Pemilu pada masa sekarang tentu sangat berbeda dengan pemilu pada masa tersebut, terdapat banyak pilihan dan jauh lebih transparan. Oleh karena itu, sia-sia bila memilih untuk golput pada masa sekarang.
Selain kekritisan mahasiswa, sikap nasionalisme yang kurang juga menyebabkan golput di kalangan mahasiswa kian tinggi. Mahasiswa yang mayoritas merupakan milenial tentu sangat dekat dengan teknologi dan efek buruk dari globalisasi.Â
Tidak jarang bahwa mahasiswa lebih mengutamakan kepentingan pribadinya, entah itu hanya sekadar untuk berekreasi atau belajar dan memikirkan masa depan dirinya sendiri, daripada harus repot-repot memikirkan politik yang terkadang memang mengada-ada dan rumit.Â
Misalnya saja, masih banyak mahasiswa yang tidak menonton debat capres-cawapres yang seharusnya sangat penting untuk mengetahui visi dan misi setiap pasangan. Hasilnya, mahasiswa tidak mengenal capres-cawapres yang ada dan mengakibatkan golput atau memilih secara asal-asalan.
Untuk mengatasi mahasiswa yang buta politik, terutama terhadap pemilu, dibutuhkan perhatian pemerintah yang lebih terhadap mahasiswa mengenai pemilu. Salah satu hal yang saat ini masih dipertimbangkan adalah pengadaan debat capres di lingkungan kampus. Bila dilihat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tidak ada larangan kampus untuk menjadi panggung debat capres.Â
Selain dinilai dapat meningkatkan kualitas debat dengan penonton dari kalangan akademisi, penyelenggaraan debat capres di kampus ini dapat digunakan sebagai pernyataan dan penyadaran bahwa mahasiswa merupakan roda gigi yang penting dalam penyelenggaraan pemilu (Rahadian, October 22, 2018).
Hal teknis juga sering menjadi alasan mahasiswa tidak memilih dalam pemilu. Banyak dari mahasiswa yang menimba ilmu di universitas yang berletak jauh dari tempat daerah asalnya.Â
Padahal, untuk memilih dalam pemilu, pemilih harus memilih pada tempat pemilihan yang terdekat dengan tempat tinggal yang tertera dalam KTP. Untuk mengatasi hal ini, KPU menyediakan formulir A5 yang dapat diisi untuk mengganti tempat penyoblosan.Â
Namun, dibutuhkan proses administrasi yang cukup merepotkan bagi mahasiswa. Ini menyebabkan banyak mahasiswa luar kota yang lebih memilih untuk golput dalam pemilu. Untuk mengatasi hal ini, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) memperbolehkan universitas untuk mendirikan tempat pemungutan suara di lingkungan kampus (Hartik, February 7, 2019).
Indonesia telah melewati banyak peristwa hingga dapat memiliki sistem pemilu seperti sekarang. Golongan mahasiswa telah banyak berkorban untuk bangsa ini. Sebagai mahasiswa Indonesia, kita harus berbangga diperbolehkan mengeluarkan suara dalam pemilu. Karena melalui pemilu, suara kita didengar dan apapun hasilnya harus kita dukung demi kemajuan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H