Saat ini ada hampir 4 juta penduduk Indonesia bekerja sebagai ASN dan tersebar di berbagai sektor pelayanan. Lalu, apakah ini berarti ASN akan tergantikan dengan robot? Sehingga akan memangkas jumlah eksisting ASN? Tentu saja tidak sesederhana itu.
Jika melihat sektor lain secara global yang lebih dahulu memanfaatkan AI, seperti sektor bisnis dan industri, adanya pergeseran pola kerja serta kemajuan teknologi informasi, nyatanya tidak mengurangi secara keseluruhan peran dari manusia dalam setiap proses tersebut. Demikian halnya yang terjadi dalam sektor Pemerintahan.
Kita harus memandang AI ini sebagai alat bantu Pemerintah guna memberi nilai tambah dalam melayani masyarakat. Proses otomatisasi nantinya justru akan membuat ASN mengerjakan pekerjaan lain yang lebih kompleks, seperti merumuskan regulasi, mengembangkan produk kebijakan, dan tentu saja mengelola dan mengawasi AI itu sendiri.
Pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya membutuhkan sense of human akan tetap membutuhkan ASN. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor kunci dari keberhasilan sebuah organisasi. Secanggih apapun sebuah inovasi dirancang, sejatinya SDM lah yang memegang peranan penting di dalamnya.
Sehingga, yang perlu juga menjadi perhatian atas adanya perubahan sektor publik tersebut, adalah bagaimana Pemerintah mempersiapkan ASN untuk memiliki bekal keterampilan yang lebih tinggi, karena ASN nantinya dituntut untuk selalu aktif mengembangkan diri, aktif mempelajari hal-hal baru, dan tidak terpaku pada pekerjaan clerical saja.
Tentunya, dalam menanggapi perubahan tersebut, kita tidak hanya perlu melihat dari sisi SDM, namun juga dari kesiapan infrastruktur digital, mengingat data survei yang dilakukan PBB tentang peringkat EGDI (E-Government Development Index) atau Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) tahun 2022 mencatat bahwa Indonesia baru berada di peringkat 77 dari 193 negara di dunia. Peringkat ini masih kalah jauh di bawah beberapa negara ASEAN lainnya seperti Singapura dengan peringkat 12 dan Malaysia yang menduduki peringkat 53.
Perlu diketahui, yang juga tidak kalah penting adalah perspektif kesiapan regulasi dan perubahan mindset kepemimpinan. AI merupakan teknologi yang wajib diawasi, salah satunya dari segi etika pemanfaatannya. Sehingga Pemerintah perlu menyiapkan regulasi untuk memberi rambu dan batasan penggunaannya. Inilah pentingnya sebuah birokrasi memiliki pemimpin yang menguasai proses manajemen perubahan mulai dari proses merencanakan perubahan, menerapkan perubahan, hingga menyempurnakan perubahan.
Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi selaku instansi yang membawahi program pemberdayaan Perdesaan, juga telah mengimplementasikan penggunaan teknologi dalam pelaksanaan program-program kerja Kementerian, salah satunya adalah Program Smart Village (Desa Cerdas), sebuah kegiatan pengembangan ekosistem digital desa untuk mendorong pembangunan desa yang inovatif, di mana program dilaksanakan di 1.650 desa yang tersebar di 33 Provinsi. Kegiatan ini juga didukung dengan menghadirkan SDM sebagai pendamping masyarakat desa dalam pemanfaatan teknologi dengan sebutan “Duta Digital”.
-Rio Pongpadati-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H