media sosial, terkadang saya berpikir tentang tujuan di balik penggunaan media sosial yang sedang saya gunakan ini.
Saat saya berkedip di hadapan layar digital yang bersinar cerah sembari melihatWalaupun media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Saya seringkali terjebak dalam aliran berita, perbincangan, dan koneksi semu dengan seseorang di media sosial.
Dalam konteks dunia yang semakin terhubung dan terdorong oleh teknologi, media sosial telah menjadi salah satu elemen dominan dalam kehidupan manusia modern.
Namun, penting bagi kita untuk mengakui bahwa tidak semua orang harus atau bahkan seharusnya terlibat dalam dunia media sosial. Meskipun sekarang ini media sosial telah mengubah cara seseorang berkomunikasi, berinteraksi, dan berbagi informasi.
Tentunya terdapat banyak hal mengapa manusia sebagai makhluk sosial tidak harus beramain media sosial, apalagi jika dimainkan secara berlebihan. Salah satu yang alasan yang paling kuat adalah, bahwa media sosial hanya membuang banyak waktu.
Pemborosan Waktu dalam Bermedia Sosial
Saya dan kebanyakan orang pasti sepakat akan hal ini. Bukan rahasia lagi bahwa media sosial adalah ladang pemborosan waktu yang potensial.
Terkadang seseorang sering menemukan dirinya tenggelam dalam aliran tak berujung dari pembaruan status, foto, dan video, lalu kemudian merasa bersalah karena waktu berharganya telah terbuang sia-sia.
Orang-orang yang memiliki banyak tanggung jawab dalam hidup mereka, seperti pekerjaan, keluarga, atau proyek-proyek pribadi, mungkin merasa lebih baik jika mereka tidak terlibat dalam media sosial sama sekali.Â
Saat seseorang bermain media sosial telalu lama mungkin jika diumpamakan rasanya seperti masuk ke dalam lubang kelam yang memakan waktu dengan cepat, seperti dalam dongeng Alice in Wonderland.
Hal ini mungkin bisa sangat mengganggu dan merusak produktivitas serta kehidupan pribadi seseorang. Bisa jadi juga menjadi sebuah pengalaman yang bisa sangat emosional dan berdampak negatif.
Sebaik-baiknya waktu yang  dihabiskan saat bermain media sosial adalah ketika seseorang belajar, berbagi, dan terhubung secara positif dengan orang lain.Â
Belum lagi notifikasi media sosial juga sering kali seperti lonceng yang mengganggu yang terus-menerus berdering dan memaksa kita untuk memeriksa ponsel. Rasa takut untuk melewatkan sesuatu atau merasa perlu merespons setiap like, komentar, atau pesan membuat kita merasa tegang dan terikat untuk terus memeriksa.
Lalu pertanyaan baru muncul. Apakah tidak apa-apa seseorang tidak bermain media sosial?
Boleh saja seseorang tidak bermain media sosial, Itu adalah pilihan yang sah-sah saja, terutama jika seseorang merasa lebih nyaman atau bahagia dengan cara ini.
Terlebih lagi tidak ada aturan yang mengharuskan seseorang untuk memiliki akun media sosial atau memainkan dan terlibat dalam platform tersebut.
Beberapa individu mungkin memiliki gaya hidup yang tidak memungkinkan mereka untuk aktif di media sosial, seperti mereka yang tinggal di lingkungan yang minim akses internet atau yang sibuk dengan pekerjaan atau komitmen lainnya.
Kebebasan adalah ketika kita tidak terpaku pada layar, tetapi merasakan dunia nyata di sekitar kita. Pilihan seseorang untuk tidak memiliki media sosial adalah pernyataan bahwa orang tersebut tidak memerlukan persetujuan virtual untuk menjadi dirinya sendiri.
Tidak ada layar yang bisa menggantikan keindahan matahari terbenam, pelukan orang yang kita cintai, dan momen-momen kecil dalam hidup yang nyata
Media sosial bisa menjadi kabut yang menyilaukan, dan ketika kabut itu terangkat, kita dapat melihat dunia dengan lebih jelas.
Satu hal penting yang harus diingat adalah, media sosial adalah tempat di mana hidup semua orang tampak lebih bahagia daripada kenyataannya.
Banyak orang di media sosial lebih peduli tentang penampilan daripada substansi, dan itu membuat dunia maya tampak palsu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H