Belum lagi notifikasi media sosial juga sering kali seperti lonceng yang mengganggu yang terus-menerus berdering dan memaksa kita untuk memeriksa ponsel. Rasa takut untuk melewatkan sesuatu atau merasa perlu merespons setiap like, komentar, atau pesan membuat kita merasa tegang dan terikat untuk terus memeriksa.
Lalu pertanyaan baru muncul. Apakah tidak apa-apa seseorang tidak bermain media sosial?
Boleh saja seseorang tidak bermain media sosial, Itu adalah pilihan yang sah-sah saja, terutama jika seseorang merasa lebih nyaman atau bahagia dengan cara ini.
Terlebih lagi tidak ada aturan yang mengharuskan seseorang untuk memiliki akun media sosial atau memainkan dan terlibat dalam platform tersebut.
Beberapa individu mungkin memiliki gaya hidup yang tidak memungkinkan mereka untuk aktif di media sosial, seperti mereka yang tinggal di lingkungan yang minim akses internet atau yang sibuk dengan pekerjaan atau komitmen lainnya.
Kebebasan adalah ketika kita tidak terpaku pada layar, tetapi merasakan dunia nyata di sekitar kita. Pilihan seseorang untuk tidak memiliki media sosial adalah pernyataan bahwa orang tersebut tidak memerlukan persetujuan virtual untuk menjadi dirinya sendiri.
Tidak ada layar yang bisa menggantikan keindahan matahari terbenam, pelukan orang yang kita cintai, dan momen-momen kecil dalam hidup yang nyata
Media sosial bisa menjadi kabut yang menyilaukan, dan ketika kabut itu terangkat, kita dapat melihat dunia dengan lebih jelas.
Satu hal penting yang harus diingat adalah, media sosial adalah tempat di mana hidup semua orang tampak lebih bahagia daripada kenyataannya.
Banyak orang di media sosial lebih peduli tentang penampilan daripada substansi, dan itu membuat dunia maya tampak palsu.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI