonesia, dari sebelum kemerdekaan hingga saat ini tentu tidak lepas dari partisipasi yang besar dari golongan mahasiswa. Dalam usaha untuk meraih kemerdekaan Indonesia, golongan mahasiswalah yang menjadi garda terdepan dalam menumbuhkan rasa persatuan dan semangat untuk mengusir penjajah.Â
Mahasiswa jugalah yang berhasil menciptakan reformasi dan menghapus KKN melalui demonstrasi pada tahun 1998. Di masa yang akan mendatang, mahasiswa sebagai kaum pemuda yang memiliki intelektual tinggi tentu harus tetap setia menjadi garda terdepan dalam kemajuan Indonesia.
Namun seiring perkembangan zaman dan globalisasi, tingkat apatisme mahasiswa terhadap pemilihan umum justru meningkat. Banyak stigma yang melekat bahwa mahasiswa tugasnya adalah belajar, politik hanya untuk orang tua saja.Â
Selain itu, sikap mahasiswa yang kritis sering memicu ketidakpercayaan terhadap pemerintah serta calon-calon legislatif yang ada, dan pada akhirnya akan berdampak besar pada jumlah golput dalam pemilu.Â
Padahal, pemilu merupakan proses penyaluran aspirasi masyarakat untuk memilih wakil-wakil rakyat di pemerintahan yang tentu akan sangat berdampak pada kemajuan Indonesia. Seharusnya, mahasiswa patut berbangga dan bertanggung jawab menggunakan haknya, karena memilih dalam pemilu berarti diberi kesempatan berpartisipasi dalam memajukan bangsa ini.
Tingkat apatisme mahasiswa terhadap pemilu dapat dilihat dari tingginya angka golput dalam pemilu legislatif dan pemilihan presiden 3 periode terakhir ini. Dalam pileg 2004, angka golput mencapai 15,90%, pada pileg 2009, angka golput meningkat jauh menjadi 29,10%, dan pada pileg 2014, angka golput berada pada angka 24,89%. Â Sedangkan pada prosesi pilpres 2004 putaran 1, angka golput mencapai angka 21,80% dan meningkat menjadi 23,40% pada putaran 2. Pada pilpres 2009, angka golput meningkat menjadi 28,30% dan meningkat lagi pada pilpres 2014 menjadi 29,01% (Purnamasari, August 28, 2018).Â
Data di atas memang merupakan data campuran dari semua golongan yang menjadi peserta pemilu. Namun, golongan mahasiswa merupakan salah satu golongan yang paling sering mengampanyekan golput sebagai bentuk protes dan kekecewaan terhadap pemerintah dan calon-calon yang ada. Pada tahun 2004 misalnya, puluhan mahasiswa ITB mengampanyekan golput karena tidak ada capres dan cawapres yang memenuhi kriteria mereka.Â
Memang, pada tahun itu merupakan kali pertama pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan melalui demokrasi, dan mahasiswa-mahasiswa ITB menilai bahwa pilihan capres dan cawapres yang ada masih memiliki unsur orba serta KKN yang sejatinya mengompori demonstrasi dan reformasi besar-besaran Indonesia pada tahun 1998 (Detik News, May 14, 2004).
Lalu, apakah ini berarti golput sebenarnya diperbolehkan? Sebenarnya, golput hanya dianggap sebagai pandangan politik seseorang, dan tidak ada pasal yang melarang golput.Â
Namun, golongan putih (golput) pada dasarnya adalah sebuah gerakan moral yang dicetuskan pada 3 Juni 1971 oleh Arief Budiman di Balai Budaya Jakarta, sebulan sebelum hari pemungutan suara pada pemilu pertama di era Orde Baru dilaksanakan.Â
Pada masa itu, memang kental unsur KKN pada wakil-wakil rakyat, dan pemilu dinilai hanya sebagai suatu kamuflase untuk menutupi kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pemerintah (Hutari, August 20, 2018).Â
Pemilu pada masa sekarang tentu sangat berbeda dengan pemilu pada masa tersebut, terdapat banyak pilihan dan jauh lebih transparan. Oleh karena itu, sia-sia bila memilih untuk golput pada masa sekarang.
Selain kekritisan mahasiswa, sikap nasionalisme yang kurang juga menyebabkan golput di kalangan mahasiswa kian tinggi. Mahasiswa yang mayoritas merupakan milenial tentu sangat dekat dengan teknologi dan efek buruk dari globalisasi.Â
Tidak jarang bahwa mahasiswa lebih mengutamakan kepentingan pribadinya, entah itu hanya sekadar untuk berekreasi atau belajar dan memikirkan masa depan dirinya sendiri, daripada harus repot-repot memikirkan politik yang terkadang memang mengada-ada dan rumit.Â
Misalnya saja, masih banyak mahasiswa yang tidak menonton debat capres-cawapres yang seharusnya sangat penting untuk mengetahui visi dan misi setiap pasangan. Hasilnya, mahasiswa tidak mengenal capres-cawapres yang ada dan mengakibatkan golput atau memilih secara asal-asalan.
Untuk mengatasi mahasiswa yang buta politik, terutama terhadap pemilu, dibutuhkan perhatian pemerintah yang lebih terhadap mahasiswa mengenai pemilu. Salah satu hal yang saat ini masih dipertimbangkan adalah pengadaan debat capres di lingkungan kampus. Bila dilihat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tidak ada larangan kampus untuk menjadi panggung debat capres.Â
Selain dinilai dapat meningkatkan kualitas debat dengan penonton dari kalangan akademisi, penyelenggaraan debat capres di kampus ini dapat digunakan sebagai pernyataan dan penyadaran bahwa mahasiswa merupakan roda gigi yang penting dalam penyelenggaraan pemilu (Rahadian, October 22, 2018).
Hal teknis juga sering menjadi alasan mahasiswa tidak memilih dalam pemilu. Banyak dari mahasiswa yang menimba ilmu di universitas yang berletak jauh dari tempat daerah asalnya.Â
Padahal, untuk memilih dalam pemilu, pemilih harus memilih pada tempat pemilihan yang terdekat dengan tempat tinggal yang tertera dalam KTP. Untuk mengatasi hal ini, KPU menyediakan formulir A5 yang dapat diisi untuk mengganti tempat penyoblosan.Â
Namun, dibutuhkan proses administrasi yang cukup merepotkan bagi mahasiswa. Ini menyebabkan banyak mahasiswa luar kota yang lebih memilih untuk golput dalam pemilu. Untuk mengatasi hal ini, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) memperbolehkan universitas untuk mendirikan tempat pemungutan suara di lingkungan kampus (Hartik, February 7, 2019).
Indonesia telah melewati banyak peristwa hingga dapat memiliki sistem pemilu seperti sekarang. Golongan mahasiswa telah banyak berkorban untuk bangsa ini. Sebagai mahasiswa Indonesia, kita harus berbangga diperbolehkan mengeluarkan suara dalam pemilu. Karena melalui pemilu, suara kita didengar dan apapun hasilnya harus kita dukung demi kemajuan Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI