Sila Ketiga, Persatuan Indonesia dimaknai sebagai keutuhan dalam satu ikatan NKRI baik dari segi ideologi maupun kewilayahan. Namun mirisnya, data dari Kementerian PANRB melaporkan bahwa pada tahun 2021 saja terdapat 27 ASN yang terbukti berafiliasi dengan kelompok radikal, artinya masih ada ASN yang memiliki paham separatisme dan radikalisme yang menginginkan perubahan wilayah dan ideologi Bangsa Indonesia.Â
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil menyatakan bahwa, Pegawai Negeri Sipil harus setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah. Jadi dapat dikatakan apabila ASN tergabung ke dalam kelompok radikal berarti ASN melakukan pelanggaran disiplin. Masih menyusupnya paham radikalisme dan separatisme di tubuh birokasi salah satunya karena mudahnya ASN terdoktrinasi paham baru sebab mulai apatis dengan nilai Pancasila.
Seorang ASN diharuskan netral dan bebas dari intervensi partai politik, agar Pemilihan Umum dapat berjalan secara jujur dan adil. Tetapi faktanya, masih ditemui ASN yang terlibat aktif dalam pelaksanaan politik praktis. Ada tiga hal yang menyebabkan ASN tidak netral, yang pertama solidaritas kekerabatan ASN dengan politisi yang akan maju dalam kontestasi politik, kedua mobilisasi yang dilakukan oleh atasan, dan yang ketiga kepentingan oknum ASN untuk mendapatkan jabatan.Â
Hal tersebut bersinggungan dengan sila keempat, yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Istilah netralitas perlu dipahami secara benar oleh ASN. Pada dasarnya, netralitas tidak diatur untuk membelenggu kebebasan ASN dalam mewujudkan aspirasi politiknya. ASN dituntut untuk menjalankan amanahnya sebagai abdi negara yang bekerja semata-mata demi kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan suatu golongan atau partai politik tertentu.
Pemberian bantuan sosial kepada masyarakat merupakan salah satu implementasi sila kelima Pancasila yang berbunyi, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Namun, ternyata masih banyak masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah karena tidak meratanya penyebaran bantuan sosial tersebut. Biasanya pemerintah memberikan bantuan sosial kepada keluarga pra-sejahtera, korban bencana alam, dan sebagainya. Tujuan diberikannya bantuan sosial adalah untuk mengurangi risiko sosial yang ditimbulkan dari kondisi tertentu.Â
Dalam proses formal perundang- undangan tentang mekanisme anggaran sudah dibuat sedemikian rupa, namun masih terjadi penyalahgunaan anggaran yang dilakukan oleh ASN, bahkan proses perumusannya masih  didominasi kepentingan  elit.  Proses tersebut hanya  dimaknai sebagai proses formal dan masih jauh dari nilai-nilai keadilan dalam penyelenggaraan pemerintah yang baik. Politisasi anggaran publik tersebut dapat ditelusuri dari besarnya anggaran yang diterima dan siapa yang diuntungkan dan pihak mana yang dirugikan.
-Rio Pongpadati-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H