Dengan keterbatasan literasi yang saya miliki, saya membaca ada Teologi Viking, Filsafat Eksistensialisme, kisah penciptaan manusia-dan iblis dalam agama-agama samawi, kisah Ibrahim (as)/Abraham, serta kisah Dajjal/antikris dan akhir jaman.Â
Semua ide dan kisah tersebut diceritakan ulang oleh Ziggy. Kemudian dengan sengaja (atau tidak?) ia benturkan dan/atau beri pemaknaan ulang.
Hampir di setiap baris kalimat yang mengandung makna, saya tersenyum atau malah terganggu. Ini tanda yang baik.Â
Menurut saya, fiksi yang bagus adalah yang berusaha menyampaikan sesuatu dengan jalinan cerita yang apik. Namun, dalam banyak kesempatan juga, saya merasa karakterisasi 'saya' (si bus damri gendut) ini bermasalah.
Contoh ia menyebut melihat dengan lampu depan, mendengar dengan lantai, dan kentut dengan knalpot. Tapi banyak kesempatan Ziggy menyebut si bus gendut ini melihat Beliau di dalam tubuhnya, atau merasa geli ketika digosok-gosok oleh tokoh pemuda miskin; sementara tak merasakan apa-apa ketika ikan-ikan dan Nad si kecoa beterbangan dan hinggap di dalam dirinya.
Saya juga bertanya-tanya mengapa Ziggy menggunakan anak-anak untuk menggambarkan sosok yang mahakuasa seperti Beliau.Â
Saya pernah melihat yang serupa di film Exodus: Gods and Kings, tapi film itu sendiri dikecam oleh agamawan kristen karena tidak menggambarkan kisah Musa yang membawa Bani Israil pergi dari Mesir dengan akurat.Â
Saya pun merasa demikian, mengapa si pembuat film (dan Ziggy) dengan sengaja menggambarkan tuhan dengan sosok anak kecil? Apakah terinspirasi dari dialog dalam Bruce Almighty?Â
Atau mungkin keterbatasan literasi saya bahwa sesungguhnya di luar sana ada kepercayaan yang merepresentasikan tuhan dengan sosok anak kecil; siapa tahu?
Ada sedikit kecurigaan saya mengenai interaksi dan karakterisasi Beliau dan Saya Si Bus Gendut. Keduanya diciptakan Ziggy adalah agar setiap kali kita melihat sosok anak kesepian di dalam bus, kita teringat tentang (nilai-nilai) Tuhan.Â