Mohon tunggu...
Nova Rio Redondo
Nova Rio Redondo Mohon Tunggu... Mahasiswa - #Nomine Best Student Kompasiana Award 2022

Mahasiswa Teknologi Informasi UIN Walisongo Semarang. Personal Blog: novariout.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Teori Relationship Media Sosial Menjadi Racun Hubungan

26 Januari 2025   23:50 Diperbarui: 27 Januari 2025   06:42 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi (Teori Relationship Media Sosial) | everypixel.com

Media sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Mulai dari berbagi momen kebahagiaan hingga berbagi opini, media sosial memengaruhi cara manusia memandang dunia, termasuk dalam hal cinta dan hubungan.

Salah satu fenomena yang semakin marak adalah teori relationship, atau kumpulan aturan dan standar hubungan yang populer di media sosial hingga saat ini.

Alih-alih memberikan inspirasi, teori-teori ini justru sering kali menjadi racun yang merusak hubungan. Tekanan untuk selalu terlihat bahagia, perbandingan yang tak berkesudahan, hingga standar cinta yang tak selalu realistis.

Sepertinya saya akan menulis panjang di sini. Selamat datang di era di mana hubungan asmara tak lagi hanya tentang dua hati, tetapi juga algoritma, ekspektasi sosial, dan citra digital.

Mengenal Teori Relationship di Media Sosial

Teori relationship yang saya maksud dalam tulisan ini merujuk pada berbagai pandangan, standar, dan tips hubungan yang viral di media sosial.

Misalnya, video yang menampilkan tentang "jika pasanganmu tidak melakukan X, mereka tidak mencintaimu," atau postingan yang memamerkan "relationship goals" dengan standar tinggi yang sering kali tidak realistis.

Hal-hal ini biasanya dibungkus dalam narasi yang menghibur dan relatable, sehingga mudah diadopsi oleh banyak orang.

Konten tentang teori relatinoship banyak dijumpai di media sosial seperti tik tok, instagram, X (dulunya Twitter), dan beberapa media sosial lainnya.

Menurut sebuah studi dari Pew Research Center, di Amerika penggunaan Instagram, Snapchat, dan TikTok sangat umum dimainkan oleh orang dewasa berusia di bawah 30 tahun.

Ini yang menjadikan media sosial sebagai salah satu sumber utama pandangan mereka tentang hubungan. Sayangnya, pengaruh ini tidak selalu positif. Termasuk juga di Indonesia.

Dampak Negatif Teori Relationship

Dampak negatif ini mungkin bersifat subjektif, tetapi bisa dijadikan pertimbangan juga.

1. Menciptakan Ekspektasi yang Tidak Realistis

Salah satu masalah terbesar dari teori relationship adalah bagaimana mereka menciptakan ekspektasi yang tidak realistis. Sebagai contoh, video yang memperlihatkan pasangan yang selalu memberikan hadiah mewah atau melakukan gestur romantis spektakuler sering kali membuat penonton merasa bahwa itu adalah standar normal dalam hubungan.

Ketahuilah bahwa setiap pasangan tidak bisa selalu memenuhi fantasi romantis yang ditampilkan di media sosial.

2. Membandingkan Hubungan Sendiri dengan Orang Lain

Media sosial memfasilitasi budaya perbandingan yang tidak sehat. Ketika seseorang terus-menerus melihat postingan pasangan lain yang tampaknya sempurna, mereka mulai meragukan kualitas hubungan mereka sendiri.

3. Menormalisasi Perilaku Toxic

Ironisnya, teori relationship juga sering kali menormalisasi perilaku yang sebenarnya beracun. Misalnya, video yang menyarankan "tes kesetiaan" kepada pasangan atau narasi yang memuja perilaku terlalu posesif sebagai tanda cinta.

Bukanka hubungan yang sehat didasarkan pada rasa saling percaya, bukan manipulasi atau kontrol berlebihan.

Salah satu tanda hubungan yang sehat adalah adanya kepercayaan dan penghargaan terhadap privasi pasangan. Ketika media sosial mempromosikan sebaliknya, hal ini bisa menjadi akar masalah dalam banyak hubungan.

4. Tekanan untuk Mengikuti Tren

Di era digital, tren relationship seperti couple challenge atau matching outfits sering kali menjadi ajang pembuktian cinta. Pasangan yang tidak ikut serta dalam tren ini mungkin merasa kurang romantis atau tidak cukup membuktikan cinta mereka. 

Tekanan semacam ini tidak hanya menguras energi, tetapi juga mengalihkan fokus dari hal-hal yang benar-benar penting dalam hubungan.

5. Cemburu dan Kecurigaan Berlebihan

Narasi di media sosial yang sering kali membesar-besarkan pentingnya "bukti cinta" dapat mendorong seseorang untuk menjadi terlalu curiga atau posesif.

Media sosial juga memicu kecemburuan dan kecurigaan yang tidak perlu. Ketika seseorang melihat pasangan mereka menyukai atau mengomentari postingan orang lain, hal itu bisa memicu prasangka negatif.

Pengaruh Media Sosial yang Sangat Kuat

Ya benar, media sosial memang sangat kuat. Ini dikarenakan media sosial memanfaatkan algoritma yang dirancang untuk menjaga perhatian pengguna.

Konten yang memicu emosi, seperti rasa iri, kekaguman, rasa kasihan, cenderung mendapatkan lebih banyak interaksi. Inilah sebabnya mengapa teori relationship yang dramatis sering kali menjadi viral.

Selain itu, fitur seperti likes, komentar, dan sharing memberikan validasi sosial yang membuat orang lebih mudah terpengaruh.

Dr. Jean Twenge, penulis buku iGen, menjelaskan bahwa generasi muda yang tumbuh dengan media sosial cenderung lebih rentan terhadap pengaruhnya. "Mereka mencari panduan dan validasi dari apa yang mereka lihat di layar, termasuk dalam hal cinta dan hubungan,"katanya.

Social Media Logo on Smartphone | laborstrong.live
Social Media Logo on Smartphone | laborstrong.live

Menghadapi Tantangan Media Sosial dalam Hubungan

Media sosial memang telah menjadi alat yang ampuh untuk berbagi cerita dan terhubung dengan dunia luar. Namun, ketika pengaruhnya mulai memasuki ranah pribadi seperti hubungan, sebaiknya perlu mengambil langkah bijak untuk menjaga stabilitas dan keharmonisan.

1. Jadikan Media Sosial Sebagai Sumber Hiburan, Bukan Patokan

Cobalah untuk melihat media sosial sebagai tempat hiburan atau inspirasi ringan, bukan sebagai panduan hidup. Jangan biarkan teori relationship yang viral memengaruhi keputusan penting dalam hubungan.

2. Batasi Konsumsi Konten yang Memicu Stres

Jika merasa cemas atau tidak puas setelah melihat konten tertentu, pertimbangkan untuk berhenti mengikuti akun-akun yang mempromosikan standar hubungan yang tidak realistis. Fokuslah pada konten positif dan inspiratif.

3. Gunakan Media Sosial dengan Bijak

Atur waktu penggunaan media sosial dan jangan biarkan platform tersebut menghabiskan waktu yang seharusnya digunakan untuk membangun hubungan di dunia nyata.

Kesimpulan

Teori relationship di media sosial memang terlihat menarik, tetapi sering kali menjadi racun yang merusak hubungan. Ekspektasi yang tidak realistis, budaya perbandingan, normalisasi perilaku toxic, dan tekanan sosial adalah beberapa dampak negatif yang perlu diwaspadai.

Penting bagi kita untuk menyadari bahwa hubungan yang sehat tidak dibentuk oleh tren media sosial, melainkan oleh rasa saling percaya, komunikasi yang baik, dan penerimaan terhadap kekurangan masing-masing.

Media sosial hanyalah panggung; jangan biarkan hubungan menjadi drama yang dimainkan untuk penonton. Media sosial adalah tempat berbagi, bukan tempat menetapkan standar hubungan.

Jangan biarkan algoritma menentukan bagaimana cinta manusia seharusnya berjalan. Standar cinta yang dipaksakan oleh media sosial hanya ilusi, bukan kenyataan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun